BerandaTradisinesia
Jumat, 24 Jul 2025 11:01

Menguak Makna Berbeda dari Istilah 'Bediding' di Lereng Selatan Gunung Ungaran

Musim bediding bikin suhu udara belakangan terasa sangat dingin. (Pexels/Stefan Stefancik)

Meski mengenal fenomena suhu dingin di musim kemarau alias 'musim bediding' selama bertahun-tahun, warga lereng selatan Gunung Ungaran justru mengartikan 'bediding' dengan makna lain, Gez!

Inibaru.id - Layaknya pertengahan tahun sebelum-sebelumnya, warga lereng selatan Gunung Ungaran, tepatnya yang tinggal di Kecamatan Bandungan dan Sumowono, Kabupaten Semarang, terbiasa dengan dinginnya suhu udara, khususnya pada pagi hari. Istilah kerennya dari fenomena ini belakangan ini disebut sebagai 'musim bediding' di media sosial.

Dalam sepekan belakangan, bukan hal aneh warga di wilayah tersebut merasakan suhu dingin hingga 12-15 derajat saat pukul 05.00 WIB. Bahkan, meski matahari bersinar terik pada siang hari karena jarangnya awan khas langit musim kemarau, angin terasa sangat dingin. Suhu air di bak mandi, keran di masjid, atau di sungai yang dijadikan sumber konsumsi warga juga nggak jauh beda dengan air yang disimpan di dalam lemari es.

"Kalau kita menyebutnya fenomena musim kemarau biasa. Subuh-subuh dingin banget, kalau siang langitnya biru, dan kalau malam, bintang-bintang kelihatan karena nggak tertutup awan," ucap Yani yang lahir dan kini lebih dari tiga dekade kemudian masih tinggal Kecamatan Sumowono pada Selasa (22/7/2025).

Awalnya, dulu dia mengira hal ini terjadi karena lokasi tempat tinggalnya di lereng gunung dengan ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tapi, ternyata suhu yang dingin ini juga dipengaruhi hal lain.

Jadi, ada alasan mengapa malah suhu udara jadi lebih dingin pas musim kemarau yang identik dengan panas, yaitu di belahan bumi selatan seperti di Australia sedang musim dingin. Nah, massa udara kering nan dingin dari benua tersebut ternyata bergerak mencapai Indonesia.

Di sekitar lereng selatan Gunung Ungaran, istilah 'bediding' merujuk pada telanjang dada alias nggak memakai baju. (Wikipedia/Ikhsan Fadillah)

Hal ini bikin awan jadi nggak terbentuk di Tanah Air dan berimbas pada datangnya musim kemarau, sekaligus bikin kita mencicipi sedikit suhu musim dingin dari sana.

"Orang yang nggak tinggal di gunung mengira musim hujan lebih dingin dari musim kemarau. Padahal, di musim kemarau yang biasanya sampai akhir Agustus atau awal September, suhu udaranya malah lebih dingin," ucap perempuan yang mengaku baru membeli coat sebagaimana yang dipakai orang-orang yang tinggal di negara empat musim demi menahan dinginnya suhu udara belakangan ini.

Lucunya, jika di media sosial fenomena suhu dingin belakangan disebut dengan musim bediding, di daerah tempat tinggal Yani, bediding justru punya makna yang berbeda.

"Kayaknya di sekitar sini, atau mungkin di area Temanggung juga ada yang tahu, 'bediding' itu maknanya telanjang dada gitu. Kadang anak-anak atau orang yang lagi kerja di sawah kan begitu, kita menyebutnya 'bediding'," ceritanya.

Makanya, Yani, orang tuanya, bahkan beberapa tetangganya sempat bingung tatkala istilah musim bediding bahkan sampai jadi headline di berita televisi nasional. Apalagi, istilahnya diklaim dari Bahasa Jawa yang mereka gunakan untuk berkomunikasi sehari-hari. Tapi, karena merasa makna 'bediding' hanya berbeda di sekitar tempat tinggal mereka, pada akhirnya mereka 'beradaptasi' dengan ikut menggunakan istilah tersebut untuk menyebut fenomena suhu udara belakangan.

Yap, setidaknya, kini kita jadi tahu kapan biasanya musim bediding hadir di Indonesia dan apa sebenarnya penyebabnya. Yang pasti, belakangan ini, kalau pagi hari, kamu juga merasakan suhu yang cukup sejuk, kan, Gez? (Arie Widodo/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: