Inibaru.id – Kalau kamu mencermati media sosial belakangan ini, sejumlah ulah polisi seperti terus bergantian viral di media sosial. Ada yang melakukan smackdown ke pendemo, ada yang mengintimidasi warganet, ada yang memaksa membuka ponsel, ada yang memaksa berhubungan intim ke anak orang yang sedang ditahan, dan lain-lain. Memang bawaan polisi begitu atau ada apa sih sebenarnya?
Kalau menurut peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, berbagai kasus yang melibatkan anggota kepolisian ini memang terjadi secara alami. Jadi, kalau ada yang menyebut hal ini adalah cara untuk menggoyang Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, hal ini terlalu berlebihan.
Fahmi bahkan menyebut hingga sekarang, masyarakat nggak kunjung memberikan kepercayaan terhadap institusi Polri. Hal ini seharusnya jadi momentum bagi Polri untuk benar-benar berubah menjadi lebih baik.
“Ini awalnya muncul secara alamiah. Di satu sisi, tingkat kepercayaan atas kinerja kepolisian ternyata tak kunjung membaik,” ungkap Fahmi, Jumat (22/10/2021).
Polisi yang seharusnya bisa jadi tempat mengadu bagi masyarakat untuk mengatasi sejumlah masalah hukum, justru nggak mendapatkan kepercayaan masyarakat. Saat mereka berulah dan dianggap sewenang-wenang, masyarakat pun memilih untuk memviralkannya di media sosial.
Selain itu, saat ada kasus yang dianggap nggak kunjung ditangani dengan baik, Fahmi menganggap masyarakat kini memilih untuk memviralkannya dengan tujuan polisi mau segera menanganinya dengan serius.
“Masyarakat mempersepsikan media sosial lebih bertenaga untuk membuatnya bisa mengakses layanan kepolisian,” lanjut Fahmi.
Nah, yang menarik, belakangan ini muncul istilah media sosial untuk berbagai kasus yang baru ditangani polisi usai viral di media sosial, yakni ‘delik viral’. Intinya sih, kalau sebuah kasus jadi perbincangan hangat warganet dan polisi mendapatkan sentimen negatif, barulah mereka mau benar-benar bertindak.
Meski berbagai kasus ini muncul secara alami, Fahmi ternyata juga khawatir jika berbagai kasus ini ditunggangi sejumlah pihak untuk kepentingan politis. Citra Polri, termasuk Kapolri juga bisa semakin memburuk. Jadi, andaipun Kapolri diganti sekalipun, kalau polisi nggak benar-benar serius mau membenahi diri, berbagai protes di media sosial bisa saja bakal terus bermunculan di masa depan.
“Beragam kritik dan keluhan di medsos itu sebenarnya menunjukkan masyarakat masih memiliki harapan Polri menjadi lebih baik,” saran Fahmi.
Dia pun menyarankan Kapolri Listyo untuk meminta maaf atas berbagai kasus ini dan mau mendengarkan berbagai kritik dari publik. Jika mau benar-benar berbenah, tentu citra Polri di masa depan bakal membaik dan tingkat kepercayaan masyarakat bakal meningkat.
Kalau kamu, masih percaya dengan polisi atau malah takut dengan mereka, Millens? (Cnn/IB09/E05)