BerandaHits
Selasa, 23 Sep 2024 09:04

Prof Marhaeni: Satgas Kekerasan Seksual yang Dibentuk Kampus Kurang Optimal, Timbul Perundungan hingga Intoleran

Pakar Gender Unnes Prof Dr Tri Marhaeni Pudji Astuti saat memberikan keterangan pers ke wartawan. (Inibaru.id/Danny Adriadhi Utama)

Prof Tri Marhaeni Pudji Astuti menyoroti pembentukan satgas kekerasan seksual kampus kurang optimal karena kurangnya kompetensi.

Inibaru.id - Pakar Gender dari Universitas Negeri Semarang (Unnes) Prof Dr Tri Marhaeni Pudji Astuti menyoroti peran Satgas Penanganan Kekerasan Seksual oleh pihak kampus belum optimal. Sebab, ada beberapa kampus yang asal tunjuk orang yang nggak punya kompetensi menjadi satgas penanganan kekerasan seksual di satgas-satgas tersebut.

"Jadi perlindungan terhadap korban dari kampus terkesan minim dan nggak serius. Ini menjadi kendala penanganan kekerasan seksual, kekerasan seksual, perundungan, serta kasus intoleran di dunia pendidikan yang sudah diakui Kemendikbudristek," kata Prof Marhaeni saat menjadi narasumber Focus Grup Discussion (FGD) dengan tema Desiminasi Melalui Media Engagemen untuk media konvensional di Semarang, Sabtu (21/9/2024).

Padahal, untuk penanganan kekerasan seksual yang ada di lingkungan kampus, sudah ada panduan yang bisa dijadikan pedoman, yaitu Peraturan Menteri (Permen) Nomor 30 Tahun 2021. Lewat aturan itu pula, setiap kampus perguruan tinggi diwajibkan membentuk Satgas dan ruang aman bagi korban kekerasan seksual. Namun sejauh ini, Prof Marhaeni menilai Satgas yang dibentuk kurang independen.

"Kalau saya contohkan, Satgas di Unnes yang telah melakukan sosialisasi tentang pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual bagi mahasiswa baru, justru sudah diganti sampai dua kali. Pergantian yang terlalu sering ini terkesan untuk menjaga nama baik lembaga," ungkapnya.

Melihat hal ini, Prof Marhaeni pun merasa sosialisasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual perlu dilakukan dengan lebih gencar kepada seluruh lapisan civitas akademika kampus. Lebih dari itu, dia juga meminta pihak kampus harus terbuka ketika ada kasus kekerasan seksual, bukannya mengedepankan penyangkalan. Baginya, keterbukaan ini bisa membuka keberanian para korban yang pengin melapor.

Ilustrasi: Stop kekerasan seksual di lingkungan kampus perguruan tinggi. (Unsplash)

"Kampus harus terbuka dan memberikan sanksi berat jika pihak yang melakukannya terbukti sesuai aturan kementerian. Contohnya pelaku dosen dan seorang ASN kini sudah diserahkan ke pihak terkait," jelasnya.

Setali tiga uang dengan Prof Tri Marhaeni, Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Perumusan Perlindungan Hak Perempuan Agung Budi Santoso mengatakan ada beberapa faktor korban kekerasan seksual enggan speak up. Faktor-faktor tersebut adalah kurang mendapat dukungan dari lingkungan terdekatnya, takut disalahkan, dan mendapat ancaman dari pelaku.

"Rasa nggak aman itu mengganggu korban. Maka kita dorong keterlibatan media untuk meyakinkan korban agar lebih berani dan pemberitaan peristiwa diiringi edukasi," kata dia.

Dengan hadirnya UU TPKS sebagai payung hukum kepada korban kekerasan seksual, pihaknya meminta Pemda di tingkat kota dan daerah memberi layanan terbaik dan menjamin rasa aman korban yang pengin mendapatkan keadilan.

"Artinya pemerintah juga harus siap mendampingi korban. Segala data dan identitas wajib dirahasikan sebagai perlindungan. Pihak pelapor juga diberikan perlindungan. Di dalam UU TPKS pengaduan kasus juga bisa dilakukan oleh tenaga medis. Misal ada orang berobat, ditemukan indikasi dia jadi korban kekerasan seksual. Bisa langsung membuat laporan ke UPTD atau penyedia layanan terkait," pungkasnya.

Kritik dan saran terkait penanganan korban kekerasan seksual ini sangat positif ya, Millens. Semoga saja pihak-pihak yang berwenang mau melakukan perbaikan agar penanganan kasus-kasus ini bisa lebih baik ke depannya. Setuju, Millens?(Danny Adriadhi Utama/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: