Inibaru.id – Musim kemarau menjadi waktu yang tepat bagi masyarakat Dukuh Lempuyang, Desa Surjo, Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, untuk memanen madu. Wahidin, salah seorang warga dukuh tersebut, nggak perlu pergi ke hutan untuk mencari sarang madu, karena dia memilikinya di rumah.
Wahidin nggak bisa disebut sebagai petani madu karena hanya memiliki dua kotak sarang lebah di rumahnya. Keduanya diletakkan di dekat atap rumahnya. Bagi masyarakat Dukuh Lempuyang, memiliki 2-3 kotak sarang madu seperti itu memang cukup lazim.
Sedikit informasi, petani madu biasanya menggunakan sarang madu buatan berupa boks kayu yang di dalamnya berisikan frame atau bingkai dari kayu yang disusun rapi sebagai tempat lebah bersarang. Ratu lebah diletakkan di dalam boks untuk membuat sarang dan melahirkan lebah-lebah pekerja.
Sarang yang dikenal sebagai kotak apiari itu biasanya diletakkan di dekat tumbuhan berbunga. Yang paling umum adalah di kebun kopi, karet, randu, atau kelengkeng. Namun, karena bukan sebagai komoditas utama, Wahidin hanya meletakkan kedua sarang miliknya itu di rumah, tepat di bawah atap.
Kering dan Terlindung dar Hujan
Wahidin mengatakan, sengaja meletakkan kedua kotak itu agak tinggi untuk memudahkan lebah datang dan membangun istana di sana. Sebetulnya nggak ada aturan khusus terkait peletakan sarang itu. Bisa di mana saja, yang penting tempatnya kering dan aman dari hujan. dan asap berlebih.
"Selain aman dari hujan juga tidak terpapar asap berlebih agar lebah nyaman hinggap di situ, membangun sarang, dan menghasilkan banyak madu," tuturnya di pekarangan rumahnya, belum lama ini. “Biasanya kami pasang kotak itu pas musim bunga, nanti dia (lebah) datang dengan sendirinya.”
Pada musim kemarau, panen madu bisa dilakukan sebulan sekali. Ini sekitar dua kali lebih banyak ketimbang saat musim penghujan yang hanya bisa 2-3 kali panen dalam semusim, dengan catatan kondisi lingkungan untuk memproduksi madu mendukung.
"Lokasi saya yang dekat dengan kebun kopi akan membuat lebah memproduksi madu lebih banyak saat blanggreng (bunga kopi) mulai keluar. Sementara itu, di kawasan pegunungan yang lebih sering turun hujan akan membuat panen madu terasa lebih lama," terangnya sembari menunjukkan hasil panennya.
Panen saat Malam
Wahidin mengugkapkan, jika lebah yang bersarang banyak, waktu panen setelah peletakan kotak hanya membutuhkan waktu nggak lebih dari dua bulan. Memanennya nggak boleh asal ambil. Dia biasanya memilih waktu panen pada malam hari untuk menghindari sengatan lebah saat menurunkan kotak.
"Setelah kotak di bawah, saya bikin asap dengan membakar kain untuk menghalau lebah agar menjauh dari kotak. Satu per satu sarang dicek, lalu diambil yang ada madunya. Untuk mengeluarkan madu, sarang diperas dengan bantuan kain bersih," jelasnya.
Nggak hanya untuk konsumsi pribadi, jika hasilnya cukup banyak, Wahidin acap menjual madu hasil panen tersebut seharga Rp150 ribu per botol. Tiap panen, dia mengaku rata-rata bisa menghasilkan lebih dari dua botol, tergantung banyaknya bunga yang mekar, karena madu dihasilkan dari nektar bunga.
"Karena termasuk murni, madu yang dihasilkan biasanya agak gelap dan lebih cair dibanding yang ada di pasaran, tapi dari segi rasa nggak jauh berbeda. Paling nikmat jika dimakan langsung beserta sarangnya," tandasnya sebelum menjemba sepotong sarang lebah berlumur madu lalu menyesapnya.
Karena nggak berasal dari satu jenis bunga, madu yang dihasilkan Wahidin terbilang kaya rasa. Legit, dengan sedikit rasa asam di lidah. Namun, yang paling menarik adalah aromanya yang akan mengingatkan kamu pada taman multi-flora dengan dominasi wangi bunga kopi yang manis. (Sekarwati/E10)
