BerandaKulinary
Sabtu, 15 Okt 2021 11:00

Bukan Simbol Pelecehan Islam, Begini Fakta Sejarah Croissant

Croissant berbentuk bulan sabit. Isunya adalah simbol pelecehan Islam, benarkah? (Flickr/Veronica Burke)

Bentuknya mirip bulan sabit. Namanya, croissant, bahkan artinya adalah bulan sabit. Ada yang menyebutnya sebagai simbol pelecehan Islam karena terkait sejarah dengan kekalahan Kekaisaran Ottoman Turki. Beneran nih?

Inibaru.id – Pernah makan croissant, Millens? Kalau kamu suka dengan kue pastry, pasti pernah lah ya. Bentuk dan rasa dari kue ini memang sangat nikmat. Namun, belakangan ini ada yang menyebut croissant, khususnya yang berbentuk seperti bulan sabit sebagai simbol pelecehan Islam. Eh, beneran nggak sih?

Sebelum jauh membahas soal isu pelecehan, kenalan dulu yuk dengan kue dengan rasa yang renyah ini. Karena namanya dan cara bacanya yang nggak biasa, banyak yang mengira roti ini asalnya dari Prancis. Padahal, yang benar kue ini asalnya dari Wina, Austria. Nama aslinya juga bukan croissant, melainkan Kipferl.

Lantas, kok bisa disebut dengan croissant? Ternyata kue ini adalah versi modifikasi dari Kipferl yang asli. Kalau di Wina, Kipferl dibentuk seperti roti pada umumnya yang mengenyangkan, bukannya jadi pastry yang cenderung kering seperti croissant.

Jadi, dulu kipferl sangat digemari oleh ratu Prancis yang memang berdarah Austria, Marie Antoinette. Semenjak jadi ratu, dia mempopulerkan kebiasaan sarapan dengan croissant. Selain itu, di Prancis, ada toko roti bernama Viennoise yang menyediakan croissant dengan rasa yang sangat nikmat. Toko ini dikenal 1838 lalu.

Lantas, kok bisa sampai diisukan jadi simbol pelecehan Islam?

Jadi, pada abad ke-17, tepatnya pada 1683, Austria dan Turki berperang dalam Siege of Vienna. Nah, kamu tahu sendiri kan Turki kalau berperang pasti membawa panji dengan lambang bulan sabit. Sebutan lambang yang identik dengan Islam hingga sekarang ini adalah crescent. Hanya, saat itu, bulan sabit adalah lambang dari Kesultanan Muslim Ottoman.

Croissant aslinya dari Wina, Austria, bukannya dari Prancis. (Flickr/ PowerRabbit)

Austria menang dalam peperangan ini. Hanya, entah bagaimana ceritanya kemudian muncul isu yang menyebut croissant adalah roti yang dibuat sebagai simbol kemenangan Austria sekaligus untuk mengolok kekalahan Turki saat itu. Apalagi, bentuknya seperti bulan sabit dan namanya mirip dengan sebutan lambang crescent.

Padahal, sejarah croissant jauh lebih lama dari perang ini, tepatnya saat masih disebut sebagai Kipferl. Soal mengapa bentuknya mirip bulan sabit, penyebabnya adalah kejadian pada abad ke-13.

Di zaman itu, peperangan antar kerajaan adalah hal yang jamak terjadi. Kekaisaran Austria pun selalu menyiagakan tentaranya agar nggak mudah diserang sewaktu-waktu. Kemudian ada musuh yang ingin menyerang Austria pada dini hari. Tujuannya adalah demi menyerang kekaisaran ini saat para tentara sedang tidur.

Sialnya, para penyerang nggak tahu kalau saat dini hari, para pembuat roti kipferl sudah berproduksi demi menyediakan makanan untuk sarapan. Mereka mendengar suara derap lari kuda tentara musuh dari kejauhan dan lalu memperingatkan para tentara. Para tentara pun kemudian sigap untuk menghalau musuh.

Kaisar Austria sangat terkesan dengan para pembuat roti ini. Sebagai penghargaan, dia pun memerintahkan para pembuat roti membuat versi lain dari kipferl yang berbentuk tapal kuda alias mirip huruf U. Hal ini menjadi simbol kehebatan para pembuat roti yang mampu mendeteksi gemuruh langkah kuda dari musuh.

Lagipula, kalau dipikir-pikir, nama croissant yang artinya bulan sabit itu asalnya dari Bahasa Prancis, bukan Bahasa Austria yang menang perang lawan Turki, lo. Jadi, jelas ya bukan untuk mengolok-olok Turki atau bahkan Islam.

Omong-omong, kamu suka dengan croissant nggak nih, Millens? (Cak,Adz/IB09/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024