BerandaTradisinesia
Kamis, 12 Mar 2025 09:43

Makna Tari Kretek di Mata Masyarakat Kudus

Ribuan penari bergerak serentak, menciptakan harmoni gerakan yang spektakuler dan memikat para penonton, Februari lalu. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Menyaksikan langsung Tari Kretek yang dimainkan ribuan orang menjelang akhir Februari lalu, Fahmi pun menceritakan kebanggaannya sebagai warga Kudus sekaligus menjadi bagian dari sejarah baru tersebut.

Inibaru.id – Fahmi menghela napas panjang dan tersenyum lega. Di hadapannya terbentang Alun-Alun Kudus yang sudah dipenuhi ribuan orang. Sejak pagi, ia telah bersiap-siap, menempuh perjalanan dari rumahnya di Jekulo demi satu tujuan: menyaksikan pemecahan rekor dunia Tari Kretek.

Perjalanan ke Alun-Alun Kudus hari itu memang nggak mudah. Sejak pagi, Fahmi sudah memacu motornya melewati jalanan Kudus yang perlahan mulai ramai. Hari yang cerah. Semakin ceria melihat ribuan orang secara kolektif merayakan kebudayaan yang telah lama menjadi identitas Kudus.

“Saya nggak mau ketinggalan momen ini,” ucapnya penuh semangat. “Kudus kan dikenal dengan kreteknya, dan saya ingin melihat langsung bagaimana tarian ini menggambarkan sejarahnya.”

Di tengah kerumunan, warna-warni pakaian khas para penari berpendar di bawah sinar matahari. Mereka, ribuan penari dari pelbagai sekolah di Kudus, berdiri dalam barisan yang tertata rapi, bersiap mengukir sejarah.

Para penari Tari Kretek menampilkan pertunjukan memukau di Alun-Alun Kudus dalam acara pemecahan rekor MURI, Februari lalu. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Begitu alunan musik khas mulai mengalun, gerakan mereka menyatu, menggambarkan perjalanan panjang industri kretek yang telah melekat dalam kehidupan masyarakat Kudus sejak dahulu kala. Fahmi berdiri di antara para penonton, matanya tak lepas dari setiap gerakan para penari.

Dia dapat merasakan bagaimana ke-1.405 orang itu bercerita kisah yang sama, tentang para buruh yang memilah tembakau, menggulung kretek, hingga menjadi sumber penghidupan rakyat, yang tersaji dalam gerakan-gerakan luwes mereka di jalanan.

Di tengah kemeriahan, Kepala MURI Semarang, Ari Andriyani, mengumumkan sesuatu yang membuat seluruh alun-alun bergemuruh.

“Awalnya, Pemkab Kudus mengajukan seribu penari untuk pemecahan rekor ini,” katanya. “Namun setelah diverifikasi, jumlah peserta justru mencapai 1.405 orang. Ini merupakan rekor ke-12.127 yang kami catat. Dan lebih membanggakan lagi, bukan hanya sebagai rekor nasional, tetapi juga rekor dunia.”

Sorak-sorai pecah, tepuk tangan membahana. Fahmi ikut larut dalam kebanggaan itu. Baginya, momen ini lebih dari sekadar pertunjukan tari atau pemecahan rekor. Ini adalah bukti bahwa semangat menjaga tradisi masih membara di hati masyarakat Kudus.

Ribuan penari bergerak serentak, menciptakan harmoni gerakan yang spektakuler dan memikat para penonton. (Inibaru.id/ Imam Khanafi)

Wakil Bupati Kudus, Bellinda Putri Sabrina Birton yang hadir dalam acara ini pun turut memberikan apresiasi. Dia mengatakan, pergelaran Tari Kretek ini adalah bukti nyata bahwa masyarakat Kudus memiliki semangat tinggi dalam menjaga budaya lokal.

Fahmi mengangguk setuju. Ia teringat cerita kakeknya tentang kejayaan industri kretek pada masa lalu—tentang bagaimana banyak orang Kudus menggantungkan hidup dari industri ini, dan bagaimana kretek bukan sekadar rokok, melainkan sebuah identitas. Sebuah warisan.

"Sekarang saya menyaksikan sendiri bagaimana generasi muda turut serta dalam melestarikan sejarah itu," kata dia.

Saat tarian usai, tepuk tangan kembali menggema di seluruh alun-alun. Beberapa penari tampak kelelahan, tetapi senyum puas tetap terpancar di wajah mereka. Fahmi segera merogoh ponselnya, mengabadikan momen bersejarah ini dalam bentuk foto dan video.

"Saya ingin memastikan bahwa kisah ini tak hanya tertanam dalam ingatan, tetapi juga bisa diceritakan kembali pada generasi mendatang," sebutnya, lalu tertawa.

Hari itu, ketika matahari mulai condong ke barat, Fahmi berjalan perlahan meninggalkan alun-alun. Ada rasa bangga di dadanya. Bangga menjadi bagian dari Kudus serta sejarahnya yang baru saja terukir. (Imam Khanafi/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Mitos Gua Poleng di Londonsari Boyolali, Diyakini Picu Kebotakan Dini Lelaki

5 Mar 2025

Kehidupan Jakarta dari Sudut Pandang Lain dalam 'Sisi Tergelap Surga'

5 Mar 2025

Tetap Hemat selama Ramadan; Tidak Boros saat Berbelanja!

5 Mar 2025

Persiapan Mudik, Gubernur Jateng Minta Perbaikan Jalan Rusak Selesai dalam 15 Hari

5 Mar 2025

Maret-April 2025, BMKG Prediksi Intensitas Hujan Menengah Hingga Tinggi

5 Mar 2025

Nutty Relationship: Hubungan yang Unik, Intens, tapi Penuh Tantangan

5 Mar 2025

Mulai 8 Maret, Kelas Bisnis KA Sancaka Utara Bakal Naik Level Menjadi New Generation

5 Mar 2025

Tips Mengatur Waktu Agar Tetap Produktif pada Bulan Ramadan

6 Mar 2025

Mengenal Tari Kretek, Warisan Budaya Kudus yang Pecahkan Rekor Muri

6 Mar 2025

Mitos di Desa Bandung: Melajang hingga Kepala Tiga Gara-Gara Bandung Bondowoso

6 Mar 2025

Meluapkan Emosi dengan Menangis Bikin Puasa Batal Nggak, ya?

6 Mar 2025

Bonus Demografi Jadi Perhatian Prof. Budi Setiyono Selama Jadi Sekretaris Kementerian BKKBN

6 Mar 2025

Penukaran Uang di BI Jateng Mulai Besok, Wajib Pakai Aplikasi PINTAR

6 Mar 2025

Demi Momen Berkualitas bersama Anak, Pemkab Wonosobo: Berbukalah di Rumah!

6 Mar 2025

Para Lajang Boleh Coba; Ada Mitos Enteng Jodoh di Pantai Jodo

7 Mar 2025

Batas Waktu Mandi Besar pada Bulan Puasa, Kamu Harus Tahu!

7 Mar 2025

Rekrutmen Bersama BUMN Dibuka Hari Ini, Berikut Info Lengkapnya!

7 Mar 2025

Rencana Menag Tekan Angka Perceraian: Adakan Kursus Calon Pengantin 1 Semester

7 Mar 2025

Bisakah Tetap Diet Saat Puasa Ramadan? Ini yang Perlu Diperhatikan

7 Mar 2025

Kebahagiaan Bukan untuk Dipaksa, Jauhi Toxic Positivity!

7 Mar 2025