BerandaHits
Selasa, 27 Sep 2021 10:50

Negara Tropis, tapi Kenapa Hujan Es Sering Terjadi di Indonesia, ya?

Ilustrasi: Hujan es sering terjadi di Indonesia di musim pancaroba. (Flickr/ Alan Levine)

Belakangan, sejumlah tempat di Indonesia mengalami hujan es. Sebagai negara tropis beriklim hangat sepanjang tahun, hal ini tentu agak lazim. Apa sih penyebabnya?

Inibaru.id – Dalam beberapa pekan terakhir, berita tentang hujan es semakin sering muncul di Indonesia. Mengingat kita tinggal di negara tropis, hujan es tentu sangat nggak biasa. Nah, karena kemunculannya cenderung semakin sering terjadi, apakah ada yang salah dengan cuaca atau iklim?

Koordinator Bidang Diseminasi Informasi klim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Hary Tirto Djatmiko rupanya menganggap fenomena hujan es ini sebagai sesuatu yang wajar terjadi. Namun, kondisi cuaca yang juga dikenal sebagai hail ini termasuk ekstrem.

Perlu kamu tahu, hujan es biasanya terjadi pada musim pancaroba, bisa transisi dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya. Ini fenomena biasa. Kendati demikian, kondisi tersebut jadi berbahaya karena hujan es biasanya diiringi dengan angin kencang yang bisa saja memicu kerusakan.

Tentu saja hal tersebut menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Hujan yang berbentuk bongkahan es seukuran kerikil alih-alih salju itu juga cukup menyakitkan saat mengenai tubuh dan bisa menyebabkan kerusakan andai menghujani benda mudah pecah seperti kaca mobil atau jendela.

Penyebab Terjadinya Hujan Es

Hujan es juga biasanya diiringi angin kencang. (Flickr/ Jason Riedy)

Sebagai informasi, hujan es biasanya disebabkan oleh awan cumulonimbus atau CB. Awan berbentuk lapisan-lapisan tinggi laiknya bunga kol ini mempunyai tiga partikel di dalamnya, yakni butiran air, butiran air yang sangat dingin, dan es. Awan CB biasanya cenderung berwarna gelap atau hitam.

Lantas, mengapa terkadang terjadi hujan butiran es yang turun, bukannya air seperti hari-hari biasa? Pemicunya adalah adanya pergerakan massa udara naik dan turun di dalam awan. Pergerakan yang disebut sebagai strong updraft and downdraft ini sangatlah kuat.

Kuatnya pergerakan massa udara ini kemudian membuat partikel-partikel air serta es mendingin dan tercampur aduk. Jika butiran es sudah terlalu berat untuk dibawa awan, pada akhirnya ia akan jatuh menjadi hujan es.

Hujan es biasanya hanya terjadi di lingkup wilayah yang kecil, yakni di bawah 5-10 kilometer persegi. Waktu hujan es juga biasanya nggak lama, yakni kurang dari 10 menit pada siang atau sore hari. Jadi, sangat jarang hujan es berlangsung sampai beberapa kali di tempat yang sama.

Tanda-Tanda Akan Ada Hujan Es

Ilustrasi: Hujang es. (Pixabay/Lora Palner)

Meski nggak ada prediksi yang benar-benar akurat, sejatinya ada sejumlah indikator atau tanda-tanda yang bisa menunjukkan kemungkinan bakal terjadi hujan es di suatu tempat. Mengetahui tanda-tanda ini tentu saja penting sebagai langkah antisipasi. Lalu, apa saja indikatornya?

1. Terasa Gerah

Indikator pertama, sehari sebelum hujan es, biasanya udara pada malam hingga pagi hari cenderung terasa gerah, jauh lebih panas dari biasanya. Tingkat kelembapan udaranya juga cukup tinggi.

2. Cumulus yang Berlapis

Pada pukul 10.00 pagi, awan Cumulus yang putih dan berlapis-lapis biasanya sudah mulai terlihat. Nah, di antara arak-arakan awan ini, ada yang menjulang tinggi layaknya bunga kol. Inilah Cumulonimbus. Awan tersebut biasanya akan berubah warna jadi lebih gelap dalam waktu yang cepat.

3. Angin yang Terasa Kencang

Angin mulai terasa kencang hingga pohon bergerak dengan cepat. Hujan yang turun biasanya langsung deras, bukannya diawali gerimis terlebih dahulu.

4. Suhu Udara Turun Drastis

Menjelang hujan es, suhu udara akan mendadak turun dengan signifikan dalam waktu yang cepat. Nah, kamu yang sedang berkendara, ada baiknya menepi sejenak hingga hujan es "lewat".

Nah, sudah tahu kan, Millens? Hujan es pernah turun di tempatmu nggak, nih? (Kon, Kom/IB09/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024