Inibaru.id – Jembatan Mberok memiliki sejarah yang panjang bagi Semarang. Dahulu jembatan yang terletak nggak jauh dari Pasar Johar dan Pecinan ini bisa dibuka dan ditutup. Membelah nggak hanya dua wilayah, tapi juga kelas masyarakat, kelas kolonial dan kelas pribumi.
Jembatan Mberok dalam bayangan saya semacam Jembatan Brooklyn di Amerika Serikat, dituakan dan menjadi landmark masyarakat urban nan padat dengan persilangan banyak budaya yang kental. Di sekitar Sungai Mberok dari masyarakat Kampung Melayu, Kampung Arab, Jawa, Pecinan, hingga Eropa ada. Meski secara kontruksi dan panjang, dua jembatan ini sangat jauh berbeda.
Nah, tepat di sisi Jembatan Mberok Semarang terdapat satu kuliner legendaris yang dikenal dengan nama Nasi Goreng Babat Pak Karmin. Didirikan sejak 1971 dengan usia hampir lima dekade, kedai ini dibangun oleh seorang laki-laki bernama Sukarmin atau Pak Karmin. Saya mengunjungi kedai tersebut pada Jumat (10/4) siang untuk mengupas sejarah lebih lanjut.
Sayangnya, waktu kedatangan saya sepertinya nggak tepat. Sang pemilik nggak meninggalkan rumah selama corona. Itu yang saya dapat dari seorang koki di sini usai saya menyampaikan maksud bertemu sosok Karmin.
"Kesialan" saya nggak berhenti sampai di situ. Ketika saya hendak mewawancarai koki tersebut, dia mengatakan sedang memasak dan nggak bisa diganggu. "Yang tahu banyak kisah nasi babat ini Pak Karminnya," kata perempuan setengah baya itu. Duh!
Pemandangan berbeda saya temukan terkait pengunjung kedai. Sebelum wabah corona berkembang dengan masif seperti sekarang, tiap kali saya lewat kedai ini, saya perhatikan kedai dan parkiran di depannya sering ramai. Hari itu hanya beberapa orang saja yang makan di tempat. Pandemi corona membuat banyak usaha di sekitar Kota Lama menjadi sangat sepi.
Salah seorang laki-laki pengunjung kedai pun merasakan perbedaan kondimen dalam menu yang berkurang selama corona, yakni campuran petai yang biasanya ditaburkan di atas nasi goreng. Saya mendengar dia meminta petai pada salah seorang pegawai kedai, tapi sepertinya dia harus kecewa. “Petai belum dipasok Pak, corona,” begitu jawaban pegawai itu.
Suasana dan jalanan di Kota Lama pun terlihat lengang, padahal hari Jumat menuju weekend. Di sekitar sana hanya ada beberapa pekerja sektor informal yang sehari-harinya hidup subsisten seperti pemulung, sopir, dan pedagang kaki lima. Beberapa pegawai di kedai Nasi Babat Pak Karmin saya perhatikan lebih punya banyak waktu untuk bersantai. Ya, jembatan Mberok pun juga lebih hening.
Saya sarankan di masa corona ini mending kamu pesan Nasi Goreng Babat Pak Karmin lewat online food saja ya, Millens. Terdapat dua alamat yang bisa kamu pesan. Pusatnya di Jalan Pemuda, Dadapsari, Semarang Utara, Kota Semarang dan cabang di Jalan MH Thamrin Nomor 84 Miroto, Semarang Tengah. Buka setiap hari dari pukul delapan pagi hingga pukul sepuluh malam.
Eh, kapan kali terakhir kamu makan Nasi Goreng Babat Pak Karmin, Millens? (Isma Swastiningrum/E05)