BerandaHits
Kamis, 13 Sep 2023 18:20

Berkat Mbah Dirjo, Warga Jogja Mampu Kurangi Sampah Sampai Puluhan Ton

Mbah Dirjo, gerakan pengelolaan sampah organik di Kota Yogyakarta. (Jogjakota.go.id)

Mbah Dirjo bukanlah nama orang tua, melainkan sebuah gerakan mengelola sampah organik rumah tangga. Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori Ala Jogja, itulah Mbah Dirjo.

Inibaru.id – Dalam beberapa bulan belakangan, Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami masalah pengelolaan sampah gara-gara penuhnya sejumlah tempat pembuangan akhir (TPA) di sana. Untungnya, warga Jogja nggak tinggal diam saat mengetahui hal ini. Mereka menggunakan Mbah Dirjo untuk mengatasi masalah tersebut.

Mbah Dirjo bukanlah nama orang tua, Millens, melainkan sebuah gerakan mengelola sampah organik rumah tangga. Nama tersebut adalah singkatan dari Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori Ala Jogja. Progam ini baru diluncurkan pada 29 Juli 2023 sebagai respons dari penuhnya TPA Piyungan.

Menurut keterangan Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya, progam ini muncul berkat kerja sama Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta dengan Forum Bank Sampah (FBS) setempat. Tujuannya untuk menekan produksi sampah di tingkat lingkungan terkecil.

“Pengelolaan sampah organik memang perlu dilakukan secara massal oleh masyarakat Yogyakarta dari level rumah tangga,” ucap laki-laki yang juga menjabat sebagai Ketua FBS Yogyakarta sebagaimana dilansir dari Jogjakota, Sabtu (29/7/2023).

Lantas, bagaimana cara masyarakat menjalankan program ini? Ternyata, setiap rumah tangga diminta untuk menyediakan satu atau dua biopori. Di biopori itulah, sampah organik rumah tangga bisa dibuang. Nah, sampah-sampah organik pada biopori itu bisa dimanfaatkan sebagai pupuk dan nggak perlu lagi dibuang ke TPA.

Mampu Mengurangi Produksi Sampah Organik Harian

Warga Jogja sedang berusaha mengurangi produksi sampah harian. (Beritajogja/Kominfo Kota Yogyakarta)

Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta Singgih Raharjo menyambut baik Program Mbah Dirjo ini. Dia pun berharap program ini setidaknya bisa menurunkan jumlah sampah organik yang biasanya dibuang ke TPA Piyungan sampai 20 ton per hari.

Yang menarik, target ini sudah dilampaui karena menurut data yang dikeluarkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, program ini justru mampu menurunkan jumlah sampah organik di Kota Gudeg sampai 64,7 ton per hari! Angka ini didapatkan dari 16.863 titik pengelolaan sampah organik rumah tangga tersebut.

“Selain biopori, ada metode pengolahan sampah organik lainnya seperti ember tumpuk serta Iosida. Selain itu, di Kota Yogyakarta juga sudah ada 658 bank sampah berbasis RW yang semuanya sudah aktif,” ungkap Singgih sebagaimana dilansir dari Tribunjogja, Sabtu (9/9/2023).

Warga pun menyambut baik program ini karena mereka mendapatkan solusi untuk mengatasi masalah sampah yang sempat bikin resah. Apalagi, gerakan Mbah Dirjo nggak sulit untuk dilakukan. Hal ini ditegaskan laporan oleh Muhammad Taufik, warga Kadipaten, Kemantren Kraton.

“Berkat Mbah Dirjo, saya jadi terbiasa mengurus sampah rumah tangga sendiri. Pembuatan biopori juga mudah karena bahannya hanya berupa ember cat bekas volume 25 kilogram. Lokasinya ada di halaman rumah sehingga mudah untuk dijadikan tempat buang sampah organik,” jelas Taufik.

Salut ya, Millens. Saat masalah pengelolaan sampah muncul, mereka mampu mencari solusi untuk mengurangi jumlah sampah organik dengan efektif. Semoga saja Program Mbah Dirjo ini bisa dijadikan contoh bagi daerah-daerah lain yang ingin menekan jumlah produksi sampah harian. Setuju? (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024