Inibaru.id – Gelombang aksi unjuk rasa menolak revisi UU Pilkada di berbagai kota di Indonesia berakhir memuaskan untuk sementara. Pimpinan DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meyebut revisi UU Pilkada batal sehingga Pilkada Serentak 2024 nanti akan memakai keputusan Mahkamah Konstitusi.
Tapi, dari keterangan resmi Dasco sendiri, penyebab pembatalan ini bukan karena mendengarkan aspirasi ribuan orang yang demo, melainkan karena jumlah anggota DPR yang hadir nggak cukup.
“Sudah diketok palu bahwa revisi UU Pilkada nggak dapat dilaksanakan. Artinya, pada hari ini, revisi UU pilkada batal dilaksanakan,” ucap Dasco di dalam gedung DPR RI Jakarta, Kamis (22/8/2024) malam.
Baca Juga:
Lawan Oligarki, Koalisi Lintas Organisasi Pers Pastikan Media Terus Mempertahankan DemokrasiMeski begitu, karena tanggal pendaftaran calon pemilihan kepala daerah masih dibuka pada Selasa (27/8), banyak pihak yang khawatir jika DPR tiba-tiba mengesahkan revisi UU ini saat kondisi sudah lebih kondusif. Hal inilah yang terjadi pada sejumlah UU yang disahkan secepat kilat pada tengah malam seperti UU Cipta Kerja pada 3-5 Oktober 2020.
Apalagi, kalau menurut Pembina Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni, Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum mengubah peraturannya terkait dengan syarat pencalonan, khususnya dalam hal threshold dan batas usia yang baru saja ditetapkan MK. Ditambah dengan rekam jejak MK yang nggak mematuhi konstitusi, omongan Dasco nggak bisa ditelan mentah-mentah.
“KPU sudah berkali-kali melakukan distorsi terhadap putusan MK. Contohlah, KPU pernah nggak mengubah aturan terkait jumlah caleg perempuan pada Pemilu 2024 setelah berkonsultasi dengan DPR,” ucap Titi sebagaimana dinukil dari Kompas, Jumat (23/8).
Apalagi, KPU sendiri mengaku sejak Rabu (21/8) sudah berkirim surat ke Komisi II DPR RI untuk berkonsultasi tentang aturan pencalonan untuk Pilkada Serentak 2024 yang ditetapkan MK. Artinya, semua pihak masih terus harus mengawalnya.
“Sekarang bolanya memang di KPU untuk segera menyelesaikan peraturan KPU sesuai dengan yang diamanatkan MK,” lanjut Titi.
Meski begitu, semua pihak juga tetap harus mewaspadai manuver anggota dewan. Bahkan meskipun Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyebut pihak istana bakal tetap mematuhi putusan MK pada Pilkada.
“Aturan yang berlaku terakhir kan dari MK. Jadi, pemerintah juga dalam posisi yang sama seperti sebelumnya, yaitu mengikuti aturan yang berlaku” ucap Hasan, Kamis (22/8).
Yang pasti, kalau menurut Dasco, untuk memasukkan kembali revisi UU Pilkada, harus melalui beberapa tahapan lagi demi bisa masuk ke rapat paripurna. Nah, dia mengatakan proses tersebut sudah nggak mungkin lagi dilakukan sampai waktu pendaftaran dibuka, yaitu pada Selasa (27/8).
Tapi, karena aksi demo besar-besaran kemarin juga muncul karena setelah putusan MK Nomor 60 dan 70 ditetapkan dengan secepat kilat DPR berusaha untuk merevisi UU Pilkada, ada baiknya memang kita terus waspada. Setuju untuk terus mengawalnya, Millens? (Arie Widodo/E10)