BerandaHits
Jumat, 10 Jul 2025 15:06

Mengapa Malam Terasa Dingin saat Musim Kemarau? Kenali Fenomena 'Bediding'!

Ilustrasi: Fenomena bediding atau hawa dingin pada musim kemarau acap berlangsung dari Juli hingga September di Indonesia. (Cafebiz)

Fenomena bediding kembali terjadi di Indonesia. Kenali penyebab suhu dingin saat kemarau, hoaks yang beredar, dan saran resmi dari BMKG.

Inibaru.id - Akhir-akhir ini hujan sudah jarang turun, menandakan bahwa Juli ini sebagian besar wilayah di Indonesia sudah memasuki musim kemarau. Namun, alih-alih terasa panas, yang terjadi justru sebaliknya; suhu udara menjadi lebih dingin dari biasanya pada malam hari.

Inilah yang dirasakan Dwi Fatmawati. Beberapa hari terakhir bahkan dia merasa hawa dingin itu masih berlanjut hingga pagi harinya. Ibu dua anak yang sebelumnya nggak pernah tidur memakai selimut pun kini terpaksa menggunakannya.

"Aku cek, suhu udara bisa mencapai 13 derajat Celsius beberapa hari belakangan ini," kata perempuan yang tinggal di lereng gunung Slamet ini, Kamis (10/7/2025). "Udara kering dan dingin."

Nggak hanya Fatma, hawa dingin juga dirasakan Hendro, lelaki asal Gresik yang sehari-hari bekerja di Surabaya. Dalam beberapa hari terakhir, dia mengaku harus mengenakan jaket tebal untuk berkendara pada malam hari agar nggak kedinginan.

"Saya lupa hari apa, tapi kemarin sempat turun kabut di jalan. Menurut saya ini jarang terjadi. Kali terakhir saya lihat kabut mungkin 10 tahun lalu sewaktu masih rajin naik gunung," kelakarnya, Kamis (10/7).

Fenomena 'Bediding' pada Musim Kemarau

Ilustrasi: Saat fenomena bediding terjadi, suhu udara di dataran rendah sekitar Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara bisa turun hingga 17 derajat Celsius pada malam hari. (Pixabay/StockSnap)

Saat ini, sejumlah wilayah di Indonesia, khususnya Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara memang tengah mengalami penurunan suhu udara yang cukup signifikan pada malam hingga dini hari. Di dataran rendah, suhu yang biasanya 23–26 derajat bisa turun drastis hingga 17–19 derajat Celsius.

Padahal, secara kalender, kita sedang berada pada musim kemarau. Kenapa bisa begitu? Inilah yang disebut sebagai fenomena Bediding; situasi ketika kita merasakan hawa dingin yang cukup menusuk tulang pada pergantian musim.

Istilah bediding berasal dari bahasa Jawa bedhidhing, yang secara harfiah berarti “dingin sekali”. Ini mengacu pada perubahan suhu yang cukup mencolok, yakni dingin pada malam hingga pagi, tapi sangat panas saat siang. BMKG menyebut, fenomena itu tengah terjadi di wilayah Indonesia bagian selatan saat ini.

Mengapa situasi ini terjadi? Ada beberapa hal yang menyebabkan fenomena bediding di Indonesia. Berikut adalah beberapa kemungkinannya:

1. Dominasi angin Monsun Australia

BMKG menjelaskan bahwa angin dari Australia yang sedang musim dingin bersifat kering dan dingin. Ia bergerak ke utara, melewati Samudera Hindia dan wilayah Indonesia, membuat suhu malam-pagi menurun.

2. Langit cerah mempercepat pelepasan panas

Malam yang cerah membuat radiasi panas dari bumi mudah lepas ke atmosfer. Tanpa awan untuk menahan, suhu pun akan segera menurun drastis pada malam hari.

3. Atmosfer kering dan topografi wilayah

Kelembapan rendah mengurangi kemampuan udara menahan panas. Dengan posisinya yang dekat dengan khatulistiwa bagian selatan, wilayah-wilayah di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara berpotensi mengalami suhu udara yang lebih dingin; apalagi untuk dataran tinggi seperti Dieng atau Lembang.

BMKG mengungkapkan, fenomena bediding ini biasanya terjadi pada Juli hingga September.

Bukan Peristiwa Langka, tapi Tetap Waspada

Ilustrasi: Hawa dingin disertai kabut tebal acap muncul pada musim kemarau di Indonesia bagian selatan. (Wallpapercrafter)

BMKG juga menepis desas-desus di media sosial dan informasi berantai grup WhatsApp (WAG) yang menyatakan bahwa hawa dingin yang cukup menggigit kulit ini disebabkan posisi bumi saat aphelion. Mereka merasa perlu melakukan klarifikasi karena pernyataan tersebut mencatut nama BMKG.

Dikutip dari akun Instagram resmi BMKG, Kamis (10/7), aphelion adalah fenomena astronomi tahunan yang terjadi saat posisi bumi berada pada titik terjauhnya dari matahari. Tahun ini, aphelion terjadi pada 4 Juli lalu dan nggak menimbulkan dampak yang signifikan bagi perubahan cuaca dan iklim, khususnya di Indonesia.

“Cuaca dingin di wilayah selatan khatulistiwa adalah hal yang wajar dan terjadi setiap musim kemarau,” tulis mereka.

Kendati bediding adalah fenomena yang wajar, BMKG tetap mengimbau masyarakat di wilayah-wilayah yang mengalami penurunan suhu udara untuk tetap waspada. Berikut dalah sejumlah saran dari BMKG:

  • Gunakan pakaian hangat pada malam dan pagi karena suhu bisa turun cukup ekstrem;
  • Waspadai penurunan imunitas, karena perubahan suhu rentan membuat kita terserang flu atau ISPA;
  • Konsumsi vitamin, madu, dan cukup hidrasi untuk menjaga daya tahan tubuh;
  • Hindari aktivitas berat di luar ruangan saat penurunan suhu terjadi, terutama pada dini hari;
  • Cek suhu secara berkala jika kamu tinggal di dataran tinggi seperti Dieng, Bromo, Lembang, karena suhu bisa mencapai 11 derajat Celsius.

Fenomena bediding adalah perubahan suhu yang normal saat memasuki musim kemarau. Namun, jangan lengah; situasi ini bisa menjadi masalah jika kamu nggak membuat persiapan yang cukup. Minimal cuci dulu selimutmu, biar nggak bau jika sewaktu-waktu hawa dingin menyergapmu! Ha-ha. (Siti Khatijah/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: