BerandaHits
Jumat, 5 Agu 2021 13:55

Bulu Tangkis Dunia Dikuasai Negara Asia, Kok Denmark Bisa Ikut Bersaing?

Viktor Axelsen memenangi medali emas Olimpiade Tokyo 2020, bukti Denmark termasuk negara besar di bulu tangkis dunia. (Twitter/thorcmd)

Indonesia, Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan dikenal sebagai negara yang dominan di bulu tangkis dunia. Hanya, Denmark juga bisa ikut bersaing. Padahal, negara-negara Eropa lainnya dikenal nggak punya tradisi bulu tangkis bagus. Lantas, bagaimana bisa Denmark berbeda?

Inibaru.id – Di ajang bulu tangkis dunia, termasuk yang belakangan ini ramai dibahas di ajang Olimpiade Tokyo 2020, memang dikuasai oleh negara-negara Asia.

Tapi, di nomor tunggal putra, ada yang berbeda karena medali emas dimenangkan atlet Denmark Viktor Axelsen. Nah, kalau negara-negara Eropa lain nggak punya tradisi kuat di bulu tangkis, kok Denmark bisa berbeda?

Axelsen bukan atlet Denmark pertama yang “nyempil” di tengah dominasi negara-negara Asia bulu tangkis layaknya Tiongkok, Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan. Sebelumnya, Ada Peter Gade yang melegenda. Ganda putra Mathias Boe dan Carsten Mogensen juga menyabet medali perak Olimpiade London 2012.

Nggak sedikit pebulu tangkis dari negara kecil di utara Jerman itu yang berkali-kali menjadi kandidat kuat juara sejak dulu.

Hal ini sangatlah aneh mengingat hampir semua negara-negara Eropa lainnya cenderung nggak punya tradisi sekuat Denmark di bulu tangkis. Ada yang berpikir kalau Denmark seperti memiliki koneksi khusus dengan negara-negara Asia. Padahal, penyebab utama mengapa Denmark bisa beneran jago di bulu tangkis adalah karena mereka sendiri.

Denmark masuk dalam wilayah Skandinavia dengan suhu yang cenderung dingin dan musim dingin yang cukup panjang. Bagi warganya, untuk berolahraga di luar ruangan di suhu dingin, tentu bakal jadi hal yang lumayan menyiksa. Karena alasan itu, mereka lebih suka berolahraga di dalam ruangan. Salah satu yang dipilih adalah bulu tangkis.

Sejarahnya, pada 1952, klub olahraga yang berada di Kopenhagen bernama Skovshoved Idraetsforening membangun lapangan indoor. Sebenarnya sih, awalnya diperuntukkan bagi olahraga tenis. Ternyata lapangannya terlalu kecil untuk tenis.

Nah, obrolan soal bagaimana menggunakan lapangan kekecilan ini sampai ke toko pemilik alat olahraga. Pemilik toko alat olahraga ini kemudian menyarankan olahraga dengan raket yang dia dapatkan di Inggris dengan ukuran dan senar yang lebih kecil. Nah, raket ini untuk bulu tangkis atau di sana lebih dikenal dengan badminton.

Peter Gade, legenda tunggal putra bulu tangkis Denmark kini memiliki Peter Gade Academy di sana. (Twitter/petergade_off)

Sejak saat itulah, badminton mulai dimainkan di Denmark. Meski sebenarnya, hingga sekarang, kebanyakan orang di sana menjadikannya hobi saja, bukannya dimainkan lebih serius sebagaimana para atlet profesional.

Di sana klub-klub bulu tangkis lokal terus bertambah jumlahnya. Setidaknya kini sudah ada 660 klub badminton di sana. Jumlah yang sangat banyak untuk negara yang bahkan luasnya nggak lebih besar dari Pulau Jawa ini.

Setiap klub di sana sudah mendapatkan standar pelatihan bulu tangkis yang tinggi dari federasi. Pelatih-pelatih terbaik lulusan akademi atau universitas berstandar internasional juga ditempatkan di klub-klub tersebut. Otomatis, sejak dini, anak-anak muda Denmark sudah dibentuk untuk jadi atlet dengan baik.

“Ketika berusia lima tahun, banyak yang sudah diajari dasar-dasar bulu tangkis,” ucap legenda Denmark Peter Gade yang punya Peter Gade Academy di sana.

Di sana, kompetisi bulu tangkis sejak usia dini juga sudah cukup banyak dengan level pertandingan yang ketat. Federasi memastikan kompetisi-kompetisi ini mampu menghasilkan pebulu tangkis terbaik yang nantinya akan mewakili Denmark bertarung melawan negara-negara besar bulu tangkis di level dunia.

Jadi, sudah nemu kan jawaban mengapa dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya, Denmark bisa begitu bagus di bulu tangkis dunia, Millens? (Kum/IB09/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Tahu Campur Pak Slamet, Pemadam Kelaparan Andalan di Pasar Sumowono

22 Des 2024

Mulai 1 Januari 2025, Pendakian Rinjani Akan Ditutup 3 Bulan

22 Des 2024

Mengapa Ban Sepeda Motor Baru Ada 'Rambutnya'?

22 Des 2024

Ekonomi Makin Sulit, Suami Stres Makin Rentan Lakukan KDRT

22 Des 2024

Mengagumi Indahnya Senja di Dusun Sumurup Rawa Pening

22 Des 2024

Serunya Wisata Kano di Kawasan Mangrove Baros Bantul, Yogyakarta

22 Des 2024

Makna Potongan Bambu di Nisan-Nisan Makam di Sumowono Kabupaten Semarang

23 Des 2024

Mengakhiri Tahun 2024 dengan Mendaki, Ini Hal yang Harus Kamu Perhatikan

23 Des 2024

Me Time: Hak yang Berubah Jadi Barang Mewah bagi Ibu

23 Des 2024

Kala Siang Hari Jadi Lebih Pendek di Islandia saat Musim Dingin

23 Des 2024

Pemprov Jateng Peringati Hari Ibu ke-96, Teguhkan Peran Setara Perempuan

23 Des 2024

Aman, Ini Tiga Barang yang Dipastikan Nggak Akan Terkena PPN 12 Persen

23 Des 2024

Polda Jateng Periksa Senjata Anggota, Buntut Penembakan Siswa SMK hingga Tewas

24 Des 2024

Event Tari Gagal, Penyelenggara Dilaporkan Ke Polda Jateng

24 Des 2024

Mi Dadat Pak Karnan, Legenda Kuliner di Jekulo, Kudus

24 Des 2024

Pemkot Fukushima Jepang bakal Sebar Identitas Pembuang Sampah Sembarangan

24 Des 2024

Sementara di Jabodetabek, Minyak Jelantah Bisa Ditukar dengan Uang di Pertamina

24 Des 2024

'Brain Rot' di Kalangan Gen Alpha, Sebuah Fenomena dan Dampaknya

24 Des 2024

Wisatawan di Jateng Diprediksi Capai 6,4 Juta Selama Libur Nataru

24 Des 2024

Uang Palsu dari UIN Makassar Diklaim Bisa Masuk ATM, Benarkah?

24 Des 2024