BerandaTradisinesia
Senin, 6 Des 2020 20:00

Pasemon dan Cara Rakyat Menyindir Para Penguasa Jawa

Pasemon praja tercipta karena sikap para raja. (Liputan 6/Fajar Abrori)

Sistem demokrasi boleh saja baru diterapkan di Indonesia. Tapi tampaknya, masyarakat zaman dulu terutama Jawa sudah punya cara untuk menilai dan mengkritik orang lain termasuk para raja. Sindiran atau penilaian ini dikenal dengan istilah pasemon.

Inibaru.id – Kalau orang dapat pasemon, bisa jadi dia nggak akan menyadarinya. Pasemon adalah kalimat sindiran yang halus, penuh lambang, dan hampir nggak teraba dan terbaca. Saking halusnya, hanya orang-orang tertentu yang tahu arti sindiran tersebut.

Sindiran yang ditujukan untuk raja dan kerajaan disebut pasemon praja. Adanya sindiran ini nggak lepas dari sifat, sikap, dan perilaku raja yang kurang baik. Penasaran seperti apa bentuk pasemon praja ini? Yuk, simak!

1. Raja yang Hobi Berperang

Nggak ada perang yang membuat negara kaya. Selain membuat para prajurit terancam kehilangan nyawa, perang yang nggak berkesudahan juga bikin kekayaan ludes. Karena kecewa dengan raja yang gemar berperang dan menghabiskan uang negara, lahirlah pasemon berikut ini:

Catur rana semune segara asat.

Artinya, empat medan pertempuran layaknya samudera kering. Empat kerajaan yang dimaksud adalah kerajaan Jenggala, Kediri, Singhasari, dan Urawan.

2. Raja Kuat tapi Kurang Waspada

Rakyat Padjajaran pernah memiliki raja besar dan sangat berkuasa yaitu Sri Pamekas. Sayangnya, karena kurang waspada dia harus terbunuh. Ironisnya, dia meregang nyawa di tangan anaknya sendiri, Ciung Wanara.

Pasemon itu berbunyi:

Yang kedua adalah ganda kentir semune liman pepeka

Artinya, bau yang hanyut seperti gajah yang terlena. Konon, mayat sang raja nggak dikuburkan melainkan dilarung ke sungai.

3. Raja yang Dianggap Gagal

Brawijaya V yang menjadi raja terakhir Majapahit memang sangat berpengaruh. Tapi hal ini nggak membuatnya lepas dari incaran kerajaan lain. Hal ini mengakibatkan rakyat jauh dari kata sejahtera. Mereka memeberikan sindiran yang lumayan pedas pada Brawijaya V yaitu:

Macan galak semune curiga kethu

Arti dari pasemon ini adalah harimau buas layaknya semata yang tumpul. Duh, makjleb banget ya?

4. Pasemon untuk Kerajaan yang Rugi Besar

Setelah Kerajaan Majapahit runtuh, muncullah Kasultanan Demak. Kerajaan Islam pertama di Jawa ini mendapat dukungan para wali. Sayangnya, kerajaan ini sibuk menaklukkan para adipati yang masih menjalankan ajaran lama.

Peperangan nggak bisa dihindari. Kerajaan ini pun harus membayar mahal dengan gugurnya para wali atau ahli agama.

Pasemon untuk kerajaan ini berbunyi: lunga perang putung watange yang berarti berangkat berperang, namun patah busurnya. Kalau busur patah, bagaimana anak panah bisa mencapai sasaran?

5. Sindiran untuk Raja Cemen

Paku Buwono II juga nggak lepas dari sindiran. Gajah meta semune tengu lelaken, atau gajah ngamuk layaknya binatang tengu yang sedang kawin. Pasemon untuk anak Amangkurat IV ini menggambarkan kekecewaan masyarakat. Meskipun dari luar PB II adalah raja yang tampak hebat, gagah perkasa, tapi nyalinya sekecil tengu.

Jadi, ketika dia mendapat serangan dari lawan, PB II akan buru-buru meminta bantuan penguasa-penguasa daerah lain.

6. Pasemon untuk Sukarno

Eh, bukan cuma raja-raja zaman dulu yang diberi pasemon, Bapak Proklamasi Indonesia yaitu Ir Sukarno juga dapat, lo. Bedanya, pasemon ini berisi penilaian positif terhadap sosoknya. Bunyinya:

Tunjung putih semune pudhak sinumpet.

Arti pasemon ini adalah teratai putih layaknya bunga pandan yang tertutup. Seperti itulah penggambaran zaman yang sering disebut-sebut sebagai pencitraan kemerdekaan Indonesia, Millens.

Teratai putih disebut sebagai pijakan suci yang baru, sementara kepemimpinan Sukarno saat itu dianggap sebagai sesuatu yang sama sekali nggak terduga. Sebabnya, dia bukan berasal dari bangsawan tinggi.

Selain 6 pasemon di atas, seenggaknya masih ada tiga belas pasemon lainnya. Wah, menarik banget ya? Eh, kamu bisa bikin juga nggak? (Tumpi/IB21/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: