BerandaPasar Kreatif
Selasa, 18 Okt 2021 14:20

Cara Mudah Mengecek Keaslian Emas Menurut Penadah Perhiasan di Kota Semarang

Gerobak penadah emas yang bertebaran di sepanjang Jalan Peterongan Semarang. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Sama-sama berkilau, tapi nggak semua perhiasan yang terlihat 'asli' benar-benar terbuat dari emas. Lalu, gimana caa mudah mengecek keaslian emas? Simak penuturan penadah perhiasan di Kota Semarang ini, yuk!

Inibaru.id – Keaslian emas bisa dipastikan dengan keberadaan sertifikat atau nota pembelian yang biasa menyertainya. Namun, nggak semua emas yang dijual ke penadah emas pinggir jalan disertai bukti keaslian tersebut. Lalu, gimana mereka membedakan emas asli dengan palsu?

Untuk yang satu ini, kamu mungkin bisa menanyakannya ke Imbarni, seorang penadah emas yang biasa mangkal di kawasan Pecinan Kota Semarang, tepatnya di bahu Jalan KH Wahid Hasyim, Kauman, Semarang Tengah. Dengan sejumlah metode, lelaki 69 tahun itu memang selalu tahu keaslian emas yang akan dibelinya.

“Kalau mau membedakan emas palsu dengan asli itu gampang, tinggal siapkan batu gosok atau batu tes dan air keras. Itu saja,” terang Barni, sapaan akrab lelaki paruh baya tersebut, di balik gerobak kecil dari kayu bertuliskan "Beli Emas" yang menjadi lapak untuk menadah emas, belum lama ini.

Menjadi penadah emas sejak 1978 membuat Barni tahu betul gimana menyiasati penjual emas abal-abal yang mampir ke lapaknya. Bahkan, dia juga bisa menentukan kadar emas yang terkandung dalam suatu perhiasan hanya dengan menggunakan metode sederhana yang biasa dipakainya.

Pengalaman yang Berbicara

Batu gosok, salah satu media yang digunakan untuk mengetes keaslian emas. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Di kalangan penadah emas pinggir jalan Kota Semarang, nama Barni memang sudah dikenal cukup lama. Di balik gerobaknya, lelaki berkacamata itu biasanya tampak duduk tenang menanti pelanggan dari pagi hingga menjelang senja. Di depannya, perkakas patri dan timbangan tersedia; sepuntung rokok tersulut juga nggak luput dari jemarinya.

Barni saat ini mukim di kawasan Manyaran, Semarang Barat. Untuk bekerja, bapak tiga anak tersebut tiap pagi naik kendaraan umum ke kawasan pecinan. Tiba sekitar pukul 10.00 WIB, dia biasanya segera membuka lapak hingga tutup sekitar pukul 15.00 WIB.

Sekali ngangkot, Barni menghabiskan biaya sekitar Rp 10 ribu. Untuk ukuran orang yang dalam sehari belum tentu mendapat pelanggan, ongkos tersebut sejatinya lumayan besar. Namun, dia nggak pernah mengeluhkannya karena pekerjaan itulah yang selama ini menghidupi keluarganya.

Dia bahkan mengaku bersyukur sekarang sudah bisa mendirikan usaha sendiri. Saat memulai profesi sebagai penadah, dia mengaku ngikut orang. Namun, Krisis 1998 memaksanya keluar karena bosnya bangkrut dan usahanya kolaps. Berbekal pengalaman 20 tahun Barni pun memutuskan mendirikan usaha sendiri.

Mengetes Keaslian Emas

Dua air keras, putih dan kuning, yang menjadi alat pengetes keaslian emas. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Kendati terlihat mudah, menentukan emas asli dengan palsu nyatanya nggak segampang itu. Namun, dengan kesabaran, hal tersebut nggak mustahil dilakukan. Caranya, emas tinggal digosokkan sekali ke batu tes, lalu bekas gosokan itu ditetesi air keras.

“Pada gosokan pertama, teteskan air keras warna putih. Kalau bekas gosokan masih ada, bisa jadi itu betul-betul emas," tutur Barni, yang juga mengatakan emas yang dites bisa dalam bentuk apa saja, mulai dari perhiasan seperti cincin, kalung, atau anting, hingga emas batangan.

Selain keaslian, Barni juga punya cara untuk mengukur kualitasnya. Setelah dipastikan keasliannya, emas perlu digosokkan sekali lagi, lalu ditetesi air keras warna kuning. Jika, goresan emas itu nggak hilang, berarti kadar emasnya bagus. Sebaliknya, kalau hilang, kadarnya rendah.

“Emas kadar tinggi itu biasanya 75-85 persen, kalau di bawah itu hingga 25 persen bisa jadi emas muda atau yang kadarnya kecil,” ungkapnya.

Fakta dan Mitos Jual Beli Emas

Menggosokkan perhiasan ke batu gosok menjadi cara untuk memeriksa keaslian emas. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Grisyanti, seorang penadah emas yang memiliki lapak di Jalan Peterongan mengatakan, banyak anggapan seputar jual beli emas yang sejatinya hanyalah mitos, tapi kerap dianggap fakta. Salah satunya adalah terkait sertifikat atau nota penjualan yang dianggap dapat meningkatkan harga.

"Faktanya, nggak ngaruh!" sambut Grisyanti cepat, belum lama ini. "Mau pakai surat (sertifikat) atau tidak, harganya sama saja. Tidak ada kenaikan atau penurunan harga."

Mitos lain, lanjutnya, adalah terkait fluktuasi harga yang dipengaruhi oleh situasi keseharian masyarakat seperti masa panen atau kenaikan kelas. Menurutnya, anggapan bahwa harga emas akan turun saat sekolah memasuki semester baru atau akan naik saat masuk musim panen sama sekali nggak benar.

"Harga emas naik turun itu yang ngatur bursa emas nasional,” jelas Grisyanti yang selama menjadi penadah mengaku hanya mengambil keuntungan sekitar Rp 10 ribu per gramnya tersebut. "Jadi, misal hari ini harga emas Rp 860 ribu per gram. Ya sudah, kami naikkan sedikit harganya."

Grisyanti mengungkapkan, keuntungan menjadi penadah emas itu nggak banyak. Itu pun masih harus menghadapi risiko keaslian emas. Selain itu, dia juga harus sangat berhati-hati terkait muasal emas tersebut, karena bisa jadi barang yang dijual adalah ilegal atau hasil curian.

Sulit benar mencari rezeki halal ya, Millens? Salut untuk para penadah emas di Kota Semarang ini. Semoga nggak ada lagi yang tega mengerjai mereka dengan emas palsu atau hasil curian ya! (Kharisma Ghana Tawakal/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024