Inibaru.id - Jika kebetulan melintas di Kabupaten Pati hari-hari ini, jangan kaget kalau kamu melihat sejumlah mural di beberapa sudut kotanya. Memperingati hari jadi Bumi Mina Tani, para seniman setempat "menghadiahi" kota ini dengan berbagai mural menawan yang dilukis di beberapa titik.
Maka, menjadi pemandangan lazim di Pati kalau kamu melihat ada yang berkerumun menggenggam cat dan mengulas kuas di dinding ruang publik beberapa waktu lalu. Mereka bukan orang asing yang iseng corat-coret fasilitas kota, tapi justru mempersoleknya.
Suwignyo, seniman senior Pati mengatakan, tahun ini temanya adalah Jalur Rempah, yang menjadi akar sejarah dan kebudayaan di kota tersebut dan diharapkan bakal mencerminkan potensi Pati ke depan. Pembuatan mural ini merupakan bagian dari Festival Budaya Jalur Rempah,
“Kami, para seniman Pati, diminta Pj (Penjabat) Bupati Pati (Henggar Budi Anggoro) untuk membuat mural dengan tema Jalur Rempah karena dulu Pati adalah pusat perdagangan rempah," terang Mbah Wignyo, sapaan akrabnya, kepada Inibaru.id belum lama ini.
'Rempah' Asli Pati
Mural merupakan bagian penting dari Festival Budaya Jalur Rempah telah dimulai sejak 6 Agustus lalu, bertepatan dengan peringatan HUT ke-701 Kabupaten Pati. Nah, Mbah Wignyo dipercaya untuk menakhodai proyek mural tersebut.
"Begitu (proses kreatif) dipraktikkan, ternyata rempah-rempah nggak semua asli dari Pati,” kelakar Mbah Wignyo diiringi tawa lepas.
Dari situ, dia melanjutkan, penggarapan tema Jalur Rempah sedikit diubah. Para seniman memutuskan untuk sedikit menggesernya dari rempah ke komoditas asli Pati seperti garam, tebu, dan singkong; tanpa meninggalkan esensi jalur rempah.
“Tetap mengikuti tema, tapi sedikit bergeser ke komoditas,” terang lelaki yang sudah berkecimpung di dunia seni sejak kecil itu. "Terus, penggarapannya, kami menggandeng para seniman muda Pati agar bisa menjadi momen belajar bersama dan berbagi ilmu."
Karya Seniman Muda
Selama dua minggu, para seniman bekerja keras untuk menyelesaikan mural-mural ini. Hasilnya, sudut-sudut kota di Pati pun tampil lebih molek dan penuh warna. Secara keseluruhan, ada 35 titik yang dijadikan sebagai etalase karya seni di Kota Kacang.
“Ada 35 lukisan di titik yang berbeda, termasuk di alun-alun dan belakang Pegadaian,” ujar Mbah Wignyo. "Selama proses kreatif, saya bebaskan adik-adik seniman ini untuk berkarya; barulah kalau ada yang kurang saya tunjukkan cara yang benar agar hasilnya lebih oke."
Menurut Mbah Wignyo, Pati saat ini lebih dikenal masyarakat umum oleh khazanah kulinernya. Padahal, ia lebih besar dari itu. Maka, melalui proyek tersebut, dia berharap kota yang berbatasan dengan Kabupaten Kudus tersebut juga bisa dikenal karena kekayaan dan keberagaman budayanya.
"Mural-mural ini adalah upaya kecil untuk memperkenalkan keindahan dan kekayaan budaya Pati kepada masyarakat luas," tutupnya.
Bukan mimpi yang terlalu muluk. Nggak hanya mempersolek, keberadaan mural-mural itu tentu saja telah berhasil memunculkan identitas kota yang terkenal dengan legenda Kembang Joyo tersebut. Sekarang, tinggal bagaimana masyarakat menjaganya, kan? (Rizki Arganingsih/E03)