BerandaHits
Selasa, 8 Jun 2020 15:02

Lukisan pada Kereta Kencana Ratu Belanda Dinilai Melecehkan Bangsa Indonesia

Kereta Kencana Ratu dan Raja Belanda dengan gambar yang kontroversial dan cenderung rasis. (Twitter.com/redfishstream)

Setiap Selasa minggu ketiga bulan September, kereta kencana yang mengangkut ratu Belanda akan dikeluarkan menuju parlemen untuk proses pidato tahunan. Sayangnya, lukisan yang ada di sisi kiri dan kanan kereta kencana ini digugat karena mengandung unsur perbudakan dan rasisme. Seperti apa sih lukisan tersebut?

Inibaru.id – Akun media sosial Redfish @redfishstream mengunggah cuitan yang isinya mengkritik Kereta Kencana (The Golden Coach) milik Raja dan Ratu Belanda. Unggahan yang terbit pada Senin (8/6/2020) menjadi pembicaraan luas warganet karena menyinggung perbudakan yang terjadi di Indonesia saat masa penjajahan.

“Sebab rasis, simbol kolonial terdampar melintasi Eropa dan Amerika Serikat, berikut salah satu yang menarik: Kereta Kencana. Ini adalah kendaraan dari raja dan ratu Belanda dengan kemuliaan penaklukan budak Afrika dan subjek kolonial Indonesia oleh penguasa kulit putih.” tulis akun tersebut.

Cuitan itu disertai dengan foto ratu Belanda yang naik kereta kencana yang dihiasi lukisan di kedua sisi kereta. Lukisan memperlihatkan bagaimana budak kulit hitam Afrika sekaligus budak dari Indonesia melayani sang ratu.

Gambar lukisan yang berada di samping kanan dan kiri kereta kencana. (Beritajateng)<br>

Kerabat Keraton Kasunanan KRT Sulistyo Wartonagoro menjelaskan, kereta kencana yang dinaiki Ratu Belanda dibuat dari kayu jati Jawa dan berlapis emas. Agar bisa berjalan, kereta kencana ini ditarik oleh 8 ekor kuda.

Kabar terakhir dari kereta ini adalah, pada 2019, kereta kencana itu tengah dalam proses perawatan renovasi dengan biaya yang cukup mahal, yakni 1,2 juta euro. Hanya, belum jelas apakah proses renovasi ini sudah selesai atau tidak. Belum jelas juga apakah kereta ini masih digunakan atau tidak mengingat di Belanda, lukisan pada kereta ini juga menjadi hal yang kontroversial.

Pabrik kereta Spijker yang dikenal pernah memproduksi kereta kencana di dua keraton dan dua kadipaten di Jawa adalah yang bertanggung jawab pada lukisan di sisi kereta kencana tersebut. Lukisan tersebut dibuat pada 1897-1898 di Den Haag.

Lukisan itu menggambarkan seorang berpakaian adat Jawa menunduk pada Ratu Belanda sembari menyerahkan upeti. Upeti tersebut merupakan persembahan kenaikan tahta Ratu Wilhemina pada 7 September 1898. Pembuatnya adalah Nicolaas van der Waas dari Belanda. Dia menggambarkan kejayaan Kerajaan Belanda atas wilayah jajahannya pada masa lalu.

"Kabar yang saya terima dari teman saya di Belanda, lukisan itu membuat heboh. Karena era sekarang, lukisan itu dipandang oleh beberapa pihak sebagai suatu pelecehan terhadap bangsa dan negara bekas wilayah jajahan Kerajaan Belanda tersebut, yaitu Indonesia," kata Sulistyo.

Gambar di kereta kencana Raja dan Ratu Belanda yang kontroversial. (Twitter.com/redfishstream)

Sementara itu, Het Landelijk Platform Slavernijverleden (Platform Nasional Masa Lalu Perbudakan) dan Stichting Comite Nederlandse Ereschulden (Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda) menuntut agar lukisan samping Kereta Kencana Ratu Belanda dihilangkan. Menurut mereka, lukisan itu menjadi simbol penindasan pada bangsa koloni.

Lukisan mengilustrasikan orang-orang dari bangsa kulit hitam dan bangsa berpakaian Jawa/Sunda tengah mengangkut barang-barang guna melayani ratu yang berkulit putih. Bahkan beberapa di antaranya harus menyembah dan berlutut-lutut.

"Panel samping Kereta Kencana Ratu Belanda itu sebaiknya dibuang atau dimasukkan ke museum," isi permintaan kedua organisasi itu dalam pernyataan bersama mereka.

Melalui surat resmi, mereka juga meminta otoritas dan pejabat terkait memperhatikan keberatan-keberatan terkait panel (lukisan) samping Kereta Kencana.

Kalau menurut kamu, lukisan ini bernilai sejarah yang seharusnya dipertahankan atau justru sebaiknya dihapus saja karena mengandung rasisme dan perbudakan, nih Millens? (Ber/MG26/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024