BerandaInspirasi Indonesia
Minggu, 13 Jan 2018 00:13

Hari Gini di Bengkulu Guru Dibayar Seribu Rupiah Per Hari?

Kondisi sekolah di MTs Zikir Pikir, Desa Tik Teleu, Kecamatan Pelabai, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu.(Kompas.com/Firmansyah)

Inilah guru-guru zaman sekarang di Bengkulu yang mau dibayar seribu rupih per hari. Mau tahu alasan mereka?

Inibaru.id – Kesan pertama saat menyambangi Desa Tik Teleu, Kecamatan Pelabai, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, adalah wilayah yang dikelilingi area persawahan, kolam ikan, dan suara gemericik air sungai. Nah, di sana, yaitu ada guru-guru yang berhati tulus mengajar di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Zikir Pikir. Sekolah yang berada di sudut desa itu awalnya dirintis para pemuda setempat yang mengenyam pendidikan perguruan tinggi, mulai dari gelar strata satu sampai master.

Dibangun pada 2011, sekolah itu terlihat semakin memprihatinkan karena separuh gedung dari papan dan semen itu memiliki plafon yang sudah mulai rusak di beberapa bagian. Gedung di desa rawan longsor itu pinjaman dari pemerintahan desa. Di sana, ada 38 siswa dan delapan guru sebagai tenaga pengajar.

Dikutip dari Kompas.com (12/1/2018), pada 2011 dan 2012, ada 14 tenaga pengajar. Dan selama dua tahun itu, mereka semua nggak digaji sepeser pun lo, Millens.

"Dua tahun pertama tidak ada gaji. Cuma mengajar. Alhamdulillah bertahan," ujar Dwifa, guru perempuan yang menambahkan, sekolah itu dibangun atas dasar rasa khawatir akan tingginya angka putus sekolah di daerah itu.

"Jarak sekolah jauh dari desa, angka putus sekolah dari SD menjadi tinggi. Kami akhirnya bersepakat mendirikan madrasah," tuturnya.

Baca juga:
Peduli Lingkungan dengan Cabuti Paku di Pohon
Duo Mahasiswi Kita Penakluk Puncak Dunia

Lalu, pada 2013 hingga 2015, barulah para guru mendapatkan gaji dari Kementerian Agama. Itu pun dananya diambil dari Bantuan Operasional Siswa (BOS).

"Tahun 2013 hingga 2015 gaji diterima per bulan sekitar Rp 30.000 dibayar per tiga bulan. Tiga bulan terima Rp 90.000. Gaji sebesar itu berlanjut hingga 2016, barulah naik menjadi Rp 100.000 per bulan," ucapnya.

Nggak hanya jadi guru, Dwifa mengatakan dia dan suaminya, juga punya pekerjaan lain, yaitu sebagai petani.

"Menjadi guru di sini merupakan bentuk kekhawatiran kami atas kondisi kampung halaman. Jadi, enggak mikir gajilah. Untuk kehidupan sehari-hari, saya dan suami menjadi petani," ujarnya.

Urusan gaji pun nggak diambil pusing oleh Hiriani, yang mengaku guru paling yunior karena baru enam bulan bergabung ke sekolah itu.

"Saya hanya berharap pengetahuan yang saya miliki dari perguruan tinggi dapat saya bagi buat remaja di desa," katanya.

Hiriani nggak pernah mempermasalahkan gaji yang hanya Rp 100.000 per bulan. Malah, dia senang bisa berbagi ilmu di sekolah ini. Padahal jika dihitung per hari cuma dapat Rp.3.000 ya, Millens. Itu pun masih mending gajinya naik.

Dia mengaku menjadi guru di sekolah itu atas panggilan hatinya untuk mengabdi di kampung halaman. Inspiratif banget, kan?

Hal sama diakui Sukamdani, Kepala Sekolah MTs Zikir Pikir, yang bergelar master pada bidang Agama Islam. Banyak lo yang beri tawaran padanya untuk jadi dosen di beberapa perguruan tinggi, tetapi dia lebih memilih mendedikasikan ilmunya di kampung halaman.

"Angka putus sekolah, ancaman kenakalan remaja, dan kejahatan akibat kurangnya pendidikan agama sebagai pertimbangan kami mendirikan sekolah agama di desa," ucapnya.

Baca juga:
Sahabat Netra Luncurkan Audiobook untuk Tunanetra
Diadian Makunimau, Perawat Tangguh Pedalaman Pulau Alor

Sukamdani menjelaskan, saat ini sekolah itu memiliki tanah wakaf sekitar 1 hektare. Tapi, pihaknya belum bisa memanfaatkan tanah wakaf itu karena terkendala biaya pembangunan gedung.

"Semoga pemerintah cepat merespons kebutuhan pembangunan gedung madrasah dan fasilitas sekolah dapat dilengkapi sesuai kebutuhan para siswa," lanjut Sukamdani.

Hmm, andai semua guru punya dedikasi seperti mereka yang di MTs Zikir Pikir.... (LIF/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: