Inibaru.id – Suara tangisan bayi terdengar sayup saat saya mengetuk pintu depan rumah berlantai dua milik Rosalia Amaya di daerah Miroto, Semarang Tengah, Kota Semarang, akhir pekan lalu, 9 Juli 2022. Nggak lama, sang empunya rumah keluar, menggendong sesosok bayi yang kulitnya masih merah.
Founder Rumah Singgah Griya Welas Asih itu mempersilakan saya duduk sembari tangannya sibuk mengurus si bayi yang agak rewel, yang tampaknya baru berumur hitungan minggu. "Maaf, saya sambi," ujarnya sebelum menerangkan bahwa bayi tersebut adalah anak dari salah seorang kliennya.
Kendati bukan buah hatinya sendiri, ibu dua anak itu tampak betul sangat mengasihi bayi yang menurut pengakuan Rosa, sapaan akrabnya, dilahirkan di luar pernikahan tersebut. Menurutnya, tiap bayi yang dititipkan di rumah singgah ini akan diperlakukan seperti anaknya sendiri.
"Mereka seperti anak, eh, cucu saya sendiri," ujar perempuan bersahaja asal Waikabubak, Sumba Barat, itu berkelakar sembari memperlihatkan foto-foto bayi yang pernah dirawat di Griya Welas Asih. Foto-foto tersebut tersusun rapi pada sebuah rak berbentuk pohon cemara di atas meja kerja Rosa.
Hamil di Luar Pernikahan
Oya, sedikit informasi, Griya Welas Asih adalah rumah singgah bagi para perempuan hamil di luar nikah yang tengah berjuang untuk mempertahankan buah hatinya tersebut. Rosa menyebut para perempuan itu sebagai klien. Nantinya, bayi yang dilahirkan harus mereka rawat sendiri.
"Mereka diajari untuk mencintai anak yang merupakan darah dagingnya itu, seberat apa pun rasanya," ujar Rosa sembari memindahkan bayi kecil dalam gendongannya dari tangan kiri ke kanan.
Dia mengaku paham betul bahwa membesarkan anak dari kehamilan yang nggak direncanakan bukan perkara mudah. Terlebih, para perempuan yang datang umumnya masih sangat belia; yang berkisar antara 14 hingga 26 tahun. Namun, menurutnya, membiarkan anak diasuh ibunya sendiri sangatlah penting.
"Karena itu, para klien kami persilakan tinggal (di rumah singgah) untuk merawat sang buah hati maksimal sebulan pasca-melahirkan," ujar perempuan berkacamata tersebut.
Selektif Menerima Klien
Rosa mendirikan Griya Welas Asih bersama kerabatnya, Ruth Yuanita. Berdiri pada 2018, klien Rosa dan Ruth terbilang beragam, mulai dari korban pemerkosaan hingga remaja yang hamil di luar nikah, yang semuanya ditampung di sebuah rumah yang beralamat di Jalan Seteran Tengah No 52.
"Kami telah menampung 35 ibu berusia 14-26 tahun; menyelamatkan 28 bayi," aku Rosa.
Menurutnya, Griya Welas Asih nggak pilih-pilih dalam menampung para perempuan yang membutuhkan pertolongan tersebut. Namun, dia mengaku cukup selektif saat menerima calon klien. Dia nggak bisa menerima perempuan hamil dari pernikahan siri atau yang telah hamil lebih dari sekali.
"Kebanyakan yang ke sini sudah pernah minum obat pelarut atau aborsi," beber Rosa serius, lalu menghela napas. "Untuk mengembalikan kesehatan fisik dan mental, kami hanya berani menerima calon ibu dengan usia kehamilan maksimal enam bulan. Usia segitu, kami masih bisa tangani."
Konseling, Fasilitas Kesehatan, dan Advokasi
Untuk menjalankan Griya Welas Asih, dia mengaku bekerja sama dengan sejumlah pihak. Selain memiliki tenaga medis dan konseling sendiri, para klien umumnya bakal langsung didaftarkan sebagai peserta BPJS untuk menjamin kesehatan si ibu, termasuk saat proses melahirkan.
"Kebanyakan klien melahirkan secara caesar untuk mengurangi dampak buruk yang bisa diterima mereka lantaran umur yang masih terlalu muda," terang Rosa.
Selain fasilitas kesehatan dan konseling, mereka juga kerap melakukan advokasi, khususnya untuk korban permerkosaan. Mereka mengaku bakal mendampingi korban yang kasusnya tengah bergulir atau sudah sampai ke institusi perlindungan perempuan dan anak.
Di Semarang, Griya Welas Asih juga bekerja sama dengan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Seruni. Institusi penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak di bawah naungan Pemkot Semarang itu beberapa kali merekomendasikan calon klien untuk ke Griya Welas Asih.
"Kadang klien datang dari aduan ke dinas. Namun, nggak jarang mereka mengontak langsung via Facebook, Twitter, atau Instagram," jelas Rosa yang belakangan mulai sering berkunjung ke sekolah dan kampus untuk berbagi tentang pendidikan seks.
Menjelang akhir obrolan, Rosa mengatakan bahwa Griya Welas Asih saat ini sudah bisa bergerak lebih leluasa karena telah berbadan hukum. Bagi dia, legalitas sangatlah penting karena sebelumnya mereka beberapa kali dicurigai memperjualbelikan bayi saat mengurus ke puskesmas atau rumah sakit.
Duh, semoga nggak ada lagi yang mempermasalahkan legalitas Rumah Singgah Griya Welas Asih sehingga mereka bisa terus fokus menorehkan senyuman untuk para perempuan yang sebelumnya kehilangan harapan itu ya, Millens! (Kharisma Ghana Tawakal/E03)