BerandaHits
Kamis, 16 Jul 2025 17:41

Mengapa Orang ‘Betah’ dengan Sound Horeg? Ini Kata Antropolog

Sound horeg muncul dari perbedaan budaya rakyat dan priyayi. (via Suara)

Suara berdentum hingga membuat kaca rumah bergetar. Itulah sound horeg, fenomena hiburan jalanan yang belakangan memicu debat panas. Meski dianggap mengganggu, sebagian masyarakat justru menganggap musik dengan suara sangat keras ini sebagai bentuk ekspresi budaya.

Inibaru.id - Dentuman suara dari speaker raksasa menggetarkan dinding rumah warga. Parade sound system ini dikenal dengan sebutan sound horeg menjadi semacam "pesta rakyat" di berbagai pelosok Jawa Timur. Bagi sebagian orang, terutama di kawasan selatan, ini bukan sekadar hiburan, tapi juga bagian dari identitas budaya.

Namun nggak semua sepakat. Munculnya fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur terhadap pagelaran sound horeg baru-baru ini menambah api dalam bara perdebatan. Di media sosial, komentar pro dan kontra bersahutan. Lalu sebenarnya, dari mana budaya ini berakar?

Menurut Nindyo Budi Kumoro, antropolog dari Universitas Brawijaya, sound horeg adalah cerminan dari karakter masyarakat Jawa Timur, khususnya di bagian selatan, yang cenderung toleran terhadap suara keras. “Mereka sudah terbiasa hidup berdampingan dengan bunyi nyaring,” jelasnya melansir Kompas, Senin (14/7/2025).

Misalnya saja dalam gelaran hajatan, masyarakat nggak segan menyewa sound system dan memutar lagu dangdut dengan volume maksimal, bahkan sejak pagi hari. Musik dianggap mampu membangkitkan semangat dan memeriahkan suasana.

Hal ini dibenarkan Junaedi. Meski dia masyarakat Jawa Tengah tulen, lelaki 49 tahun ini mengakui menyukai musik dengan volume keras. Baginya, musik menjadi menu wajib baginya ketika memulai pekerjaan sebagai perajin genteng sebelum akhirnya pensiun. Apalah pagi hari tanpa musik dangdut zadul dengan suara menggelegar. "Bakal sepi. Nggak semangat," katanya, Rabu (16/7/2025) kepada Inibaru.id.

Menurutnya, orang kecil sepertinya bisa merasakan nikmatnya hidup dengan melakukan hal yang bagi orang lain sepele seperti menyalakan musik. Tapi haruskah dengan volume keras? "Harus!" tegasnya diiringi tawa. Meski begitu, dia mengaku mengecilkan volume musik ketika azan terdengar. Volume musiknya juga nggak sebising sound horeg dari Jatim, namun tetap sangat nyaring.

Periode musik supernyaring di lingkungan saya ternyata nggak berhenti. Setelah Junaedi nggak lagi menjadi perajin genteng, musik keras kini muncul dari kediaman Rosyid (38). Rumah mereka berdekatan.

Lelaki bertubuh tambun ini juga sering menyalakan musik dengan volume maksimal di pagi hari. "Bisa mengurangi stres menjaga anak selama ditinggal istri kerja di pabrik," akunya. "Maklum, saya bapak rumah tangga."

Perbedaan Budaya

Beberapa orang menyukai musik dengan volume keras. (Adobe Stock)

Junaedi dan Rosyid merupakan contoh kecil masyarakat pinggiran yang haus akan hiburan. Bukan hanya untuk memeriahkan suasana, hiburan berupa musik keras kata Nindyo juga merupakan perwujudan perbedaan budaya rakyat dan budaya priyayi. Masyarakat petani, katanya, lebih ekspresif dalam berekspresi. Kesenian seperti jaranan, bantengan, dan reog adalah contoh bagaimana suara keras dan gerakan energetik sudah lama hadir dalam kehidupan mereka. Bandingkan dengan tari-tarian keraton yang lemah lembut dan penuh aturan.

Nggak hanya itu, faktor ekonomi juga berperan. “Masyarakat kelas menengah ke bawah cenderung menyukai hiburan murah meriah,” ujarnya. Sound horeg pun menjelma menjadi alternatif rekreasi yang mudah diakses dan terasa dekat dengan keseharian.

Namun, apakah budaya ini akan bertahan lama? Nindyo ragu. “Produk budaya bisa lestari kalau dukungan masyarakat lebih besar dari penolakannya,” katanya. Dalam kasus sound horeg, konflik sosial yang menyertainya bisa jadi penghalang.

Saat sebagian masyarakat menganggap sound horeg sebagai gangguan, sebagian lainnya memeluknya sebagai identitas dan sarana pelampiasan emosi. Ini bukan sekadar soal selera musik tapi benturan nilai, kelas sosial, dan cara memaknai hiburan.

Apakah menurutmu sound horeg hanya soal bising semata, atau justru bagian dari hak budaya untuk berekspresi, Gez? (Siti Zumrokhatun/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: