BerandaPendidikan
Minggu, 16 Sep 2017 14:24

Ramai-Ramai Ngomong Sastra Asia Tenggara

Salah satu sesi dalam Seminar Antarbangsa Kesusastraan Asia Tenggara (SAKAT) ke-13 yang berlangsung di Jakarta (Foto: Dok. Kompas)

Forum ini juga menjadi ajang tukar pikiran demi kemajuan pengkajian sastra terkini, baik di kawasan Asia Tenggara maupun di dunia secara umum

Inibaru – Karya sastra lahir dari rahim masyarakat. Ia kemudian tumbuh di tengah-tengah mereka, menjadi “sosok” yang memengaruhi orang-orang di sekitarnya. Sekecil apapun, sebuah produk sastra tak akan bisa lepas dari mana ia berasal. Budaya, tradisi, kultur sosial, adat, dan unsur-unsur lokal lain tak akan lepas dari karya tersebut.

Lahir di Indonesia, akan terlihat aneh saat karya sastrawan negeri ini kemudian dikritik menggunakan pendekatan dari Barat. Namun, hal inilah yang terjadi di Indonesia khususnya, dan masyarakat Asia Tenggara pada umumnya.

Sastra barat yang berkembang jauh lebih dulu dibanding sastra Asia Tenggara memang begitu mempengaruhi sastra di negeri ini. Hal itu tak bisa disalahkan. Namun demikian, untuk kebaikan dan eksistensi sastra “dunia timur”, para sastrawan, kritikus, atau siapapun yang berkepentingan dalam dunia sastra di Asia Tenggara haruslah berbuat lebih banyak.

Baca juga: Rindu Tanah Air, Orang Indonesia Bikin Pasar Hamburg

Menyikapi hal itu, Indonesia yang menjadi tuan rumah Seminar Antarbangsa Kesusastraan Asia Tenggara (SAKAT) ke-13 pun mencoba mengangkat tema “Teori dan Kritik Sastra Loka (Sastra Tempatan)”.

Dilangsungkan di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, seminar yang berlangsung pada 11-14 September 2017 ini pun fokus membahas berbagai topik kesusastraan Timur, mulai estetika, teori, hingga kritik karya-karya sastra di Asia Tenggara.

Perwakilan Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan Thailand atau yang biasa disebut Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera), duduk bersama membahas permasalahan dunia sastra di Asia Tenggara. Tak lupa, mereka juga “memamerkan” karya-karya sastra buah cipta sastrawan masing-masing negara.

Mastera merupakan forum yang dideklarasikan pada 1995 lalu di Bukittinggi, Sumatera Barat. Majelis kesusasteraan ini dibuat dengan tujuan untuk memperkenalkan Sastra Melayu ke kancah Internasional. Adapun keanggotaan Mastera diwakili oleh lembaga-lembaga kebahasaan masing-masing negara anggota.

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Indonesia, Dadang Sunendar, mengatakan, SAKAT diharapkan bisa menjadi momentum diseminasi hasil pengembangan teori dan kritik sastra loka atau tempatan yang pernah ada.

“Forum ini juga menjadi ajang tukar pikiran demi kemajuan pengkajian sastra terkini, baik di kawasan Asia Tenggara maupun di dunia secara umum," ungkap Dadang, dinukil dari Detikcom.

Pada pembukaan SAKAT, Indonesia memberikan penghargaan kepada para pemenang sastrawan muda Mastera, yakni Norman Erikson Pasaribu dari Indonesia, Hajah Nur Hamizah Binti Haji Samiho dari Brunei Darussalam, Nisa Haron dari Malaysia, dan Hassan Hasaaree dari Singapura.

Baca juga: Tebarkan Semangat Kartini, Komunitas Taman Belajar Jepara Gelar Festival Literasi I

Beberapa topik menarik pun disajikan dalam seminar empat hari ini. Teori nilai sastra yang sempat digagas sastrawan masyhur Tanah Air, Sutan Takdir Alisyahbana, menjadi salah satu bahasan paling menarik.

Selain itu, tema-tema seperti sastra profetik, sastra bernapaskan ajaran Islam, dan estetika paradoks ala Jakob Sumardjo juga menjadikan forum ini lebih greget.

Sejumlah karya sastra juga diluncurkan dalam forum tersebut. Karya-karya itu merupakan produk Mastera hasil Program Penulisan Mastera. Beberapa buku yang diluncurkan di antaranya Kritik Sastra Lintas Budaya Serantau: Puisi, South East Asia Literary and Cultural Rendezvous (Penerjemahan Esai Terpilih), Nasihat Murang-Maring Pengarang Seksi (Antologi Esai Mastera), Setrika Kabut (Antologi Puisi Mastera), dan Demit dan Mikrocip (Antologi Drama Mastera).

Pada tanggal 13-14 September, acara dilanjutkan dengan Sidang Mastera ke-23. (GIL/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: