BerandaHits
Jumat, 30 Okt 2025 09:01

Nasi Berkat Bungkus Daun Jati, Cita Rasa yang Mulai Sulit Dicari

Ilustrasi: Nasi berkat bungkus daun jati. (MPI/Sukardi)

Nasi berkat bungkus daun jati berasal dari tradisi Islam masa Wali Songo sebagai simbol berbagi rezeki dan rasa syukur. Bungkus daun jati memberi aroma khas sekaligus makna kebersamaan yang kini mulai tergeser oleh kemasan modern.

Inibaru.id - Hampir satu tahun Hadi Suwarno nggak pulang ke kampung halamannya di Kecamatan Gubug, Grobogan. Tapi, karena ada keperluan kenduri salah satu anggota keluarganya, dia akhirnya pulang dari Ibu Kota Jakarta. Nah, di acara inilah, dia menemukan kuliner yang sudah lama banget nggak dia lihat secara langsung, yaitu nasi berkat bungkus daun jati.

Meski ada hidangan lain, Hadi hanya pengin mencoba nasi berkat tersebut. Sebelum membukanya, dia menatapnya cukup lama dan bahkan sempat mengambil foto nasi berkat tersebut. Setelah itu, dia membukanya dan mencium aromanya yang sangat khas.

"Aromanya bikin ingat masa kecil dulu sering makan nasi berkat bungkus daun jati pas ada hajatan atau kendurian. Kayaknya sekarang ini jarang banget ditemukan, ya?" ucap laki-laki yang bekerja di sebuah perusahaan swasta nasional tersebut pada Rabu (29/10/2025).

Apa yang diungkap Hadi ada benarnya. Kini, kebanyakan orang memakai nasi kotak atau nasi yang ditempatkan dalam keranjang plastik modern untuk keperluan hantaran saat hajatan atau kendurian. Padahal, dulu bukanlah hal aneh melihat nasi berkat bungkus daun jati.

Hm, tapi, sebenarnya, kepikiran nggak mengapa dulu nasi berkat dibungkus dari daun jati? Nah, simak dulu yuk serba-serbi kuliner ini, Gez.

Bagi masyarakat Jawa, nasi berkat bukan sekadar makanan yang dibawa pulang seusai doa bersama. Lebih dari itu, sajian ini adalah simbol rasa syukur dan kebersamaan yang diwariskan secara turun-temurun. Hampir di setiap acara kenduri, pernikahan, atau selamatan desa, nasi berkat selalu hadir sebagai bentuk sedekah dan doa agar semua yang hadir mendapatkan keberkahan hidup.

Nasi berkat bungkus daun jati kerap hadir di acara kendurian atau hajatan. (Beritasatu/Ulya Nurul Makiyah)

Asal mula tradisi ini erat kaitannya dengan penyebaran Islam di tanah Jawa. Pada masa Wali Songo, nasi berkat disajikan setelah tahlilan atau doa bersama sebagai simbol berbagi rezeki. Namun, unsur budaya Jawa juga sangat kuat dalam tradisi ini. Kata “berkat” sendiri bermakna kebaikan yang diharapkan mengalir kepada siapa pun yang menerima. Jadi, setiap bungkusan nasi berkat sebenarnya membawa pesan sosial, bahwa kebahagiaan akan terasa lebih indah ketika dibagikan.

Nah, kalau bicara soal bungkusnya, di banyak daerah di Jawa Tengah seperti Pacitan, Wonogiri, dan Grobogan, masyarakat masih banyak yang memakai daun jati. Selain karena pohon jati masih melimpah di sana, daun jati punya ukuran besar dan aroma khas yang bikin lauk di dalamnya terasa lebih sedap.

Begitu bungkusnya dibuka, wangi alami dari daun jati berpadu dengan aroma nasi, bihun goreng, semur daging, oseng lombok, baceman tempe, dan telur rebus. Semuanya menyatu menjadi cita rasa nostalgia yang sulit dilupakan.

Meski tampilannya sederhana, nasi berkat daun jati selalu punya daya tarik tersendiri. Tak sedikit perantau yang saat pulang kampung sengaja mencari sajian ini karena rasanya yang “kampung banget” dan penuh kenangan.

“Buka bungkusnya aja sudah bikin ingat suasana desa, doa bersama, dan ramainya hajatan,” kata Hadi sambil tersenyum.

Kini, di tengah maraknya penggunaan kotak kardus dan wadah plastik, nasi berkat bungkus daun jati mulai jarang ditemukan karena alasan kepraktisan. Padahal, selain ramah lingkungan, bungkus alami ini justru menambah cita rasa dan nilai filosofis dari tradisi itu sendiri. Mungkin, sudah saatnya kita nggak cuma menikmati nasi berkat karena rasanya, tapi juga menjaga agar tradisi yang sarat makna ini tetap lestari di tengah kehidupan modern. Setuju, Gez? (Arie Widodo/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: