Inibaru.id – Nenek moyang kita sebenarnya telah mewariskan beragam kearifan lokal yang dipakai sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam berinteraksi dengan alam dan lingkungan. Semuanya itu dapat Sobat Millens lihat dari berbagai tradisi dan budaya yang ada. Jika selama ini kamu lebih mengenal sedekah laut, ternyata ada juga sedekah sungai, lo. Salah satunya adalah tradisi susuk wangan di Kabupaten Kendal.
Hmm, tradisi apalagi itu?
Bagi yang belum tahu, susuk wangan memiliki arti membersihkan saluran air. Tradisi susuk wangan ini rutin dilaksanakan setiap tahun di Desa Peron, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal. Menjadi tradisi turun-menurun yang dilakukan sejak puluhan tahun silam, susuk wangan merupakan bentuk ungkapan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan atas air yang melimpah. Dengan demikian, warga bisa mendapatkan manfaat air baik untuk kebutuhan sehari-hari, terutama untuk mengairi lahan pertanian warga yang mayoritas petani.
Mengutip suaramerdeka.com (3/2/2018), konon pada zaman dahulu terdapat tokoh berpengaruh bernama Kiai Kisabar Iman, Kiai Citrongodo, dan Nyai Ukel, yang membuka jalan air sehingga Desa Peron diberi air melimpah untuk mengairi sawah warga. Sejak saat itulah, tradisi susuk wangan dilakukan sebagai adat sedekah sungai.
Ya, ini karena tradisi tersebut berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari warga yang banyak berkutat dengan pertanian dan sumber air.
Seperti apakah ritualnya? Dalam susuk wangan, warga terlebih dahulu akan bekerja bakti membersihkan saluran air secara bergotong royong. Hal ini dilakukan sebagai upaya warga melestarikan sumber air gunung yang dianggap membawa berkah kemakmuran.
Baca juga:
Bedhaya Ketawang, Tarian Sakral dari Keraton Surakarta
Penari Lengger Zaman Old Itu Lelaki
Benar banget, Millens, menjaga aliran sungai dan irigasi memang sangat penting. Kalau nggak pasti akan mengganggu lahan pertanian. Jika saluran irigasi mampat, tentu akan mengganggu kelancaran air, bukan?
Oya, ritual susuk wangan biasanya dipimpin oleh tokoh adat desa. Selain itu warga juga akan membawa berbagai hasil tanaman dan tumpeng dengan lauk ayam bakar. Semuanya itu nanti akan dibawa ke sumber air setelah selesai membersihkan saluran air.
Nah, di sumber air itulah mereka akan memohon doa restu kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ini supaya air yang digunakan warga desa menjadi sangat berarti dan bermanfaat besar bagi segenap warga masyarakat semuanya. Maka dari itulah, warga berdoa bersama di dekat sumber air tersebut. Setelah didoakan, nasi tumpeng yang dibawa kemudian sebagian dilarungkan ke saluran irigasi. Seusai melarung, mereka kemudian bersama-sama menyantap nasi tumpeng yang dibawa tersebut.
Nggak hanya para warga desa yang hadir di acara adat susuk wangan. Kini, upacara dan tradisi juga menjadi penyambung silaturahmi dan kebersamaan warga tersebut bahkan mampu menghadirkan banyak pengunjung. Di beberapa tempat lain yang mengadakan susuk wangan bahkan dilaksanakan dengan meriah sekali. Biasanya selesai ritual ada dilanjutkan dengan lomba, hiburan, dan lain-lain.
Beberapa tempat yang mengadakan susuk wangan dengan meriah adalah Desa Gondangan yang masih berada di Kecamatan Limbang. Selain itu, kamu juga bisa menemukan tradisi susuk wangan yang meriah di Desa Setren, Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri. Di Desa Setren ini susuk wangan dilaksanakan setiap hari Sabtu Kliwon yaitu pada bulan Besar (Dzulhijjah).
Baca juga:
Tanam Tembakau Petani Itu Diawali dengan Ritual Among Tebal
Menyayat Bambu, Menciptakan Bunyi Melung-melung, Jadilah Calung Banyumasan
Ya, mendapatkan dukungan dari pemerintah desa sampai tingkat lebih atas lagi, tradisi susuk wangan nggak hanya menjadi salah satu wujud warga desa untuk selalu menjaga kelestarian alamnya. Tapi tradisi ini juga menjadi daya tarik tersendiri bagi desa yang mengadakan. Dengan adanya acara ritual susuk wangan menjadikan warga desa bertambah lebih bersemangat dan lebih percaya diri serta meyakini bahwa desa mereka mempunyai potensi alam yang luar biasa.
Nah, adakah ritual serupa di daerahmu? (ALE/SA)