Inibaru.id – Obat paten yang banyak beredar di apotek kerap menjadi rujukan masyarakat modern. Namun, pengobatan tradisional Tionghoa rupanya juga masih bertahan dan bahkan nggak kalah peminat. Buktinya, sebuah klinik akupunktur di Kota Semarang hampir selalu dipenuhi antrean pasien saban hari.
Perlu kamu tahu, akupunktur adalah bagian dari seni pengobatan tradisional Tionghoa yang memakai media jarum sebagai terapi. Cara kerjanya, jarum ditusukkan ke bagian tubuh tertentu pada pasien. Jumlah dan lokasi penusukan jarum berbeda pada tiap pasien, tergantung diagnosis penyakit, analisis sindrom, dan titik akupunktur yang tepat berdasarkan teori pengobatan berusia ribuan tahun itu.
Nah, di klinik yang berlokasi di kawasan Gayamsari, Kota Semarang, tersebut, hampir tiap hari selalu ada pasien yang mengantre. Adalah Wahyu Stephanie, terapis akupunktur lulusan Tiongkok yang sehari-hari menerima pasien di klinik tersebut.
Wahyu belum lama membuka praktik di Semarang. Sebelumnya, perempuan asal Kabupaten Kudus tersebut mukim di Kediri, Jawa Timur. Namun, setelah menyelesaikan kuliah S2-nya di Tianjin University of Traditional Chinese Medicine, Tiongkok, pada 2020, perempuan berjilbab ini memilih menjadi terapis di Semarang yang lebih dekat dengan rumahnya.
Pengalaman Pertama dan Yang Rutin Terapi
Nggak semua pasien yang mengantre di klinik Wahyu adalah pasien langganannya. Beberapa dari mereka bahkan terbilang sekadar coba-coba menjajal pengobatan tradisional Tionghoa, utamanya akupunktur. Salah seorang pengantre itu adalah Joyo, yang menyambangi klinik belum lama ini.
Lelaki paruh baya itu mengaku baru kali itu mencoba akupunktur. Kendati demikian, dia sama sekali nggak merasa gentar atau takut. Namun, diakuinya, dia sedikit bingung dengan metode pengobatan yang konon sudah ada sejak sebelum masehi tersebut.
"Iya, yang saya bingung, kok jarum bisa menyembuhkan penyakit,” terangnya sembari menunggu antrean. Nggak lama kemudian, giliran dia diterapi pun tiba.
Seusai diterapi, mimik muka Joyo memang sama sekali nggak menunjukkan ketegangan. Dengan santai dia keluar. Dia juga mengatakan, nggak ada efek apa pun saat tubuhnya ditusuk jarum, termasuk rasa sakit atau luka.
“Belum ada efek (negatif) apa-apa. Nggak tahu, mungkin nanti atau memang tidak ada,” celetuknya santai. "Hasil (positif) juga belum terlihat. Mungkin butuh beberapa kali."
Untuk mendapatkan dampak positif akupunktur, pasien memang sebaiknya melakukan terapi beberapa kali secara rutin atau sesuai anjuran terapis. Hal inilah yang dirasakan Erlik Dwi Prasetyono. Lelaki 64 tahun ini mengaku sudah menjalani terapi akupunktur sebanyak 44 kali.
“Awal terapi itu dua kali dalam seminggu, selama 1,5 bulan. Habis itu seminggu sekali terapi, berjalan sampai sekarang sudah 44 kali," terang kakek tiga cucu tersebut via telepon, beberapa waktu lalu.
Proses Penyembuhan Bertahap
Perlahan tapi pasti, Erlik merasakan ada perubahan positif pada dirinya pascaterapi. Dia merasa tubuhnya membaik dan proses penyembuhan berangsur-angsur terjadi. Tentu saja ini membuatnya senang, sebab dia sudah mencoba pelbagai macam pengobatan dan belum membuahkan hasil.
“Beragam pengobatan sudah saya jalani, termasuk menyambangi lima dokter spesialis syaraf. Baru kali ini ada terasa hasilnya (setelah terapi akupunktur)," aku Erlik yang awalnya mengeluhkan rasa sakit di atas pantatnya.
Sebelum diterapi akupunktur, Erlik mengaku menderita satu penyakit yang bahkan sempat membuat lidahnya cadel dan mengalami stroke ringan. Meski sudah datang ke berbagai macam pengobatan, dia gagal mengetahui penyebab keluhan yang dideritanya sejak awal 2013 itu.
Semula, dia hanya menduga, rasa sakit itu muncul karena kebiasaannya mengantongi dompet di saku celananya. Namun, akhirnya hasil rontgen mengatakan ada syaraf yang terjepit di tubuhnya.
“Saya merasakan sakit dua tahun, lalu ditawari menantu saya yang punya teman terapis akupunktur di Kediri. Ya sudah, saya coba saja siapa tahu mujarab,” tuturnya.
Namanya juga ditusuk jarum, Erlik mengaku mengalami rasa sakit, tapi nggak seberapa dibanding penyakit yang dia derita. Menurutnya, sakit itu memang muncul saat penusukan jarum ke dalam tubuh, yang bagi dia wajar dan nggak perlu dipermasalahkan. Terlebih, keinginannya untuk sembuh jauh lebih besar.
Erlik justru sangat puas dengan dampak positif yang terjadi sekarang ini. Sebagai pasien, menurutnya pengobatan yang positif harus dipercayai. "Percaya bahwa pengobatan ini akan menyembuhkan kita. Itu penting!" serunya.
Namun demikian, dia nggak menampik kalau bisa saja terapi akupunktur yang cocok untuknya malah nggak sesuai bagi orang lain, menilik pengalamannya yang harus gonta-ganti dokter, obat, dan teknik penyembuhan dulu untuk menemukan metode yang cocok.
Saran yang menarik! Metode penyembuhan, baik tradisional atau modern, adalah dua hal yang bisa saling mengisi, karena tujuannya sama-sama mengobati. Eits, tapi daripada mengobati, mending kamu mencegahnya dengan menerapkan pola hidup sehat ya, Millens! (Kharisma Ghana Tawakal/E03)