BerandaPasar Kreatif
Sabtu, 14 Okt 2022 15:02

Sekepal Cerita Suki Onigiri Minimarket

Suki Onigiri yang banyak dijual di minimarket. (sukionigiri.com)

Suki Onigiri yang bisa kamu temui di dekat kasir minimarket ternyata berawal dari sebuah bisnis rumahan lo. Seperti apa ya cerita bisnis yang nggak biasa ini?

Inibaru.id – Kalau kamu mampir di minimarket, pasti bakal menemukan satu penganan unik yang disajikan di depan kasir. Penganan tersebut dibuat dari bahan nasi dan berbentuk segitiga. Jenamanya adalah Suki Onigiri.

Lauk yang bisa kamu pilih dari penganan ini cukup bervariasi. Ada yang berupa daging ikan tuna, sapi, ayam, ikan teri, dan lain-lain. Yang menarik, Suki Onigiri ini ternyata nggak dibuat oleh minimarket tersebut, lo, melainkan dibuat oleh usaha rumahan yang ada di Godean, Yogyakarta.

Omong-omong, onigiri dikenal luas sebagai makanan khas Jepang dalam bentuk bola-bola nasi. Dulu, onigiri dikenal sebagai bekal para prajurit atau samurai untuk pergi bertempur. Bekal yang sama juga dibawa para prajurit Jepang saat Perang Dunia II. Bahkan, menurut catatan VOI, (29/10/2021), onigiri sudah eksis sejak era Yayoi (300 SM – 250)

Nah, Suki Onigiri yang bisa kamu temui di minimarket yang berlokasi di Yogyakarta, Solo, Semarang, Bandung, Surabaya, dan Jakarta ini juga terinspirasi dari onigiri khas Jepang tersebut. Soalnya, yang membuat onigiri ini pernah mencicipi penganan aslinya langsung di Jepang.

Sang pembuat Suki Onigiri tersebut adalah Uum Faida. Perempuan yang kini berusia 40 tahun tersebut sempat tinggal di Jepang antara 2008 sampai 2012 tatkala menemani suaminya mengejar gelar S3 di Chiba University.

Tatkala di Jepang, Uum mengaku sering kesulitan membuka kemasan plastik dari onigiri yang juga bisa dibeli di minimarket-minimarket di Negeri Matahari Terbit. Nah, kenangan tentang hal ini ternyata cukup kuat sampai membuat Uum merasakan adanya peluang untuk membuka bisnis onigiri di Indonesia.

“Saya mulai membuat onigiri di rumah (Yogyakarta) akhir 2013. Awalnya masih memakai cara manual, termasuk dalam membuat bungkusnya,” ujar istri dari dosen Fakultas Kedokteran UGM tersebut sebagaimana dilansir dari Mojok, Rabu (13/10/2022).

Suki Onogiri awalnya hanya produksi rumahan. (Sukionigiri.com)

Setelah merasa racikannya sudah paling mirip dengan yang dia rasakan di Jepang, Uum pun mulai menjajakan onigiri ke SMAN 3 Yogyakarta dan SMPN 5 Yogyakarta. Di sana, onigiri Uum laris manis. Dia pun semakin melebarkan sayap dengan menjualnya di kantin UGM.

Pada awal 2014, Uum yang semakin merasakan perkembangan positif dari bisnis onigirinya mengambil langkah drastis, yaitu menyiapkan jajanannya agar bisa dijual di jejaring minimarket Indomaret. Dia pun mempersiapkan perizinan, legalitas LPPOM, sertifikasi halal, dan lain-lain.

Hambatan lain yang harus dia cari solusinya adalah memastikan distribusi onigirinya cepat mengingat makanan ini hanya bisa bertahan selama sehari. Meski persiapannya cukup berat, Uum sangat yakin produknya laris karena saat itu belum ada satu pun orang yang memasarkan penganan yang sama sepertinya.

Ternyata, presentasinya membuat Indomaret tertarik. Dia pun diberi kesempatan menempatkan produk onigirinya di lima gerai minimarket yang ada di Kota Pelajar. Hal ini membuat Uum menambah jumlah produksi onigirinya dari yang hanya 200 bungkus menjadi 1.000 bungkus per hari.

Keyakinannya berbuah manis. Onigirinya sangat diminati dan kini merambah minimarket-minimarket lainnya seperti Alfamart dan Circle K. Jumlah gerai minimarket yang dia suplai pun semakin banyak, termasuk di kota-kota besar lainnya.

Kini, pabrik Suki Onigiri nggak hanya bisa kamu temui di Yogyakarta, melainkan juga di Bandung, Jawa Barat, dan Malang, Jawa timur. Uum yang semula memproduksi onigiri sendiri kini memiliki 400 orang karyawan yang siap sedia membantunya menyediakan penganan siap makan ini setiap hari.

Kisah Suki Onigiri minimarket ini ternyata cukup menarik, ya Millens. (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Mengenal 4 Budaya Kota Semarang yang Kini Berstatus Warisan Budaya Takbenda

21 Nov 2024

Memahami Perempuan Korea di Buku 'Bukannya Aku Nggak Mau Menikah' Karya Lee Joo Yoon

21 Nov 2024

AI Bikin Cerita Nyaris Sempurna, Tapi Nggak Mampu Bikin Pembaca Terhanyut

21 Nov 2024

Dilema Membawa Anak ke Tempat Kerja

21 Nov 2024

La Nina Masih Berlanjut, BMKG Minta Kita Makin Waspada Bencana Alam

21 Nov 2024

Kematian Bayi dan Balita: Indikator Kesehatan Masyarakat Perlu Perhatian Serius

21 Nov 2024

Ketua KPK Setyo Budiyanto: OTT Pintu untuk Ungkap Korupsi Besar

22 Nov 2024

Menelisik Rencana Prabowo Pengin Indonesia Hentikan Impor Beras Mulai 2025

22 Nov 2024

Meriung di Panggung Ki Djaswadi, sang Maestro Kentrung dari Pati

22 Nov 2024

Menemukan Keindahan dalam Ketidaksempurnaan, Itulah Prinsip Wabi-Sabi

22 Nov 2024

Mencegah Kecelakaan Maut di Turunan Silayur, Ngaliyan, Semarang Terulang

22 Nov 2024

Apa Alasan Orang Jepang Tidur di Lantai?

22 Nov 2024

Rute Baru Semarang-Pontianak Resmi Dibuka di Bandara Ahmad Yani Semarang

22 Nov 2024

Bagaimana Sebaiknya Dunia Pariwisata Menghadapi Kebijakan PPN 12 Persen?

23 Nov 2024

Asal Mula Penamaan Cepogo di Boyolali, Terkait Peralatan Dapur

23 Nov 2024

Mengapa Warna Bangunan di Santorini Dominan Putih dan Biru?

23 Nov 2024

Kekerasan pada Perempuan; Siapa yang Salah?

23 Nov 2024

Wejangan Raden Alas: Warga Blangu, Sragen Dilarang Beristri Dua

23 Nov 2024

Alokasi Ditambah, Serapan Pupuk Bersubsidi di Jawa Tengah Capai 60,23 Persen

23 Nov 2024

Menguak Sejarah dan Alasan Penamaan Tulungagung

24 Nov 2024