BerandaPasar Kreatif
Rabu, 15 Feb 2022 08:00

Kans Bisnis Mamey Sapote, si Manis nan Eksotis dari Meksiko

Mamey sapote, sawo asal Meksiko berukuran sekepal tangan orang dewasa. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Mamey Sapote atau lebih akrab disebut 'Sawo Meksiko' belakangan mulai dilirik sebagai komoditas bisnis yang menggiurkan di Indonesia. Harganya yang mahal membuat si manis nan eksotis dari Meksiko tersebut mulai dibudidayakan di pelbagai tempat.

Inibaru.id – Ekspedisi penakluk Spanyol Hernán Cortés ke Honduras pada 1524 pasca-kejatuhan Kekaisaran Aztec di Meksiko dicatat sebagai batu lompatan "keberhasilan" Eropa di Amerika. Namun, sedikit yang tahu rumor bahwa Cortés hanya makan buah sebagai sumber energi utama kala itu.

Dalam perjalanan sejauh 700 mil tersebut, Cortés dan pasukannya cuma mengonsumsi mamey sapote, sejenis sawo seukuran bola sepak yang tumbuh liar di hutan Meksiko. Konon, inilah yang membuat buah kaya serat dan vitamin C ini tersebar luas dari Meksiko hingga Amerika Tengah dan Karibia.

Hingga kini, mamey sapote atau lebih akrab dikenal sebagai sawo Meksiko masih banyak dikonsumsi masyarakat luas, menjadi satu dari sedikit buah pra-Hispanik yang bertahan di era modern. Dalam skala kecil, buah tropis ini juga diproduksi di Australia, Malaysia, Filipina, dan Indonesia.

Oya, di negeri ini, mamey sapote belakangan tampak mulai dilirik masyarakat, khususnya para pencinta tanaman eksotis. Sejumlah petani pun mulai membudidayakannya. Di media sosial, kamu bisa dengan mudah menemukan lapak penjual mamey sapote, baik bibit tanaman atau buahnya.

Buah Langka nan Mahal

Beragam jenis bibit mamey sapote yang dibudidayakan di Jatimas Nursey, Mijen, Semarang. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Sebiji mamey sapote memiliki berat sekitar 3-4 kilogram. Di Indonesia, harganya bisa mencapai Rp 300 ribu. Tentu saja ini menjadi komoditas yang cukup menggiurkan dan laik menjadi ladang bisnis. Namun, apa yang membuat buah supermanis tersebut dihargai bahkan lebih mahal dari durian?

Sekitar dua minggu silam, saya bertemu dengan seorang pembibit mamey sapote di Kota Semarang, Jawa Tengah. Namanya, Nanad Tri Yunadi Putra. Dialah pemilik Jatimas Nursey Mijen, yang mengklaim mamey sapote sebagai salah satu buah langka termahal di Indonesia.

Nggak berlebihan menyebut pemuda murah senyum ini sebagai salah seorang pemain lama di dunia pembibitan "sawo raksasa" tersebut. Kali pertama mengenal mamey sapote pada 2014, dia kini telah menanam sekitar 700 bibit tanaman yang bisa mencapai tinggi 45 meter tersebut.

Dalam melakukan budi daya mamey sapote, Nanad mengaku menggunakan tiga metode. Untuk memperbanyak bibit, dia melakukan metode penanaman biji, pencangkokan, dan penempelan atau okulasi.

"Sekarang sudah ada 700 bibit. Target saya seribu bibit mamey sapote," ujarnya seraya mengembuskan asap rokok dari mulutnya, Minggu (30/01/22).

Okulasi Jadi Cara Terbaik

Salah satu cara memperbanyak tanaman mamey sapote dengan teknik okulasi. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Saya semula menduga, mahalnya harga mamey sapote di pasaran Tanah Air disebabkan oleh cara budi dayanya yang sulit atau memakan waktu lama. Namun, dugaan ini dibantah Nanad. Menurutnya, budi daya tanaman yang secara alami akan berbuah setelah 7 tahun ditanam itu sangatlah gampang.

"Mamey sapote ini pohon 'badak', Mas," celetuk Nanad sembari menunjukkan deretan bibit-bibit tanaman tersebut. "(Tanaman ini) kuat pada segala cuaca, termasuk panas atau dingin yang ekstrem."

Sementara, untuk ketiga metode memperbanyak bibit yang dikembangkannya, Nanad mengaku lebih condong pada okulasi. Menurut lelaki yang gemar bertopi tersebut, okulasi memiliki persentase keberhasilan paling besar.

