Inibaru.id – Nggak sampai 24 jam setelah kecelakaan maut di Kalijambe, Purworejo pada Rabu (7/5/2025), kita disuguhi kembali kecelakaan yang dialami KA Harina dan sebuah truk di perlintasan kereta api di Kota Semarang. Jika kita cermati, berita-berita kecelakaan ini semakin sering muncul dalam beberapa tahun belakangan.
Sebagai warga Bandungan, Kabupaten Semarang, yang harus setiap hari “turun gunung” ke Kota Semarang untuk bekerja, Setyo Prasojo mengaku was-was setiap kali mendengar ada berita kecelakaan, khususnya yang terjadi di turunan. Maklum, setiap hari dia harus melewati turunan yang cukup panjang dari kawasan Pudakpayung sampai Terminal Banyumanik, Kabupaten Semarang.
“Sudah beberapa kali kan terjadi kecelakaan maut di turunan tersebut, meski sepertinya nggak sesering kejadian kecelakaan di Silayur, Ngaliyan. Masalahnya, pas saya berangkat kerja, lalu-lintasnya padat dan ada beberapa kendaraan berukuran besar. Khawatir saja kalau tiba-tiba ada kendaraan yang remnya blong di sana,” ungkapnya ngeri saat menonton berita terkait kasus kecelakaan Kalijambe di televisi pada Kamis (8/5) pagi.
Kekhawatirannya makin menjadi saat mendengar sebuah truk menemper KA Harina di perlintasan kereta api Jalan Kaligawe, Kota Semarang. Sebagai mantan warga Mranggen, Demak yang dulu kerap melewati perlintasan KA Ganefo di jam ramai, dia tahu betul bahaya dari perlintasan kereta di jalur padat kendaraan, khususnya saat kereta akan datang dan kemacetan masih nggak terurai.
“Ada truk yang remnya blong, ada truk ODOL di jalanan, hingga bus-bus yang ugal-ugalan, jujur bikin saya semakin ngeri untuk melakukan perjalanan jarak jauh dengan sepeda motor,” pungkas Setyo.
Indonesia darurat keselamatan transportasi
Apa yang diungkap Setyo ternyata diamini oleh Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno. Dia menilai, dengan semakin seringnya berita kecelakaan maut di Tanah Air, sebenarnya keselamatan transportasi di Indonesia sudah masuk kondisi darurat.
Dia nggak asal cuap, karena merujuk data yang dikeluarkan pada 2024 lalu oleh Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Dari data itu, kecelakaan lalu lintas jadi penyebab kematian terbanyak nomor tiga di Tanah Air.
Yang lebih mengenaskan, dari data yang sama, terungkap bahwa 84 persen dari total kasus kecelakaan yang melibatkan bus dan truk disebabkan oleh pengemudi yang kelelahan dan gagalnya sistem pengereman. Penyebabnya, pengemudi nggak punya waktu istirahat yang cukup di tempat dengan fasilitas istirahat yang kurang layak.
“Nggak ada regulasi yang melindungi para pengemudi ini. Mereka mudah lelah dan rentan terkena micro sleep,” ungkap Djoko.
Djoko juga menyebut pengawasan terhadap perawatan kendaraan seperti bus dan truk di Indonesia masih kurang memadai. Standar kesehatan mental serta fisik bagi para pengemudi juga masih mengenaskan.
Makanya, sebagaimana yang dikeluhkan Djoko, jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, pada akhirnya kasus kecelakaan maut bakal semakin terjadi di jalanan Tanah Air. Lantas, apakah pemerintah nggak akan mengambil langkah tegas demi mencegah hal tersebut semakin menjadi? (Arie Widodo/E05)
