Inibaru.id - World Breastfeeding Week atau Pekan Menyusui Sedunia yang jatuh pada 1-7 Agustus dimaknai Ahmad Hanan dengan berbeda tahun ini. Istrinya baru saja melahirkan bulan lalu. Karena tinggal di perantauan, mereka pun harus mengurus segalanya berdua, tanpa bantuan orang lain.
"Dibilang siap, enggak. Tapi, saya merasa mulai bisa beradaptasi, karena sejak awal kehamilan, istri sudah meminta saya untuk belajar mengurus anak," tutur lelaki asal Palembang yang saat ini bermukim di Kota Semarang tersebut, Sabtu (2/8/2025).
Menurutnya, sejauh ini, yang paling bikin gugup adalah momen-momen awal memberikan ASI untuk buah hatinya. Hanan bercerita, dia mengaku sempat panik lantaran air susu istrinya nggak langsung keluar saat awal menyusui.
"Anak saya sudah nangis keras, mungkin kelaparan, tapi air susu nggak juga keluar. Panik banget! Sudah begitu, istri mengeluh kesakitan, bahkan sampai nangis-nangis juga," kenangnya.
Bukan Hanya Tanggung Jawab Ibu
Hanan bersyukur karena momen menegangkan yang penuh drama itu telah berlalu. Menurutnya, sebanyak apa pun orang tua belajar meng-ASI-hi, momen seperti itu pasti akan terjadi. Dia pun membayangkan, andaikan istrinya nggak pernah memintanya untuk belajar tentang, akan seperti apa jadinya menghadapi situasi itu?
"Kesadaran (tentang ASI) ini penting, terutama bagi para lelaki. Ya, karena menyusui itu bukan hanya tanggung jawab ibu, tapi juga membutuhkan peran ayah yang untuk mendukung ibu menyusui," tegasnya.
Pertanyaannya, apa yang bisa dilakukan seorang ayah selama periode menyusui tersebut? Sebelum menjawab pertanyaan itu, perlu diketahui bahwa berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi pemberian ASI eksklusif 0-5 bulan secara nasional adalah 68,6 persen.
Salah satu faktor yang menghambat pemberian ASI eksklusif untuk anak adalah kurangnya dukungan keluarga, terutama dari suami. Padahal, menurut WHO dan UNICEF, peran aktif pasangan, termasuk dalam bentuk dukungan emosional, praktik, dan logistik, berkontribusi besar pada keberhasilan menyusui.
Peran Ayah Bukan Figuran
Ada sebuah penelitian pada 2022 yang menunjukkan bahwa keterlibatan ayah meningkatkan kemungkinan keberhasilan ASI eksklusif hingga 73 persen di wilayah perkotaan. Artinya, dalam hal ini peran seorang ayah bukan hanya figuran. Berikut adalah sejumlah peran konkret yang bisa dilakukan ayah:
1. Memberikan dukungan emosional dan psikologis
Penelitian yang sama menyebutkan bahwa ibu menyusui yang merasa didukung pasangannya cenderung lebih bahagia dan jenak saat memberikan ASI untuk buah hatinya. Yakinlah bahwa komentas simpel seperti “Istirahat dulu, aku yang jaga bayinya!” juga akan dampak besar bagi ibu menyusui.
2. Berbagi peran dalam urusan ruma tangga
Bangun malam, mengganti popok, mensterilkan botol air susu ibu perah (ASIP), mencuci pakaian bayi, dan menyerdawakan bayi setelah minum ASI, adalah beberapa peran yang bisa diambil ayah. Perlu diketahui bahwa menyusui membutuhkan energi yang besar, maka jauhkanlah istri dari urusan domestik.
3. Belajar bersama tentang laktasi
Ikuti kelas menyusui bersama istri, cari tahu soal teknik pelekatan, pompa ASI, hingga manajemen ASIP. Di beberapa puskesmas atau komunitas laktasi, ayah bahkan diajak ikut konseling menyusui. Ingat, peran ayah bukanlah membantu atau "ikut-ikutan", tapi menjadi bagian dari tim inti!
4. Menghadapi tekanan sosial dan keluarga besar
Nggak jarang ibu menyusui dikritik karena ASI belum keluar atau bayi menangis terus. Di sinilah ayah harus jadi tameng. Tegaskan bahwa menyusui butuh proses dan bukan ajang kompetisi dan pastikan selalu menjadi pembela pertama untuk menetralisasi tekanan sosial agar ibu tetap percaya diri.
Menjadi Sosok Ayah yang Inklusif
Menurut hasil studi yang diterbitkan Unicef pada 2024, bayi yang disusui secara eksklusif selama enam bulan memiliki risiko 14 kali lebih rendah meninggal akibat infeksi dibandingkan yang nggak mendapatkan privilese tersebut. Maka, usahakanlah sekuat tenaga selama memungkinkan untuk dilakukan.
Kurangnya peran ayah menyebabkan kelelahan emosional yang tinggi pada ibu menyusui, yang bisa berujung pada baby blues atau depresi postpartum. Lupakan budaya patriarki yang mendarah daging, karena peran lelaki dalam keluarga sejatinya bukan hanya pencari nafkah, tapi bagian dari tim pengasuhan.
Pekan Menyusui Sedunia seharusnya bukan hanya jadi panggung edukasi bagi ibu, tapi juga ruang refleksi untuk ayah. Sudahkah kita cukup hadir dalam keluarga, sudahkah menjadi support system, atau justru menjadi beban dan pemicu depresi di rumah?
Tubuh ibu menyediakan ASI, maka ayah berperan menyediakan pelukan, tenaga, waktu, dan perlindungan. Secara emosional, ini juga bagian dari meng-ASI-hi, bukan? Sekali lagi, perlu dipahami bahwa menyusui adalah kerja tim agar prosesnya berjalan lebih ringan, bermakna, dan sehat untuk semua pihak.
Saat dunia bicara soal Breastfeeding Week, kita perlu menegaskan bahwa mendapatkan ASI adalah hak bayi, tapi proses memberikannya adalah tanggung jawab bersama. Jadi ayah yang inklusif, yuk! (Siti Khatijah/E10)
