Inibaru.id - Layaknya pertengahan tahun sebelum-sebelumnya, warga lereng selatan Gunung Ungaran, tepatnya yang tinggal di Kecamatan Bandungan dan Sumowono, Kabupaten Semarang, terbiasa dengan dinginnya suhu udara, khususnya pada pagi hari. Istilah kerennya dari fenomena ini belakangan ini disebut sebagai 'musim bediding' di media sosial.
Dalam sepekan belakangan, bukan hal aneh warga di wilayah tersebut merasakan suhu dingin hingga 12-15 derajat saat pukul 05.00 WIB. Bahkan, meski matahari bersinar terik pada siang hari karena jarangnya awan khas langit musim kemarau, angin terasa sangat dingin. Suhu air di bak mandi, keran di masjid, atau di sungai yang dijadikan sumber konsumsi warga juga nggak jauh beda dengan air yang disimpan di dalam lemari es.
"Kalau kita menyebutnya fenomena musim kemarau biasa. Subuh-subuh dingin banget, kalau siang langitnya biru, dan kalau malam, bintang-bintang kelihatan karena nggak tertutup awan," ucap Yani yang lahir dan kini lebih dari tiga dekade kemudian masih tinggal Kecamatan Sumowono pada Selasa (22/7/2025).
Awalnya, dulu dia mengira hal ini terjadi karena lokasi tempat tinggalnya di lereng gunung dengan ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tapi, ternyata suhu yang dingin ini juga dipengaruhi hal lain.
Jadi, ada alasan mengapa malah suhu udara jadi lebih dingin pas musim kemarau yang identik dengan panas, yaitu di belahan bumi selatan seperti di Australia sedang musim dingin. Nah, massa udara kering nan dingin dari benua tersebut ternyata bergerak mencapai Indonesia.
Hal ini bikin awan jadi nggak terbentuk di Tanah Air dan berimbas pada datangnya musim kemarau, sekaligus bikin kita mencicipi sedikit suhu musim dingin dari sana.
"Orang yang nggak tinggal di gunung mengira musim hujan lebih dingin dari musim kemarau. Padahal, di musim kemarau yang biasanya sampai akhir Agustus atau awal September, suhu udaranya malah lebih dingin," ucap perempuan yang mengaku baru membeli coat sebagaimana yang dipakai orang-orang yang tinggal di negara empat musim demi menahan dinginnya suhu udara belakangan ini.
Lucunya, jika di media sosial fenomena suhu dingin belakangan disebut dengan musim bediding, di daerah tempat tinggal Yani, bediding justru punya makna yang berbeda.
"Kayaknya di sekitar sini, atau mungkin di area Temanggung juga ada yang tahu, 'bediding' itu maknanya telanjang dada gitu. Kadang anak-anak atau orang yang lagi kerja di sawah kan begitu, kita menyebutnya 'bediding'," ceritanya.
Makanya, Yani, orang tuanya, bahkan beberapa tetangganya sempat bingung tatkala istilah musim bediding bahkan sampai jadi headline di berita televisi nasional. Apalagi, istilahnya diklaim dari Bahasa Jawa yang mereka gunakan untuk berkomunikasi sehari-hari. Tapi, karena merasa makna 'bediding' hanya berbeda di sekitar tempat tinggal mereka, pada akhirnya mereka 'beradaptasi' dengan ikut menggunakan istilah tersebut untuk menyebut fenomena suhu udara belakangan.
Yap, setidaknya, kini kita jadi tahu kapan biasanya musim bediding hadir di Indonesia dan apa sebenarnya penyebabnya. Yang pasti, belakangan ini, kalau pagi hari, kamu juga merasakan suhu yang cukup sejuk, kan, Gez? (Arie Widodo/E07)
