Inibaru.id - Warganet pasti sudah nggak asing dengan tingkah penumpang MRT yang viral di media sosial beberapa waktu lalu. Moda transportasi yang baru diresmikan pada hari Minggu (24/3) kemarin oleh Presiden ini menarik perhatian publik yang nggak sabar ingin segera mencoba menaikinya. Namun momen nggak lazim justru mewarnai sosial media akhir-akhir ini.
Tampak gambar penumpang yang menginjak kursi, bergelantungan, duduk lantai MRT, dan makan di peron tersebar luas di sosial media. Selain nggak etis, hal ini juga mengganggu kenyamanan penumpang yang lain.
Sontak foto yang dibagikan di sosial media tersebut dibanjiri komentar. Ada yang menyayangkan perilaku tersebut namun juga nggak sedikit yang menyayangkan mengapa si pengunggah gambar nggak menegur penumpang tersebut secara langsung. Penggunaan gawai dan media sosial yang jadi kehidupan masyarakat indonesai saat ini tentu jadi salah satu alasan kenapa unggahan semacam ini jadi hal pertama yang dibagikan dibandingkan menegur pelaku.
Fenomena ini ditanggapi oleh pengamat sosial Universitas Indonesia, Devie Rahmawati. Hal yang membuat masyarakat memilih mendokumentasikan dibanding menegur langsung di antaranya adalah beberapa alasan berikut:
- Makhluk komunal yang membangun harmoni
Menurutnya, masyarakat sebagai makhluk komunal yang membangun harmoni. Ketika dia melihat suatu kesalahan, dia cenderung nggak berani menegur pelaku karena takut merusak harmoni.
- Jadi pahlawan di sosial media
Menjadi pewarta terhadap fenomena sosial yang nggak patut seperti ini akan membuat seseorang merasa sebagai pahlawan.
- Takut diserang balik jika menegur
Kepekaan untuk menegur pelaku memang bisa dilatih. Namun kebanyakan orang yang memilih mendokumentasikan daripada menegur karena takut diserang balik oleh pelaku seperti ditampar bahkan diajak duel.
Kompetensi sosial seperti menegur sesuatu yang salah memang harus diajarkan sejak dini. Jangan sampai penduduk negara +62 ini menjadi macan di sosial media namun nggak berani membuat perubahan di dunia nyata. (IB27/E05)
