BerandaInspirasi Indonesia
Senin, 23 Agu 2020 10:15

Cerita Sendang Mintoloyo dan Beberapa Makam di TBRS Semarang

Ritual Sura Wiwitan di Sendang Mintoloyo. (Inibaru.id/ Audrian F)

Setiap malam satu Suro para seniman menggelar siraman di Sendang Mintoloyo yang berada di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Kota Semarang. Di sana terdapat beberapa makam yang masih menjadi mitos bagi warga sekitar dan dikatakan angker. Namun, Widyo Babahe Leksono berupaya keras mengubah presepsi tersebut.<br>

Inibaru.id - “Belakangan kami kerja keras agar sendang ini tidak lagi dipandang sebagai tempat yang angker,” begitulah kata Widyo “Babahe” Leksono di sela-sela acara Sura Wiwitan yang digelar pada Jumat (21/8/2020) malam.

Rutin digelar sebagai perhelatan tahunan yang digelar pada malam atu Suro di Sendang Mintoloyo, TBRS Semarang, Sura Wiwitan tahun ini sudah menginjak peringatan ke-6. Tujuannya nggak lain untuk merawat sendang dengan memanfaatkan momentum awal tahun Jawa. Itulah kenapa tema yang diangkat adalah Ngrawat Sendhang, Ngawe Kadang.

Babahe, demikian dia biasa disapa, adalah seorang seniman yang tergolong giat menjaga kelestarian sendang. Sepanjang cerita tentang Sendang Mintoloyo, Babahe tampak fasih, sebab memang dia paham benar betapa penting menjaga kelestarian sumber mata air tersebut.

“Masyarakat semula malah sungkan untuk mengambil air di sendang ini. Loh ini kan milik mereka, seharunya nggak perlu seperti itu,” ujarnya.

Mandi di sendang untuk pembersihan diri. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Sendang Mintoloyo, bedasarkan keterangan dari Babahe, sudah memberikan sokongan air dari rumah ke rumah di wilayah Tegalwareng, atau permukiman di sekitar TBRS dan eks-Wonderia.

Untuk sejarah kemunculan sendangnya, Babahe kurang paham. Namun, merujuk prasasti peresmian, sendang ini sudah disentuh oleh Pemkot Semarang pada 1981.

“Ada rumah diesel itu diresmikan oleh Walikota Semarang, saat itu Iman Suparto,” jelasnya.

Kalau menurut keterangan warga asli, dulu ada dua sendang. Namanya adalah Sendang Lanang dan Sendang Wedok. Sempat mati, kemudian direvitalisasi kembali. Akhirnya, Babahe dibantu beberapa pihak seperti seniman dan aktivis lingkungan, membuat sendang baru.

Disebut Sendang Mintoloyo karena di dekat makam tersebut ada makam Mbah Mintoloyo. Belum ada sejarah khusus yang mengupas siapakah Mbah Mintoloyo tersebut. Namun, memang, di daerah itu terdapat beberapa makam yang tersebar di TBRS dan eks-Wonderia.

“Mungkin mereka adalah tokoh yang punya peran di daerah sini,” terangnya.

Masih banyak mitos yang mengganjal di antara sendang dan sejumlah makam di TBRS. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Nggak jauh dari makam Mbah Mintoloyo, ada makam Mbah Bakal di tengah area TBRS. Kemudian, ada dua makam lagi di Wonderia, yakni Mbah Genuk dan Kliwon. Dari makam-makam tersebut, Babahe punya hipotesis yang sama.

Menurut Babahe, seorang tokoh di zaman dahulu selalu membuat makamnya di sebuah pohon besar dan sendang. Hal itu seperti yang dilihat pada makam Mbah Mintoloyo. Babahe pun juga menyamakan dengan tempat-tempat lain.

“Artinya, bukan tidak mungkin di makam-makam lain di daerah sini, kalau digali ada sumber air di dalamnya,” tuturnya.

Babahe berharap masyarakat semakin akrab dengan sendangnya. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Babahe terus berharap dan berupaya agar sendang ini terus lestari. Bisa menghidupi masyarakat dan masyarakat sendiri juga nggak menganggap tempat ini angker. Selain itu, penting juga kalau ada yang mau meneliti.

“Sendang di sini ibarat laboratorium. Dapat diteliti dari segi sejarah, geologi, dan dari segi lokasi pun juga unik. Ini hutan kota, tapi menghasilkan sumber air yang berlimpah,” pungkasnya.

Wah, menarik ditunggu, bakal ada apa lagi di tempat ini. Semoga Sendang Mintoloyo terus lestari ya, Millens! (Audrian F/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024