Inibaru.id – Keaslian emas bisa dipastikan dengan keberadaan sertifikat atau nota pembelian yang biasa menyertainya. Namun, nggak semua emas yang dijual ke penadah emas pinggir jalan disertai bukti keaslian tersebut. Lalu, gimana mereka membedakan emas asli dengan palsu?
Untuk yang satu ini, kamu mungkin bisa menanyakannya ke Imbarni, seorang penadah emas yang biasa mangkal di kawasan Pecinan Kota Semarang, tepatnya di bahu Jalan KH Wahid Hasyim, Kauman, Semarang Tengah. Dengan sejumlah metode, lelaki 69 tahun itu memang selalu tahu keaslian emas yang akan dibelinya.
“Kalau mau membedakan emas palsu dengan asli itu gampang, tinggal siapkan batu gosok atau batu tes dan air keras. Itu saja,” terang Barni, sapaan akrab lelaki paruh baya tersebut, di balik gerobak kecil dari kayu bertuliskan "Beli Emas" yang menjadi lapak untuk menadah emas, belum lama ini.
Menjadi penadah emas sejak 1978 membuat Barni tahu betul gimana menyiasati penjual emas abal-abal yang mampir ke lapaknya. Bahkan, dia juga bisa menentukan kadar emas yang terkandung dalam suatu perhiasan hanya dengan menggunakan metode sederhana yang biasa dipakainya.
Pengalaman yang Berbicara
Di kalangan penadah emas pinggir jalan Kota Semarang, nama Barni memang sudah dikenal cukup lama. Di balik gerobaknya, lelaki berkacamata itu biasanya tampak duduk tenang menanti pelanggan dari pagi hingga menjelang senja. Di depannya, perkakas patri dan timbangan tersedia; sepuntung rokok tersulut juga nggak luput dari jemarinya.
Barni saat ini mukim di kawasan Manyaran, Semarang Barat. Untuk bekerja, bapak tiga anak tersebut tiap pagi naik kendaraan umum ke kawasan pecinan. Tiba sekitar pukul 10.00 WIB, dia biasanya segera membuka lapak hingga tutup sekitar pukul 15.00 WIB.
Sekali ngangkot, Barni menghabiskan biaya sekitar Rp 10 ribu. Untuk ukuran orang yang dalam sehari belum tentu mendapat pelanggan, ongkos tersebut sejatinya lumayan besar. Namun, dia nggak pernah mengeluhkannya karena pekerjaan itulah yang selama ini menghidupi keluarganya.
Dia bahkan mengaku bersyukur sekarang sudah bisa mendirikan usaha sendiri. Saat memulai profesi sebagai penadah, dia mengaku ngikut orang. Namun, Krisis 1998 memaksanya keluar karena bosnya bangkrut dan usahanya kolaps. Berbekal pengalaman 20 tahun Barni pun memutuskan mendirikan usaha sendiri.
Mengetes Keaslian Emas
Kendati terlihat mudah, menentukan emas asli dengan palsu nyatanya nggak segampang itu. Namun, dengan kesabaran, hal tersebut nggak mustahil dilakukan. Caranya, emas tinggal digosokkan sekali ke batu tes, lalu bekas gosokan itu ditetesi air keras.
“Pada gosokan pertama, teteskan air keras warna putih. Kalau bekas gosokan masih ada, bisa jadi itu betul-betul emas," tutur Barni, yang juga mengatakan emas yang dites bisa dalam bentuk apa saja, mulai dari perhiasan seperti cincin, kalung, atau anting, hingga emas batangan.
Selain keaslian, Barni juga punya cara untuk mengukur kualitasnya. Setelah dipastikan keasliannya, emas perlu digosokkan sekali lagi, lalu ditetesi air keras warna kuning. Jika, goresan emas itu nggak hilang, berarti kadar emasnya bagus. Sebaliknya, kalau hilang, kadarnya rendah.
“Emas kadar tinggi itu biasanya 75-85 persen, kalau di bawah itu hingga 25 persen bisa jadi emas muda atau yang kadarnya kecil,” ungkapnya.
Fakta dan Mitos Jual Beli Emas
Grisyanti, seorang penadah emas yang memiliki lapak di Jalan Peterongan mengatakan, banyak anggapan seputar jual beli emas yang sejatinya hanyalah mitos, tapi kerap dianggap fakta. Salah satunya adalah terkait sertifikat atau nota penjualan yang dianggap dapat meningkatkan harga.
"Faktanya, nggak ngaruh!" sambut Grisyanti cepat, belum lama ini. "Mau pakai surat (sertifikat) atau tidak, harganya sama saja. Tidak ada kenaikan atau penurunan harga."
Mitos lain, lanjutnya, adalah terkait fluktuasi harga yang dipengaruhi oleh situasi keseharian masyarakat seperti masa panen atau kenaikan kelas. Menurutnya, anggapan bahwa harga emas akan turun saat sekolah memasuki semester baru atau akan naik saat masuk musim panen sama sekali nggak benar.
"Harga emas naik turun itu yang ngatur bursa emas nasional,” jelas Grisyanti yang selama menjadi penadah mengaku hanya mengambil keuntungan sekitar Rp 10 ribu per gramnya tersebut. "Jadi, misal hari ini harga emas Rp 860 ribu per gram. Ya sudah, kami naikkan sedikit harganya."
Grisyanti mengungkapkan, keuntungan menjadi penadah emas itu nggak banyak. Itu pun masih harus menghadapi risiko keaslian emas. Selain itu, dia juga harus sangat berhati-hati terkait muasal emas tersebut, karena bisa jadi barang yang dijual adalah ilegal atau hasil curian.
Sulit benar mencari rezeki halal ya, Millens? Salut untuk para penadah emas di Kota Semarang ini. Semoga nggak ada lagi yang tega mengerjai mereka dengan emas palsu atau hasil curian ya! (Kharisma Ghana Tawakal/E03)