BerandaHits
Minggu, 13 Jul 2024 08:50

Fenomena Madden-Julian Oscillation; Alasan Ada Hujan di Tengah Kemarau

Sekarang masih terjadi fenomena atmosfer yang unik, yaitu Madden-Julian Oscillation (MJO).(atmosfera.unam)

Masih bisa merasakan hujan deras di tengah musim kemarau yang panas? Mungkin alasannya karena sekarang ini sedang terjadi fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO).

Inibaru.id - Di daerahmu masih sering terjadi hujan di tengah musim kemarau seperti ini, Millens? Memang cuaca belakangan ini susah diprediksi. Maka dari itu, tetaplah jaga kondisi dan sedia payung meski tengah berada di bulan Juli.

Btw, kamu tahu apa sebabnya hujan masih sering terjadi? Kalau menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sekarang masih terjadi fenomena atmosfer yang unik, yaitu Madden-Julian Oscillation (MJO).

"MJO yang saat ini berada di fase 3 (Indian Ocean), dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap musim kemarau yang sedang berlangsung," ungkap BMKG dalam Prospek Cuaca Mingguan Periode 9 hingga 15 Juli.

"Meskipun umumnya musim kemarau ditandai dengan cuaca kering dan minim hujan, fase MJO ini bisa memengaruhi pola cuaca dengan meningkatkan kemungkinan adanya periode hujan yang lebih intens atau tidak biasa selama musim kemarau, terutama pada puncak musim kemarau."

Untuk periode sepekan ke depan, BMKG memprakirakan potensi hujan sedang hingga lebat, termasuk akibat MJO, hadir terutama di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, minus Jawa. Wilayah Jawa, termasuk Jakarta dan Jawa Barat, diprediksi hanya masuk daerah potensi dampak dari bahaya hujan lebat Kategori Waspada.

Apa itu MJO?

Setiap siklus MJO berlangsung kurang lebih 30-60 hari dan terdapat 8 fase. (MI/Ramdani)

Kamu pasti bertanya-tanya apa itu fenomena MJO? Menurut Pusat Meteorologi Maritim BMKG, MJO adalah aktivitas intra-seasonal yang terjadi di wilayah tropis yang dapat dikenali berupa adanya pergerakan aktivitas konveksi yang bergerak ke arah timur dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik yang biasanya muncul setiap 30 sampai 40 hari.

Mulanya, kata Badan Meteorologi Inggris Raya (Met Office), dua peneliti di American National Centre for Atmospheric Research (NCAR), Roland Madden dan Paul Julian, menggelar studi terhadap angin tropis dan pola tekanan pada 1971.

Saat itu, mereka menemukan osilasi (gerakan, goyangan) teratur di dalam angin antara Singapura dan Kepulauan Kanton di wilayah barat ke tengah khatulistiwa. Nama belakang keduanya pun resmi jadi merek fenomena atmosfer ini.

Aktivitas MJO diketahui dimulai kali pertama lewat hujan yang muncul di wilayah barat Samudra Hindia, yang kemudian menyebar hingga ke timur ke wilayah dengan perairan yang lebih hangat di area Pasifik tropis.

Pola hujan tropis ini cenderung kehilangan identitasnya saat bergerak di atas perairan yang lebih dingin di sebelah timur Pasifik, sebelum muncul kembali di titik tertentu di atas Samudra Hindia.

Fase basah peningkatan konveksi (curah hujan) lalu diikuti dengan fase kering, di mana aktivitas badai petir ditekan (tidak ada hujan). Setiap siklus berlangsung kurang lebih 30-60 hari dan terdapat 8 fase.

Suci Pratiwi dari Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, pada makalahnya menyebut, karakteristik utama MJO adalah adanya wilayah peningkatan dan penurunan curah hujan yang bergerak berpasangan mengelilingi Bumi dari barat ke timur. Ini umumnya terjadi di sepanjang Samudera Hindia hingga Samudera Pasifik.

"Fenomena ini sangat berdampak terhadap kondisi anomali curah hujan di wilayah yang dilaluinya," ujar dia.

Itulah yang dimaksud dengan MJO. Kamu bisa memahami atau butuh membaca referensi lebih lengkap lagi, Millens? Yang jelas, MJO menjadi alasan dalam musim kemarau ini masih sering terjadi hujan. (Siti Khatijah/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: