BerandaInspirasi Indonesia
Jumat, 21 Jul 2022 17:15

Definisi 'Women Support Women' Ada pada Rosalia Amaya dan Ruth Yuanita

Rosalia Amaya memeluk kliennya, seorang perempuan muda yang sedang memulihkan diri sebelum melahirkan di Griya Welas Asih. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Istilah ‘women support women’ nggak jarang cuma menjadi jargon; namun Rosalia Amaya dan Ruth Yuanita telah mendefinisikannya dengan benar melalui Rumah Singgah Griya Welas Asih.

Inibaru.id – Saat para perempuan saling dukung, apa pun bisa dilakukan. Kalimat yang berdengung keras pada perayaan Hari Perempuan Intenasional 2018 itu sudah tepat. Sebagai kelompok rentan di masyarakat yang patriarkis, tangan para perempuan yang terus berkelindan sangatlah diperlukan.

Tangan-tangan itu di antaranya dimiliki Rosalia Amaya dan Ruth Yuanita. Mereka adalah pendiri Rumah Singgah Griya Welas Asih, sebuah ruang aman bagi para perempuan yang hamil tanpa rencana atau di luar pernikahan, mulai dari alasan "kecelakaan" hingga korban pemerkosaan.

Rosa dan Ruth, sapaan akrab keduanya, mendirikan Griya Welas Asih pada 2018. Rosa mengatakan, rumah singgah itu adalah manifestasi dari pengalaman pilunya kehilangan anggota keluarga yang meninggal saat aborsi lantaran hamil di luar nikah.

“Pemantik lain adalah pengalaman Ruth, kawan saya, yang bertemu seorang remaja 15 tahun yang diasingkan oleh orang tuanya di sebuah desa terpelosok di Bandung karena hamil di luar nikah," cerita Rosa di Griya Welas Asih, Jalan Seteran Tengah No 52, Miroto, Semarang Tengah, Kota Semarang.

Berawal dari Kekecewaan

Ruang depan Rumah Singgah Griya Welas Asih yang berisi hasil kerajinan tangan. (Inibaru.id/Kharisma Ghana Tawakal)

Rosa dan Ruth yang bertekad "menyelamatkan" remaja yang ditemukan Ruth tersebut pun kemudian berusaha mencarikan tempat bernaung untuk pemulihan mental dan fisiknya. Keduanya sempat menemukan tempat penampungan ibu hamil tanpa suami, tapi mereka merasa kurang sreg.

"Agak kecewa, karena di rumah singgah itu bayi yang lahir akan diasuh pihak yayasan melalui pantiasuhan mereka," kata Rosa. "Meski si anak nantinya akan diasuh dan diberi pendidikan yang cukup baik, kami merasa ada yang kurang."

Kekecewaan itu rupanya terus dipikirkan Rosa dan Ruth. Pada tahun yang sama, mereka mendirikan Rumah Singgah Griya Welas Asih, dengan tujuan memberi ruang aman bagi para perempuan hamil di luar nikah yang umumnya mendapat penolakan dari keluarga atau masyarakat ini.

"Kami memberi ruang untuk mereka (perempuan hamil di luar nikah), tanpa memisahkan si bayi dari ibunya," aku Rosa sembari memandang ke sekeliling ruangan.

Kendati keduanya mengaku nggak punya latar pendidikan yang "nyambung" seperti psikologi, kesehatan, atau konseling, mereka nggak gentar. Salah satunya karena Rosa dan Ruth memang sudah terbiasa dengan aksi sosial yang sudah mereka lakukan sejak masa sekolah.

“Kebetulan kami bekerja di gereja yang sama; Ruth mengurus birokrasi dan administrasi, sedangkan saya menjadi orang lapangan,” kata dia.

Menyelamatkan Puluhan Bayi

Salah satu kerajinan tangan yang tertempel di pintu masuk Griya Welas Asih. (Inibaru.id/Kharisma Ghana Tawakal)

Sejak berdiri pada 2018, Rosa memaparkan, rumah singgahnya telah menerima 35 klien, sebutan mereka untuk para perempuan yang ditampung di Griya Welas Asih, serta menyelamatkan 28 bayi.

"Cuma ada 28 bayi, lebih sedikit dari jumlah kliennya, karena beberapa ibu hamil belum melahirkan dan ada klien yang akhirnya berdamai dengan keluarga dan diminta pulang," tutur Rosa.

Suatu kali, Rosa bercerita, dia dan Ruth pernah menyelamatkan seorang remaja usia sekolah yang kabur dari rumah lantaran hamil di luar "rencana". Sebelum dibawa ke Griya Welas Asih, selama empat bulan dia menumpang di rumah temannya yang berlokasi di satu desa perbatasan Semarang-Kendal.

"Saat dibawa ke tempat kami, anak tersebut sudah tergerus fisik dan mentalnya," kenang Rosa pada kejadian yang terjadi sekitar setahun silam. “Dia sudah susah diajak berkomunikasi; mengaku sebagai atlet, sekolah di SMA ternama, dan banyak lagi."

Nah, karena untuk bisa tinggal di Griya Welas Asih para klien harus mendapat perizinan dari orang tua atau wali, Rosa dan Ruth pun mencari tahu keberadaan orang tua kliennya itu. Sayangnya, kondisi klien yang buruk membuat mereka kesulitan mendapatkan informasi seperti alamat atau nomor telepon.

"Kami cuma tahu nama ibunya yang bekerja sebagai penjual sayur di Pasar Ngadirejo Temanggung. Ya sudah, kami ke Temanggung, lalu berjalan memutari pasar, bahkan di sana sempat dianggap sebagai debt collector," kelakar perempuan berkacamata tersebut.

Rasa Syukur dan Waswas

Potrait Griya Welas Asih nampak dari depan. (Inibaru.id/Kharisma Ghana Tawakal)

Pencarian orang tua klien di Temanggung itu akhirnya membuahkan hasil. Seorang perempuan yang mengaku sebagai bibinya menemui, lalu mengantarkan mereka ke rumah si anak, setelah sebelumnya ngobrol panjang lebar. Rute ke rumahnya berkelok-kelok di kaki gunung Gunung Sindoro.

“Puji Tuhan, saat itu dimudahkan, meski rintangannya hebat sekali; kami ke sana tanpa maps dan rumahnya sangat sulit dijangkau,” cerita Rosa. Wajahnya memancarkan kelegaan yang begitu sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Menurut Rosa, banyaknya kehamilan di luar nikah nggak lepas dari tren friends with benefit (FWB) yang banyak dipraktikkan di kalangan remaja. Dia mengaku menyayangkannya, karena pada akhirnya perempuanlah yang paling banyak dirugikan; mulai dari masalah kekerasan seksual hingga kehamilan.

Nggak dimungkiri, dia yang memiliki dua anak usia remaja juga merasa waswas. Karena itulah menurutnya peran orang tua, lingkungan, dan agama terkait pendidikan seks menjadi sangat penting.

“Saya selalu ajarkan kepada anak-anak dan klien, janganlah mengambil hak yang belum saatnya untuk kalian. Sama halnya dengan melakukan seks, jika waktunya datang, Tuhan akan berikan,” tutupnya.

Andaikan tiap kota ada satu saja perempuan seperti Rosa dan Ruth yang tangannya begitu ringan membantu kaumnya, nasib para perempuan di negeri ini mungkin akan lebih baik. Sepakat, Millens? (Kharisma Ghana Tawakal/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: