Inibaru.id – Budaya dan tradisi di Indonesia nggak bisa lepas dari pengaruh masyarakat Tionghoa. Mereka telah berinteraksi dengan nenek moyang kita bahkan sejak negeri ini masih disebut Nusantara. Maka, nggak mengherankan kalau kita pun begitu lekat dengan seni pengobatan tradisional di sana yang kini dikenal sebagai Traditional Chinese Medicine (TCM).
Kendati sebagian besar masyarakat Indonesia hanya menjadikan TCM sebagai terapi paliatif atau penyembuh alternatif saat dokter atau rumah sakit dianggap gagal memberi dampak positif, nyatanya keberadaan klinik dan pusat terapi pengobatan ini masih menjamur di banyak daerah, salah satunya di Kota Semarang.
Di Kota Lunpia, nggak sulit menemukan pusat pengobatan tradisional yang konon sudah berkembang di Tiongkok sejak ribuan tahun silam ini. Salah satu tempat yang paling mudah ditemukan adalah klinik-klinik terapi akupunktur.
Akupunktur atau tusuk jarum, berasal dari bahasa Latin acus yang berarti jarum dan pungere yang berarti menusuk, adalah teknik menusukkan jarum ke titik tertentu di dalam tubuh untuk tujuan kesehatan, kebugaran, dan pemulihan rasa sakit. Oya, gimana cara kerja akupunktur?
Lebih Dekat dengan Akupunktur
Laiknya obat herbal dan pijat tui na, akupunktur menjadi bagian nggak terpisahkan dari TCM. Ilmu akupunktur berakar dari filsafat Taois yang kemudian memunculkan pengobatan klasik Tionghoa. Oya, pengobatan klasik sempat dilarang di Tiongkok pada masa pemerintahan Partai Nasionalis Tiongkok.
Pengobatan klasik baru boleh dipraktikkan kembali pada 1960-an. Bahkan, Mao Zedong, penguasa Tiongkok kala itu, memerintahkan para dokter terbaik untuk membuat standardisasi pengobatan tersebut, lalu terciptalah TCM.
Di Tiongkok, TCM menjadi seni pengobatan yang dipelajari hingga bangku kuliah. Seni pengobatan yang semula begitu lekat dengan unsur kosmologis pun mulai ditanggalkan, berganti menjadi ilmu ilmiah yang terus mengalami perkembangan.
Wahyu Stephanie, terapis akupunktur Semarang yang baru saja menyelesaikan kuliah S2-nya di Tianjin University of Traditional Chinese Medicine, Tiongkok, mengatakan, tujuan ilmu akupunktur sejatinya adalah untuk mencegah penyakit datang. Tapi, fungsinya sekarang bergeser jadi sarana penyembuhan.
"Nggak dimungkiri, sekarang orang datang (ke pusat terapi akupunktur) setelah menyadari ada penyakit bersemayan di tubuhnya,” terang perempuan berjilbab yang buka praktik di Pedurungan tersebut kepada Inibaru.id, belum lama ini.
Oya, Wahyu mulai mempelajari metode pengobatan tradisional Tionghoa pada 2009. Empat tahun kuliah jurusan TCM di Yunnan University of Traditional Chinese Medicine dan setahun magang di Kunming City Traditional Chinese Medicine Hospital, Wahyu kembali ke Indonesia dan mulai membuka praktik di Kediri, Jawa Timur.
Pada 2017, gadis asal Kabupaten Kudus itu mendapat beasiswa S2 dari pemerintah Tiongkok di Tianjin University of Traditional Chinese Medicine. Dia mengambil jurusan Clinical Discipline of Chinese and Western Integrative Medicine spesialisasi Penyakit Dalam tentang ginjal.
Keseimbangan Hidup Manusia
Wahyu mengatakan, TCM, terkhusus akupunktur, adalah pengobatan yang didasari oleh konsep Ying dan Yang, yakni tentang keseimbangan hidup pada manusia. Kendati bertolak belakang, konsep ini diyakini bisa membuat tubuh dan pikiran netral jika diterapkan dengan benar.
"Akupunktur itu semacam pain killer, bisa memperlancar aliran darah dan energi dalam diri manusia," terang perempuan yang hobi traveling tersebut. "Terapi ini juga dapat memperbaiki fungsi organ-organ penting di tubuh kita."
Sembari menunjukkan sejumlah peralatan akupunktur yang biasa dipakainya setiap hari, Wahyu pun menambahkan, hampir semua penyakit memungkinkan untuk disembuhkan dengan akupunktur, mulai dari stroke, kista, kanker, tumor, penyakit terkait saraf, sampai keluhan pada tulang.
"Masalah kewanitaan dan kesuburan juga bisa, kok!” tuturnya, promosi.
Sebelum melakukan terapi, agar tepat sasaran, Wahyu biasanya akan terlebih dulu mendeteksi tubuh pasiennya. Proses deteksi dilakukan melalui empat cara, yakni melihat atau mengamati (wàng), menghidu (wén), mewawancarai (wèn), dan meraba (qiè).
Setelah melakukan diagnosis awal terhadap pasien, Wahyu biasanya akan segera menentukan titik mana saja yang akan ditusuk jarum. Untuk mendapatkan titik akupunktur yang tepat, dia biasanya memencet bagian kulit tersebut, lalu mengolesinya dengan alkohol, dan segera menusukkan jarum baru yang masih steril.
"Kalau terapi (menusukkan jarum ke tubuh) biasanya sekitar 15-20 menit saja. Selain itu, pada kondisi tertentu pasien juga diberi stimulus listrik pakai stimulator yang terhubung ke jarum," ungkapnya begitu selesai menerapi seorang pasien.
Didukung Peralatan Modern
Kendati disebut pengobatan tradisional, akupunktur sangatlah jauh dari kesan zadul. Ilmu berusia ribuan tahun ini agaknya berhasil beradaptasi dengan pelbagai peralatan modern. Hal ini kentara sekali dari ruangan praktik dan sejumlah peralatan yang ada di tempat praktik Wahyu.
Wahyu mengungkapkan, perangkat akupuntur saat ini memang telah sesuai standar kesehatan dunia. Untuk jarum, misalnya, pihaknya selalu menggunakan jarum steril sekali pakai atau disposable. Dia juga menggunakan stimulator listrik dan peralatan elektronik lain untuk menunjang proses terapi.
Dalam menjalankan praktik akupunktur, Wahyu memang tampak berupaya memberikan yang terbaik, termasuk peralatan paling mutakhir dan pelayanan paripurna. Dia juga terlihat sangat berhati-hati serta paham betul apa yang harus dilakukannya pada tiap pasien yang datang.
“Memang harus berhati-hati. Akupunktur itu, untuk titik tertentu memang harus lebih berhati-hati dan waspada karena menyangkut pembuluh darah. Pada titik tertentu juga bisa menjangkau organ-organ vital pada tubuh manusia,” paparnya serius.
Sembari menunjukkan beberapa jenis jarum yang dipakainya, Wahyu menjelaskan bahwa ketebalan dan panjang jarum yang dipakai untuk akupunktur berbeda-beda. Pun demikian dengan kedalaman jarum saat ditancapkan ke tubuh.
"Ini (jarumnya) bermacam-macam ukuran, mulai dari 0,1 dan 0,2 cun (1 cun=33,33 milimeter). Jadi, nggak bisa sembarangan!" pungkas perempuan berkacamata tersebut, lalu tersenyum.
Meski masih ada pihak yang menganggap akupunktur sebagai placebo atau pengobatan yang nggak berdampak apa pun bagi pasien, banyak orang di berbagai belahan dunia telah menjadikan pengobatan ini setara dengan ilmu kedokteran Barat yang dianggap lebih modern, lo! (Kharisma Ghana Tawakal/E03)