BerandaHits
Jumat, 15 Agu 2024 14:16

Masih Banyak Orang yang Salahkan Korban KDRT

Korban KDRT perlu dilindungi, bukan disalahkan. (Freepik)

Bukannya bersimpati, terkadang orang justru menyalahkan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Padahal, hal ini justru memperdalam luka hati korban.

Inibaru.id - Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah masalah serius yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Namun, meski dampaknya sangat merusak, nggak jarang korban KDRT merasa kesulitan untuk meninggalkan pelaku.

Ini bukan karena mereka nggak ingin bebas, tetapi karena situasi yang mereka hadapi seringkali lebih rumit daripada yang terlihat dari luar.

Mengapa Korban KDRT Kesulitan Meninggalkan Pelaku?

Ada banyak alasan mengapa korban KDRT merasa sulit untuk meninggalkan pelaku, mulai dari ketergantungan finansial, ancaman fisik atau emosional, hingga rasa takut akan stigma sosial. Dalam banyak kasus, pelaku KDRT juga menggunakan manipulasi psikologis untuk membuat korban merasa bahwa mereka nggak memiliki pilihan lain atau bahwa mereka nggak berharga tanpa pelaku.

Kombinasi faktor-faktor ini dapat menciptakan perangkap psikologis yang membuat korban merasa terjebak.

Bahaya Menyalahkan Korban

Ketika korban KDRT disalahkan karena kesulitan meninggalkan pelaku, hal ini dapat memperburuk situasi. Menyalahkan korban bukan hanya tidak adil, tetapi juga bisa membuat mereka merasa lebih terisolasi, gagal, dan kehilangan kepercayaan diri. Mereka mungkin mulai percaya bahwa mereka layak diperlakukan dengan buruk atau bahwa mereka nggak mampu hidup tanpa pelaku. Akibatnya, rasa takut dan ketidakberdayaan mereka meningkat, dan ini dapat memperpanjang siklus kekerasan.

Bagaimana Menolong Tanpa Menghakimi

Beri dukungan pada korban KDRT sehingga nggak merasa sendirian. (via Women Indonesia)

Jika kamu berniat menolong seseorang yang menjadi korban KDRT, penting untuk memberikan dukungan tanpa menghakimi. Berikut adalah beberapa cara untuk melakukannya:

1. Dengarkan dengan Empati: Biarkan korban berbicara tanpa merasa dihakimi. Dengarkan dengan penuh perhatian dan tunjukkan bahwa kamu peduli dengan apa yang mereka rasakan dan alami.

2. Berikan Dukungan Emosional: Tunjukkan bahwa kamu mendukung mereka, apapun keputusan yang mereka buat. Yakinkan mereka bahwa mereka nggak sendirian dan bahwa ada bantuan yang tersedia.

3. Bantu Mereka Menyusun Rencana: Jika korban siap untuk meninggalkan pelaku, bantu mereka menyusun rencana yang aman. Ini bisa termasuk mencari tempat tinggal yang aman, menghubungi layanan bantuan, atau memberikan dukungan logistik lainnya.

4. Hormati Keputusan Mereka: Ingat bahwa meninggalkan pelaku adalah keputusan yang sulit dan berisiko. Hormati keputusan korban, bahkan jika mereka memilih untuk tetap tinggal dalam situasi tersebut sementara waktu. Apa yang mereka butuhkan adalah dukungan berkelanjutan, bukan tekanan atau rasa bersalah.

5. Edukasi tentang KDRT: Membantu korban memahami dinamika KDRT dan bagaimana pelaku memanipulasi mereka dapat memberikan wawasan dan kekuatan untuk mengambil langkah keluar dari situasi tersebut.

6. Dorong Pencarian Bantuan Profesional: Sarankan korban untuk mencari bantuan dari profesional, seperti konselor atau organisasi yang khusus menangani kasus KDRT. Bantuan profesional dapat memberikan strategi yang tepat untuk menangani situasi ini dengan aman.

Menyalahkan korban KDRT hanya akan memperburuk situasi dan memperpanjang penderitaan mereka. Sebaliknya, dengan memberikan dukungan yang penuh empati dan tanpa menghakimi, kita dapat membantu korban menemukan keberanian dan kekuatan untuk mengambil langkah menuju kebebasan dan keselamatan.

Setiap orang berhak untuk hidup bebas dari kekerasan, dan kita semua memiliki peran dalam membantu mewujudkan hal itu. Jadi, jangan ikut-ikutan merundung korban KDRT ya! (Siti Zumrokhatun/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Jokowi dalam Jajaran Tokoh Terkorup di Dunia

1 Jan 2025

Menko Pangan Zulhas: 2025, Bulog akan Serap Hasil Pertanian Indonesia

1 Jan 2025

Untuk Perikanan Jateng, Menteri KKP Revitalisasi Tambak di Pantura Jawa

1 Jan 2025

Tahun Baru 2025, Begini Tantangan Berat Pers di Masa Depan Menurut Dewan Pers

1 Jan 2025

Tentang Dua Film 'Last Letter' yang Digarap Seorang Sutradara

1 Jan 2025

Libur Sekolah Selama Ramadan 2025; Mendikdasmen: Belum Jadi Keputusan

1 Jan 2025

AQ, Faktor Penting Penentu Kesuksesan Selain IQ

1 Jan 2025

Pemerintah Revisi Aturan PPN 12 Persen, Apa yang Terjadi?

1 Jan 2025

Kata Guru dan Orang Tua Siswa tentang Rencana UN yang Akan Diadakan Kembali

2 Jan 2025

Ttangkkeut, Tempat Warga Korea Melihat Matahari Terbit Pertama di Awal Tahun

2 Jan 2025

YOLO; Filosofi Hidup Sekali yang Memacu Kebahagiaan Plus Risiko

2 Jan 2025

Ada Sampah di Planet Mars, Arkeolog: Jangan Dibuang tapi Dilestarikan!

2 Jan 2025

Hari Pertama 2025: KAI Daop 4 Semarang Berangkatkan 25 Ribu Penumpang, Paling Banyak di Stasiun Tawang

2 Jan 2025

Memagari Kicau Merdu Burung Pleci di Pegunungan Muria

2 Jan 2025

Waktu Terbaik Mengunjungi Kebun Buah Mangunan Yogyakarta

2 Jan 2025

MK Hapus Presidential Threshold, Apa Dampak bagi Demokrasi Indonesia?

3 Jan 2025

Dampak Perkebunan Kelapa Sawit bagi Air dan Udara, Baik atau Buruk?

3 Jan 2025

Kemalasan Nobita, Antitesis Masyarakat Jepang dengan Tradisi Tahun Baru

3 Jan 2025

Pastikan Resolusi Tahun Barumu Bebas FOMO!

3 Jan 2025

Seperti Apa Mekanisme Tilang dengan Sistem Poin di SIM yang Berlaku Mulai 2025?

3 Jan 2025