BerandaHits
Rabu, 24 Mei 2022 16:24

Banjir Rob Semarang dan Wilayah Pantura Lainnya Disebabkan oleh Fenomena Perigee?

Banjir rob Semarang, benarkah karena fenomena perigee? (Antara/Aji Styawan)

Banjir rob Semarang dan di sejumlah wilayah lainnya di pesisir utara Jawa kabarnya dipicu oleh fenomena perigee. Jarak bumi dan bulan yang paling dekat membuat pasang air laut jadi tinggi. Benarkah?

Inibaru.id - Pada Senin (23/5/2022), sejumlah wilayah di pesisir utara Jawa Tengah seperti Pekalongan, Demak, Tegal, Rembang, dan Pati melaporkan banjir rob yang cukup parah. Namun, yang paling menghebohkan adalah banjir rob Semarang. Video yang menunjukkan derasnya air laut memasuki daratan di kawasan Tanjung Emas pun viral di media sosial.

Saking parahnya banjir rob di Ibu Kota Jawa Tengah, aktivitas pabrik dan pelabuhan lumpuh. Banyak karyawan pabrik yang bahkan rela pulang dengan menerjang genangan air laut yang sudah melebihi pinggang orang dewasa. Tak terhitung berapa banyak sepeda motor dan kendaraan lain yang terpaksa ditinggalkan karena ditenggelamkan oleh air laut.

Meski warga Pantura Jawa Tengah sudah terbiasa dengan isu banjir rob dan penurunan muka tanah, tetap saja banjir rob kemarin bikin heran karena cukup parah. Kalau menurut Koordinator Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Emas Semarang Ganis Erutjahtjo, salah satu faktor yang menyebabkan parahnya bencana ini adalah fenomena perigee alias posisi bumi dan bulan yang sedang dalam jarak paling dekat.

“Tinggi gelombang di perairan utara Jawa Tengah mencapai 1,25 – 2,5 meter. Kondisi di akhir bulan Syawal, di mana masa itu adalah mendekati fase puncak pasang. Pada 23 Mei 2022, pukul 16.00 WIB tercatat tinggi pasang 210 cm,” jelas Ganis, Senin (23/5).

Meski begitu, ahli astronomi dan astrofisika dari Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin menyebut faktor astronomis tersebut bukanlah penyebab utama dari banjir rob.

“Mungkin karena ada faktor gelombang laut (swell atau alun). Faktor astronomis kurang dominan karena bulan bukan posisi purnama atau bulan baru,” jelas Thomas,” Selasa (24/5).

Meski ada pengaruh dari fenomena perigee, banjir rob Semarang dipicu oleh banyak faktor. (Ayosemarang/Audrian Firhanussa)

Hal yang senada diungkap peneliti Pusat Riset Antriksa BRIN Andi Pangerang, dia menjelaskan kalau penyebab banjir rob ini lebih dari sekadar fenomena perigee. Soalnya, puncak fenomena ini justru terjadi pada 17 Mei 2022 atau setelah Waisak. Kini, bulan ada di fase perbani di mana konfigurasi antara matahari, bulan, dan bumi justru membentuk sudut 90 derajat sehingga efek pasang surutnya di bumi nggak sebesar saat purnama atau bulan baru.

“Jadi faktor yang mempengaruhi rob di Semarang, Pekalongan, tuban bukan semata-mata faktor astronomis melainkan juga gelombang laut yang memang tinggi dan juga ada faktor penurunan muka tanah,” ungkap Andi.

Lantas, sampai kapan gelombang laut di pesisir utara Jawa cukup tinggi sehingga bisa memicu banjir rob? Kalau soal ini, Kepala Pusat Meteorologi Maritim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Eko Prasetyo memprediksi hal ini bisa saja berlangsung sampai besok.

“Kondisi banjir pesisir ini dapat berlangsung di sebagian utara Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur hingga 25 Mei 2022,” jelasnya.

Sebenarnya, sejak 13 Mei lalu, pihak BMKG sudah merilis adanya kemungkinan banjir di pesisir di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk di pesisir Jawa karena adanya pasang maksimum air laut. Prediksi ini benar-benar terjadi karena sejak 14 Mei, sudah terjadi banjir pesisir di sejumlah wilayah di Tanah Air dan mencapai puncaknya pada kemarin.

Duh, semoga saja banjir rob Semarang dan banjir di wilayah lain bisa segera surut, ya Millens. (Tem, Kom/IB09/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024