Inibaru.id - Tarkam atau antarkampung bukanlah nama baru di kalangan pencinta sepak bola Tanah Air. Istilah ini biasanya melekat pada kompetisi sepak bola yang digelar antar-desa atau komunitas. Dulu, kompetisi itu hanyalah ajang mencari keringat. Namun, siapa sangka pandemi Covid-19 telah mengubahnya menjadi ladang bisnis yang bikin cuan banyak orang?
Laiknya liga resmi yang melibatkan tim "profesional" dengan pemiliknya, pelatih, sponsor, dan pemain-pemain yang digaji, sejumlah kompetisi tarkam kini juga demikian. Bukan sekadar untuk adu taktik dan kemampuan, kalau beruntung sepak bola tarkam juga bisa menguntungkan.
Keuntungan nggak hanya didapatkan pemilik klub, pemain, atau pelatih, tapi juga pihak luar seperti pembuat jersey, fotografer, sponsor, hingga pengelola stadion. Bahkan, nggak menutup kemungkinan kompetisi akar rumput yang kerap disebut fun football ini juga menarik minat bandar taruhan.
Suryo Putro, salah seorang pemain tarkam mengatakan, euforia sepak bola lokal nggak pernah sebagus sekarang. Sebelum wabah Covid-19 membuat kompetisi sepak bola resmi dihentikan, kompetisi lokal memang sudah ada, tapi nggak labih dari hobi dan semata olahraga.
"Ini benar-benar imbas pandemi, sih. Liga berhenti, stadion sepi. Dari situlah pemain sepakbola lokal mulai mencari jalan lain untuk tetap bisa bermain bola demi mencari kesenangan dan kesehatan," ujar pemilik klub sepak bola Puskas 21 FC itu, Jumat (10/9/2021).
Puskas 21 FC kepunyaan Suryo baru berdiri pada 1 April 2021 lalu. Namun, saat ini klub tersebut sudah memiliki 200 pemain aktif. Dalam sebulan, mereka sekurangnya akan bermain enam kali di lapangan yang berbeda-beda.
Hal ini menunjukkan betapa besarnya minat orang Indonesia pada si kulit bundar. Yang menarik, selain diisi pemain amatir atau pesepak bola "paruh waktu", klub-klub lokal ini juga diisi para profesional yang pernah menjadi skuad yang terlibat di kompetisi liga nasional.
Setiawan Sinaga, misalnya; Sebelum bermain di klub tarkam, dia adalah pemain Persik Kendal, klub sepak bola asal Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, yang sebelum pandemi tercatat sebagai kontestan di Liga 3. Setiawan, begitu dia biasa disapa, bergabung dengan klub lokal karena kompetisi nasional dihentikan.
"Tren sepakbola tarkam sekarang luar biasa melejit. Sebelum pandemi, nggak sebesar ini euforianya," ujar Setiawan. "Ini menarik sekali. Nggak hanya laki-laki, pemain perempuan juga banyak yang andil dalam euforia."
Berbagi Keuntungan
Sepak bola tarkam yang semula menjadi ranah yang lebih banyak dihuni kaum adam, kini juga mulai melibatkan kaum hawa. Lebih dari itu, mereka juga melibatkan jasa fotografer saat berlaga di lapangan. Kemudian, agar tampil maksimal, mereka pun mematut diri dengan jersey terbaik yang bisa berganti-ganti tiap kompetisi.
"Sekarang tiap main biasanya ada fotografernya. Tiap tim juga berlomba-lomba untuk pakai jersey yang kece agar kalau difoto hasilnya bagus," ujar Setiawan yang ditemui di Kendal, Jumat (10/9).
Tren baru tersebut rupanya berimbas cukup signifikan pada besarnya permintaan kostum klub dan jasa fotografer. Ini belum termasuk merchandise, pernak-pernik klub, dan hal-hal lain di luar lapangan yang tentu saja menguntungkan lebih banyak pihak. Hm, cara berbagi keuntungan yang menarik!
Saat ini, sebagian besar kota di Indonesia memiliki ratusan, bahkan mungkin ribuan, klub lokal yang aktif berkompetisi. Kamu tentu bisa membayangkan, berapa banyak pihak yang bakal menggunakan jasa pembuatan jersey, pernak-pernik, videografi, dan fotografi ini?
Maykel Rasi, seorang pemilik usaha pembuatan kostum klub alias jersey bernama R1 Sport Apparel di Kendal mengungkapkan, dia nggak memungkiri kalau bisnisnya saat ini tengah naik daun. Lelaki yang mengawali usaha dengan modal 25 juta itu mengaku beruntung.
Mengawali usaha pembuatan jersey di rumahnya pada Januari 2019, saat ini dia yang dibantu 10 karyawan mengaku mampu memproduksi sekitar 1.300 pcs jersey dalam sebulan. Per jersey dibanderol dengan dari Rp 90 ribu sampai Rp 210 ribu, tergantung bahan dan kualitasnya.
"Waktu memberanikan diri bikin usaha, tren bisnis ini memang sedang naik daun. Eh, ternyata sekarang tambah naik," ungkap lelaki yang akrab disapa Rasi ini, Jumat (10/9).
Seperti Rasi, F Ariel Setiaputra juga mengaku mampu merengkuh keuntungan lebih besar di tengah pandemi berkat tren kompetisi sepak bola tarkam yang digelar di mana-mana. Fotografer asal Kabupaten Semarang ini mengatakan, tawaran motret telah didapatkannya sejak 2020 silam.
"Iya, sejak September 2020 mulai dapat tawaran motret sepak bola tarkam. Sekali main, saya pasang tarif sekitar Rp 250 ribu," terangnya di Semarang, Jumat (10/9). "Semoga tren ini terus naik dari hari ke hari."
Ya, semoga tren tarkam ini bertahan dalam waktu yang sangat lama, meski liga sepak bola resmi Tanah Air sudah kembali digulirkan. (Triawanda Tirta Aditya/E03)