Inibaru.id – Fahmi menghela napas panjang dan tersenyum lega. Di hadapannya terbentang Alun-Alun Kudus yang sudah dipenuhi ribuan orang. Sejak pagi, ia telah bersiap-siap, menempuh perjalanan dari rumahnya di Jekulo demi satu tujuan: menyaksikan pemecahan rekor dunia Tari Kretek.
Perjalanan ke Alun-Alun Kudus hari itu memang nggak mudah. Sejak pagi, Fahmi sudah memacu motornya melewati jalanan Kudus yang perlahan mulai ramai. Hari yang cerah. Semakin ceria melihat ribuan orang secara kolektif merayakan kebudayaan yang telah lama menjadi identitas Kudus.
“Saya nggak mau ketinggalan momen ini,” ucapnya penuh semangat. “Kudus kan dikenal dengan kreteknya, dan saya ingin melihat langsung bagaimana tarian ini menggambarkan sejarahnya.”
Di tengah kerumunan, warna-warni pakaian khas para penari berpendar di bawah sinar matahari. Mereka, ribuan penari dari pelbagai sekolah di Kudus, berdiri dalam barisan yang tertata rapi, bersiap mengukir sejarah.
Begitu alunan musik khas mulai mengalun, gerakan mereka menyatu, menggambarkan perjalanan panjang industri kretek yang telah melekat dalam kehidupan masyarakat Kudus sejak dahulu kala. Fahmi berdiri di antara para penonton, matanya tak lepas dari setiap gerakan para penari.
Dia dapat merasakan bagaimana ke-1.405 orang itu bercerita kisah yang sama, tentang para buruh yang memilah tembakau, menggulung kretek, hingga menjadi sumber penghidupan rakyat, yang tersaji dalam gerakan-gerakan luwes mereka di jalanan.
Di tengah kemeriahan, Kepala MURI Semarang, Ari Andriyani, mengumumkan sesuatu yang membuat seluruh alun-alun bergemuruh.
“Awalnya, Pemkab Kudus mengajukan seribu penari untuk pemecahan rekor ini,” katanya. “Namun setelah diverifikasi, jumlah peserta justru mencapai 1.405 orang. Ini merupakan rekor ke-12.127 yang kami catat. Dan lebih membanggakan lagi, bukan hanya sebagai rekor nasional, tetapi juga rekor dunia.”
Sorak-sorai pecah, tepuk tangan membahana. Fahmi ikut larut dalam kebanggaan itu. Baginya, momen ini lebih dari sekadar pertunjukan tari atau pemecahan rekor. Ini adalah bukti bahwa semangat menjaga tradisi masih membara di hati masyarakat Kudus.
Wakil Bupati Kudus, Bellinda Putri Sabrina Birton yang hadir dalam acara ini pun turut memberikan apresiasi. Dia mengatakan, pergelaran Tari Kretek ini adalah bukti nyata bahwa masyarakat Kudus memiliki semangat tinggi dalam menjaga budaya lokal.
Fahmi mengangguk setuju. Ia teringat cerita kakeknya tentang kejayaan industri kretek pada masa lalu—tentang bagaimana banyak orang Kudus menggantungkan hidup dari industri ini, dan bagaimana kretek bukan sekadar rokok, melainkan sebuah identitas. Sebuah warisan.
"Sekarang saya menyaksikan sendiri bagaimana generasi muda turut serta dalam melestarikan sejarah itu," kata dia.
Saat tarian usai, tepuk tangan kembali menggema di seluruh alun-alun. Beberapa penari tampak kelelahan, tetapi senyum puas tetap terpancar di wajah mereka. Fahmi segera merogoh ponselnya, mengabadikan momen bersejarah ini dalam bentuk foto dan video.
"Saya ingin memastikan bahwa kisah ini tak hanya tertanam dalam ingatan, tetapi juga bisa diceritakan kembali pada generasi mendatang," sebutnya, lalu tertawa.
Hari itu, ketika matahari mulai condong ke barat, Fahmi berjalan perlahan meninggalkan alun-alun. Ada rasa bangga di dadanya. Bangga menjadi bagian dari Kudus serta sejarahnya yang baru saja terukir. (Imam Khanafi/E03)