Inibaru.id - Nama lengkapnya Diadian Makunimau. Dia perempuan yang mendedikasikan dirinya sebagai perawat masyarakat pedalaman di Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur. Bercita-cita menjadi perawat sejak kecil, Diadian nggak hanya menunggu pasien di Puskesmas saja. Tapi dia juga aktif menyambangi warga di desa-desa terpencil dengan sepeda motor.
Padahal mencapai desa-desa terpencil itu bukan hal yang mudah. Beberapa desa bahkan berada di pegunungan dengan kondisi tanah yang sulit dijangkau terutama pada musim hujan. Misalnya saja Desa Lona. Untuk menuju ke sana, dia harus bersusah payah meniti jalan tanah berbatu dan terus menanjak dengan sepeda motor, karena desanya berada di atas bukit.
Terkadang Diadian melakukannya bersama teman, dan jika medan yang ditempuh terlalu sulit, dia akan meminta bantuan mobil puskesmas keliling. Perjalanan yang harus dilaluinya pun terkadang membutuhkan waktu hingga berjam-jam. Bahkan pernah suatu kali perempuan dengan tinggi 160 sentimeter itu harus menginap di tengah hutan dengan mendirikan tenda. Dia seringkali melakukan kunjungan rutin minimal sebulan sekali, terutama jika desa tersebut memiliki masalah kesehatan yang parah, seperti demam berdarah, muntah berak, dan gizi buruk.
Mengutip Liputan6.com (21/5/2017), biasanya saat melakukan pemeriksaan kesehatan keliling, dia akan menggunakan pengeras suara memanggil para warga desa untuk berkumpul di balai desa. Sayang, terkadang nggak semua warga bisa mengunjungi balai desa. Kontur wilayah desa yang cenderung berbukit, membuat warga yang sakit nggak bisa berobat ke posko kesehatan dadakan tersebut. Maka mau nggak mau, Diadian harus menjemput bola, mendatangi pasien itu dengan berjalan kaki.
Baca juga:
Geevv: Sudah Dapat Info, Kamu Beramal Pula
Plastik Kulit Udang Ciptaan Yuke yang Ramah Lingkungan
Pernah pula Diadian berjalan kali dari Desa Alatas ke Desa Ilemang yang medannya sangat sulit. Namun pulang ke rumah justru dia yang sakit. Nggak jarang pula tim kesehatan mengalami bengkak kaki karena harus berjalan sangat jauh hingga membuat tim kesehatan nggak mampu berjalan. Kadang-kadang mereka sampai didorong oleh teman-temannya..
Dilansir dari Pressreader.com (7/12/2016), meskipun bekerja di wilayah yang luas dan sulit di jangkau, nyatanya nggak membuat perempuan berusia 37 tahun itu menyerah. Malah semangatnya selalu menyala. Setiap kali Diadian pergi ke lapangan, dia akan mencatat secara rinci kondisi kesehatan masyarakat dan keadaan geografisnya., termasuk mencatat aliran sungai, tanjakan dan gunung di setia desa. Dengan demikian, dia memiliki informasi dasar kesehatan masyarakat, jumlah sasaran dari setiap desa dan tingkat kesulitan untuk mencapai desa tersebut.
Pada setiap kunjungannya, Diadian selalu mengajarkan kebiasaan hidup sehat seperti cuci tangan sebelum makan, mencuci sayur dan buah-buahan sebelum dimasak atau dikonsumsi, tidak buang hajat sembarangan dan menggunakan kelambu ketika tidur. Dia juga mencatat nomor telepon warga, kepala desa, ketua PKK desa, dan beberapa tokoh masyarakat setempat agar dia dapat mengawasai kondisi kesehatan warga.
Diadian kali pertama ditempatkan di Puskesmas Bukapiting pada 2013 dengan status pegawai negeri sipil (CPNS). Berada di Kecamatan Alor Timur, Puskesmas Bukapiting merupakan salah satu dari 24 Puskesmas di Kabupaten Alor. Wilayahnya meliputi delapan desa dengan jumlah penduduk 10.598 jiwa.
Baca juga:
Maryetha Samay, Pejuang Pendidikan di Pedalaman Sui Utik
Hafiza Elfira dan Motivasi Kreatif untuk Penderita Kusta
Ketertarikan Diadian pada dunia perawat terjadi saat dia berusia lima tahun. Dia melihat seorang perawat yang datang merawat anggota keluarganya yang sakit di Kalabahi, Alor. Perawat itu menarik perhatiannya karena murah senyum, ramah dan sopan. Sejak saat itu, dia ingin menjadi perawat. Setamat dari SMA, Diadian lalu melanjutkan pendidikan ke Politeknik Kesehatan Kupang dan lulus pada 2012.
Saat menjadi perawat PTT di Puskesmas Kabir, Pulau Pantar yang berwaktu tempuh empat jam dari Kalabahi, Diadian pun mengabdi total. Setahun bertugas di sana, banyak pengalaman yang dia dapat. Pengalaman itu membuatnya semakin ingin mengabdikan diri di kepulauan Alor. Berada di pedalaman dengan akses jalan yang sulit, dia tetap melaksanakan tugas dan kewajibannya walaupun dia nggak mendapatkan bayaran untuk itu. (ALE/SA)