BerandaAdventurial
Kamis, 15 Jan 2020 19:30

Nggak Lagi Seram, Kini Rumah Abraham Fletterman Jadi Tempat Resepsi Favorit

Rumah ini dibangun pada 1890 oleh Abraham Fletterman. (Inibaru.id/ Audrian F)

Kalau kamu ketik di Google dengan kata kunci "tempat di Semarang", Rumah Abraham Fletterman pasti menjadi salah satunya. Meski kondisinya sempat memprihatinkan, kini rumah tua ini justru menjadi venue favorit untuk menggelar pesta. <br>

Inibaru.id - Saya masih ingat kondisi rumah ini sekitar empat atau 5 tahun yang lalu; seram. Cat tembok kusam dan mengelupas, kusen kayu lapuk, rumput di halaman juga tumbuh tinggi. Jadi, wajar saja kalau dulu tempat ini dianggap angker di Kota Semarang.

Tapi pada Selasa (7/1) pagi, rumah yang terletak di pertigaan Jalan Kyai Saleh dan Jalan Veteran ini tampak luar biasa. Rumah ini telah sepenuhnya direkonstruksi. Sekarang saya bisa melihat seperti apa versi asli rumah ini.

Saya disambut Dwi Prakoso, Kepala Pengelola rumah ketika saya datang. Usianya mungkin sekitar 50 tahun. Dengan ramah dia berbagi cerita.

Dwi Prakoso menceritakan banyak hal mengenai Rumah Abraham Fletterman. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

“Untuk arsip sejarah secara pastinya tentang rumah ini sebetulnya belum diketahui secara pasti. Yang jelas rumah ini adalah milik Abraham Fletterman. Dia adalah seorang arsitek yang berasal dari Belanda,” ujar Prakoso.

Prakoso juga menambahkan kalau Abraham Flatterman memiliki sebuah yayasan sosial yang bernama “Mardi Waluyo”. Cikal bakal yayasan tersebut sebetulnya merupakan sebuah perkumpulan orang-orang Belanda yang bernama Vereeniging tot Bevordering van de Inlandsche Ziekenverpleeging. Yayasan ini pulalah yang mengurus dan mengembangkan rumah tersebut sampai saat ini.

Nah, sepeninggal Abraham, rumah ini dihibahkan kepada rekan seyayasan bernama Maximillian Van der Sluys Veer sekaligus sebagai pemilik terakhir dengan istrinya, Elly Kristanti.

Maximillian Van der Sluys Veer dan istrinya Elly Kristanti. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

“Sebelum dipugar, rumah ini dihuni oleh Bu Elly seorang diri, soalnya suaminya (Maximillian) lebih dulu meninggal. Bu Elly waktu itu sudah sangat tua. Mobilitasnya cuma di ruang tengah dan kamar jadi wajar saja jika saat itu rumah ini tampak tidak terurus,” jelas Prakoso. Akhirnya saya paham kenapa dulu rumah ini tampak nggak berpenghuni.

Rumah ini dibagi menjadi dua bagian yakni rumah induk dan paviliun. Untuk rumah induk kini lebih sering disewakan sebagai tempat penyelenggaraan pernikahan, reuni, foto katalog, dan banyak acara lainnya. Kamu bisa cek instagram resmi mereka di @RumahKS15 kalau tertarik sewa.

O ya, kalau bagian paviliun, sekarang menjadi kantor Yayasan Mardi Waluyo. Prakoso bercerita kalau sebelumnya paviliun tersebut keadaannya sangat terbengkalai.

Beberapa karyawan yang bekerja di Rumah Abraham Fletterman. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

Saya sempat berkeliling untuk memotret bagian dalam rumah. Semua interiornya masih tampak asli. Perkakas ruangannya seperti lemari, meja-kursi dan lain sebagainya pun menurut Prakoso asli milik rumah ini. Oh, iya. Ada foto-foto Abraham Fletterman dan pemilik selanjutnya, Maximillian Van der Sluys Veer.

Di lantai utama ada dua kamar, ruang tengah dan halaman belakang terlihat cukup asri dan terawat. Di sinilah penyewa biasa menyelenggarakan acara. Sayangnya, saya nggak boleh naik ke lantai dua.

Halaman belakang Rumah Abraham Flatterman, spot favorit garden party. (Inibaru.id/ Audrian F)<br>

“Yayasan sudah sepakat tidak akan membuka untuk umum akses ke lantai dua. Soalnya kami khawatir akan kekuatan bangunannya,” ucap Prakoso.

Saya sempat memohon untuk melihat-lihat, tapi Prakoso bersikukuh melarang. Katanya, dia nggak mau nantinya media lain iri. Duh, ini sebenarnya saya yang iri melihat media lain pernah naik, Pak! Saya hanya bisa memekik dalam hati.

Kamu sudah pernah berkunjung ke rumah Abraham Fletterman, Millens? (Audrian F/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024

Menyusuri Perjuangan Ibu Ruswo yang Diabadikan Menjadi Nama Jalan di Yogyakarta

11 Nov 2024

Aksi Bersih Pantai Kartini dan Bandengan, 717,5 Kg Sampah Terkumpul

12 Nov 2024

Mau Berapa Kecelakaan Lagi Sampai Aturan tentang Muatan Truk di Jalan Tol Dipatuhi?

12 Nov 2024

Mulai Sekarang Masyarakat Bisa Laporkan Segala Keluhan ke Lapor Mas Wapres

12 Nov 2024

Musim Gugur, Banyak Tempat di Korea Diselimuti Rerumputan Berwarna Merah Muda

12 Nov 2024

Indonesia Perkuat Layanan Jantung Nasional, 13 Dokter Spesialis Berguru ke Tiongkok

12 Nov 2024

Saatnya Ayah Ambil Peran Mendidik Anak Tanpa Wariskan Patriarki

12 Nov 2024

Sepenting Apa AI dan Coding hingga Dijadikan Mata Pelajaran di SD dan SMP?

12 Nov 2024

Berkunjung ke Dukuh Kalitekuk, Sentra Penghasil Kerupuk Tayamum

12 Nov 2024

WNI hendak Jual Ginjal; Risiko Kesehatan Apa yang Bisa Terjadi?

13 Nov 2024

Nggak Bikin Mabuk, Kok Namanya Es Teler?

13 Nov 2024

Kompetisi Mirip Nicholas Saputra akan Digelar di GBK

13 Nov 2024

Duh, Orang Indonesia Ketergantungan Bansos

13 Nov 2024

Mengapa Aparat Hukum yang Paham Aturan Justru Melanggar dan Main Hakim Sendiri?

13 Nov 2024