BerandaAdventurial
Sabtu, 24 Apr 2020 11:41

Mereka yang Tinggal di Rumah Boro Mengajari Saya Bersyukur

Penampakan ruang depan Omah Boro. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)

Tinggal bersama dalam satu rumah, para perantau dari berbagai daerah ini mengaku punya berbagai pengalaman. Daripada pengalaman pahit, mereka mengaku lebih banyak hal baik yang patut disyukuri saat tinggal di sana. Bagaimana ceritanya?

Inibaru.id - Miris hati saya saat menyusuri ruangan demi ruangan yang ada di Omah Boro, rumah bagi para perantau yang ada di Kampung Sumeneban Semarang ini. Rumah kuno nan besar ini jadi tempat berteduh para pekerja kasar di sekitar Pasar Johar dan Pecinan Semarang. Kamu bisa mengartikan tempat berteduh literally sebagai tempat berteduh. Nggak ada barang mewah, atau fasilitas di luar dasar layaknya rumah tinggal.

Penghuni Omah Boro yang bisa mencapai puluhan hingga ratusan orang ini biasa tidur berjejer bak ikan pindang di atas balai-balai (amben) beralaskan karpet plastik murah yang bisa dibeli di Pasar Johar. Kamar mandi yang pengap dengan penerangan seadanya harus mereka pakai bergantian. Sebagai hiburan, ada beberapa televisi di beberapa titik yang dibawa oleh para penghuni.

Ya, setiap sudut Omah Boro seakan menggambarkan bahwa para pekerja yang tinggal dengan tarif Rp 3 ribu per malam sedang berjuang mati-matian buat keluarga di kampung halaman. Pada pagi sampai sore, ruangan besar itu kosong, tapi pada malam hari berubah ramai.

Pada bangunan dengan banyak amben tersebut, saya sempat ngobrol dengan beberapa penghuninya. Salah satunya adalah Tasliman. Dia kebagian tidur di loteng. Untuk mencapai loteng yang cukup tinggi tersebut, saya setengah merangkak ketika menaiki tangga tua yang nampak rapuh.

Nyaris Tanpa Duka

Beberapa penghuni Omah Boro yang nampak <i>enjoy </i>tinggal di sana. (Inibaru.id/ Zulfa Anisah)

Siang itu Tasliman tampaknya baru saja datang dari kampung halamannya. Dia mengaku sudah beberapa waktu di kampung. Tapi karena tak ada pemasukan, dirinya yang biasa menjajakan rokok di sekitar Simpang Lima ini kembali ke Semarang.

Selama 11 tahun tinggal di Omah Boro, Tasliman berbagi susah senang yang dia alami. Menurutnya, tinggal bersama banyak orang bisa bikin suasana menjadi ramai. Apalagi pekerja di sini berasal dari berbagai daerah.

“Rame-rame banyak teman dari berbagai daerah,” tuturnya.

Selain Tasliman, ada pula Sutrisno yang tinggal di sana sejak 1996. Selama 24 tahun dirinyalah yang menjadi saksi naiknya tarif sewa Omah boro. Menurutnya, awal dia tinggal di sana tarifnya cuma Rp 300, kini penghuni harus membayar Rp 3000 per harinya. Sambil menunjukkan keplek –semacam kartu spp Omah Boro, dia tampak kerasan tinggal di sana.

“Senang di sini karena murah, ringan, ada kamar mandi, wc umum. Bisa mencuci sendiri juga,” ungkap lelaki yang menjadi buruh angkut ini.

Saking kerasannya, Sutrisno enggan sambat apa yang menjadi dukanya di tempat ini.

“Nggak ada dukanya. Kalau sudah lama ya tinggal balik karena biaya pulang kampung juga murah,” kata lelaki asal Sragen ini.

Diakui Talisman, berada di perantauan dengan banyak orang asing bikin mereka harus terbiasa menolong satu sama lain. Dia mengaku bahwa yang menolongnya ketika susah adalah teman-temannya di Omah Boro tersebut.

“Kalau sakit cuma teman yang menolong,” jawabnya yang seketika bikin saya terenyuh.

Ya, selain mereka berdua, ada pula Sutarmi, Rahmat dan Agus yang nampak enjoy dengan segala keterbatasan di Omah Boro. Semakin saya gali, semakin saya malu pada diri sendiri. Ya, segala yang ada di Omah Boro mengajarkan saya arti bersyukur. (Zulfa Anisah/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: