BerandaKulinary
Sabtu, 11 Jun 2021 17:00

Namanya Pecel Lele Lamongan, Kok Nggak Ada Bumbu Pecelnya?

Pecel lele Lamongan, nggak pernah memakai bumbu pecel, digemari warga Ibu Kota. (Twitter/amirwawan_)

Pecel lele Lamongan dikenal sangat nikmat. Hanya, banyak orang yang heran dengan namanya, kalau memang pecel, kok sama sekali nggak ada bumbu pecelnya, ya? Ternyata ada sejarah uniknya, lo.

Inibaru.id – Salah satu kuliner malam hari yang diburu banyak orang adalah pecel lele, apalagi kalau pecel lele-nya adalah khas Lamongan yang dikenal sangat lezat. Hanya, kamu pernah bertanya nggak mengapa namanya pecel lele? Maklum, meski ada embel-embel pecel, pecel lele sama sekali nggak memakai bumbu atau sambal pecel.

Nah, mari kita mulai membahas soal pecel lele Lamongan, Millens. Jadi gini, meski sekarang ada banyak penjual pecel lele dari daerah ini yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia, dulu ada pantangan unik di Lamongan, yakni warga daerah tersebut nggak boleh makan lele, lo. Kok, bisa?

Jadi, pada zaman dahulu, salah seorang Wali Songo, yakni Sunan Giri mengutus anak buahnya bernama Bayapati untuk mencari pusakanya di Lamongan. Pusaka ini sempat hilang di situ. Namun, usai menemukan pusaka ini, Bayapati justru dihadang penguasa Lamongan, Joko Luwuk.

Bayapati yang ingin lolos dari sergapan Joko Luwuk kemudian menceburkan diri ke dalam sungai yang dipenuhi ikan lele. Nah, karena jumlah ikan lelenya sangat banyak dan menggeliat, Joko Luwuk mengira Bayapati mati dimakan ikan-ikan tersebut. Ternyata, anggapan ini salah, Bayapati berhasil kabur membawa pusaka Sunan Giri.

Nah, Joko Luwuk yang kecewa nggak bisa mendapatkan pusaka tersebut akhirnya bersumpah kalau dirinya dan seluruh warga Lamongan nggak akan makan lele. Kalau dilanggar, orang yang memakannya bakal kena sial. Untungnya, sumpah ini nggak jadi nyata. Kini, siapa saja bisa makan lele di Lamongan tanpa rasa takut.

Pecel lele punya sejarah penamaan yang unik karena nama aslinya adalah pecek lele. (Wikipedia/ Gunawan Kartapranata)

Lantas, kalau ada larangan itu, kok warga Lamongan malah jualan pecel lele? Jadi, dulu pada tahun 1960-an, banyak orang Lamongan yang merantau ke Jakarta dan memulai bisnis makanan. Mereka memilih ikan lele karena saat itu paling mudah didapat. Menariknya, awalnya pecel lele hanya jadi menu sampingan para penjual soto Lamongan di Ibu Kota.

Lambat laun, banyak pembeli yang lebih suka dengan pecel lele sehingga penjual soto benar-benar banting setir jadi penjual pecel lele pada 1970-an. Menunya pun makin banyak. Nggak hanya lele, daging-daging lain seperti ayam, bebek, hingga burung dara juga dijadikan pilihan. Semua rasanya enak sehingga popularitas warung pecel lele pun semakin meningkat.

Konon, orang Jakarta awalnya nggak suka dengan lele karena rasanya ada unsur tanahnya. Nah, begitu mereka merasakan pecel lele Lamongan, mereka justru bisa merasakan kenikmatan dari ikan ini. Nah, sejak itulah orang-orang Ibu Kota punya stigma kalau mencari lele yang enak, harus di pecel lele Lamongan.

Nah, kok namanya jadi pecel lele padahal sama sekali nggak memakai bumbu pecel? Ternyata, nama menu aslinya adalah pecek lele, Millens. Pecek ini sebenarnya adalah cara orang Jawa Timur dalam menyajikan makanan, yakni dengan cara memenyet lauk di atas sambal pedas.

Banyak orang Betawi yang bingung membedakan pecek dengan pecak, makanan khas Betawi yang juga dibuat dari daging ikan. Akhirnya, penjual pecek lele Lamongan mengganti nama makanannya jadi pecel lele mulai tahun 1980-an demi menghilangkan kebingungan ini.

Nah, sudah tahu kan fakta-fakta unik tentang pecel lele, Millens? Kapan nih terakhir beli? (Hip/IB09/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024