Inibaru.id - Hasil survei yang dilakukan oleh Pew Research Center menyebutkan, populasi umat muslim di Eropa akan mencapai 75 juta jiwa pada 2050. Jumlah tersebut sangat tinggi bila didasarkan pada jumlah saat ini yang mencapai 25,8 juta jiwa.
"Peningkatan jumlah tersebut seiring dengan kedatangan kaum imigran ke Eropa," tulis Abna24 mengutip hasil penelitian Pew Research Center, seperti dikutip dari Tempo.co (3/12/2017).
Menurut Pew Research Center, ada tiga skenario yang menjadi pemicu naiknya populasi muslim di Eropa: zero, moderat, dan tinggi.
Skenario Zero
Pada skenario ini jumlah muslim di Eropa meningkat 4,9 persen hingga 7,4 persen atau mencapai sekitar 36 juta pada 2050 jika migrasi ke Eropa dihentikan.
Baca juga:
Sejak Kapankah Maulid Nabi Muhammad Diperingati?
Jejak Islam di Jamaika sejak Zaman Perbudakan
Skenario Moderat
Skenario ini mengasumsikan bahwa arus pengungsi telah berhenti, namun kaum imigran tetap berdatangan selain karena melarikan diri dari perang juga terjadi ketidakstabilan di negaranya. Kondisi ini berdampak pada meningkatnya jumlah umat Islam di Eropa hingga 11,2 persen atau sekitar 59 juta jiwa pada 2050.
Skenario Tinggi
Masuknya kaum imigran yang mayoritas muslim ke Eropa terus meningkat pada 2014-2016. Kedatangan mereka bahkan tidak terbendung tanpa batas waktu. Hal tersebut membuat jumlah umat Islam naik drastis hingga mencapai 14 persen atau 75 juta jiwa di Eropa pada 2050. Jumlah tersebut hampir tiga kali lipat dari sekarang.
Swedia Terbanyak
Dari hasil survei, di Swedia populasi muslimnya yang paling banyak, mencapai 4,5 juta jiwa atau sekitar 30 persen.
Baca juga:
Islam di Tanah Kroasia
Jejak Islam di Portugal: Perjuangan Menepis Islamofobia
"Sedangkan populasi muslim di Austria dan Jerman sekitar 19 persen dari jumlah penduduk negeri tersebut," tulis Abna24 mengutip hasil penelitian Pew Research Center.
Menurut hasil survei, jika imigrasi tak terbendung hingga 2050, maka jumlah umat muslim di Inggris akan mencapai 17,2 persen dari populasi penduduknya. "Sedangkan di Finlandia mencapai 15 persen, adapun di Norwegia sekitar 17 persen." (EBC/SA)