"Biji dan cangkok biasa menuai hasil 6/10, tapi kalau okulasi bisa sampai 8/10," bebernya.

Nggak hanya dari segi keberhasilan, okulasi dipilihnya juga karena metode tersebut membuat pohon lebih cepat menghasilkan buah. Metode ini, lanjutnya, bisa membuat pohon berbuah jauh lebih cepat ketimbang budi daya cangkok yang memerlukan 2-3 tahun untuk berbuah.

"Kalau tanam biji bisa jauh lebih lama lagi (dari cangkok)!" tukas lelaki yang masih tercatat sebagai perawat di salah satu rumah sakit pemerintah di Semarang tersebut, lalu tertawa.

Ditanam di Pekarangan Rumah

Nanad menyiapkan media tanam untuk bibit mamey sapote kepunyaannya. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Berbeda dengan pohon durian yang membutuhkan lahan luas untuk tumbuh, mamey sapote lebih bisa bersahabat dengan permukiman di perkotaan karena masih memungkinkan ditanam di pekarangan rumah. Menurut Nanad, tanaman ini nggak rewel dan tetap bisa tumbuh di dataran rendah.

"Di negara asal (Meksiko), mamey sapote tumbuh pada wilayah tropis yang mirip Indonesia, kok. Yang penting cukup pupuk dan air,” saran Nanad, yang kemudian merekomendasikan seseorang yang berhasil mengembangkan mamey sapote di pekarangan rumah.

Dari rekomendasi Nanad, saya bertemu Pratama Yuli Atmaja. Yuli, begitu dia biasa disapa, menanam pohon mamey sapote dalam lebihan lahan di depan rumahnya yang berukuran satu meter persegi saja. Dia juga nggak memberikan perlakuan pada tanaman berbuah kaya gula tersebut.

"Empat tahun habis ditanam, akhirnya muncul buah mamey sapote pertama di pohon ini," serunya senang sembari menunjukkan pohon mamey sapote setinggi sekitar empat meter di pojok depan rumahnya yang berlokasi di Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang.

Pohon mamey sapote kepunyaan Yuli nggak terlalu rindang, laiknya kebanyakan pohon sawo. Daunnya hijau. Dahannya kokoh. Lelaki yang mengaku dikompori Nanad untuk menanam mamey sapote itu mengaku senang bisa memiliki pohon yang dianggap eksotis tersebut.

"Saya baru tahu kalau mamey sapote prospektif ya setelah panen," ungkap Yuli. "Panen tahun pertama nggak ada 20 buah, tapi tahun berikutnya melonjak sampai 29 buah."

Kans Mamey Sapote di Indonesia

Menyiram bibit mamey sapote dua kali sehari diperlukan agar tanaman tumbuh dengan baik. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Dari segi tekstur dan rasa, buah mamey sapote nggak jauh berbeda dengan sawo kecik (Manilkara kauki) yang banyak ditemukan di Indonesia, khususnya Jawa. Sawo kecik sudah dikenal sangat manis, tapi menurut saya mamey sapote jauh lebih manis.

Sementara, untuk tekstur, mamey sapote yang warna buahnya lebih terang ketimbang sawo kecik terasa lembut di mulut. Ini sedikit berbeda dengan sawo kecik yang agak berserat, meski sama-sama lembut saat digigit.

Oya, selain bentuknya jauh lebih besar, mamey sapote juga hanya memiliki satu biji seukuran kuning telur ayam, berbeda dengan sawo kecik yang memiliki sekitar lima biji. Di Indonesia, biji mamey sapote diperjual belikan sebagai benih, tapi nggak ada harga pastinya.

Kalau tertarik membudi dayakan mamey sapote seperti Nanad dan Yuli, menurut saya lebih baik kamu membeli bibitnya saja. Satu pohon setinggi satu meteran dibanderol sekitar Rp 750 ribu hingga Rp 1 juta, sedangkan ukuran yang lebih besar dari itu dihargai Rp 3,5 juta sampai Rp 5 juta.

Perlu kamu tahu, sejak mamey sapote berbuah, butuh 10-12 bulan agar buah matang dan siap dipetik. Kamu juga harus memeram buah tersebut 2-4 hari pascapetik untuk bisa mengonsumsinya. Harga satu buah mamey sapote matang berkisar antara Rp 250 ribu hingga Rp 300 ribu.Wah, menarik, bukan? Ke depan, berbisnis dari buah eksotis mamey sapote bisa semanis rasanya nggak ya, Millens? (Kharisma Ghana Tawakal/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: