BerandaAdventurial
Rabu, 25 Feb 2020 19:00

Jejak Sejarah Gedung Soesmans Kantoor Kota Lama Semarang

Fasad gedung Soesmans Kantoor di Kota Lama. (Inibaru.id/ Isma Swastiningrum)

Gedung Soesmans Kantooor bagi para pengunjung Kota Lama Semarang tentu menjadi ikon gedung yang bersejarah. Bangunan bergaya Eropa yang pernah menjadi tempat aktivitas jasa masa kolonial ini kabarnya akan dijadikan kafe.

Inibaru.id – Kenangan saya bersama gedung Soesmans Kantoor terjadi pada 8 Desember 2019 lalu ketika Patjar Merah mengadakan pameran buku dan diskusi bersama yang mendatangkan para penulis asal Semarang. Salah satunya Yusi Avianto Pareanom, penulis buku Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi.

Pada saat itu ketika masuk ke dalam gedung, kesan tua segera menyapa. Warna putih cat yang mulai pudar, pintu-pintu besar yang yang kayunya mulai mengkerut, dan ketika beranjak ke lantai dua, orang yang naik harus didahulukan daripada orang turun. Ada tulisan di sebuah kertas, gedung dalam tahap renovasi.

Di lantai 2 itulah, saya bisa melihat beberapa sisi Kota Lama dari balkon. Seperti Gedung Monod Diephuis yang saat ini sering digunakan untuk acara seni dan pameran serta gedung kantor asuransi De Indische Lloyd bagian belakang hingga gang Rumah Akar Semarang.

Dari balkon bisa terlihat gedung lain, seperti Indische Lloyd. (Inibaru.id/ Isma Swastiningrum)<br>

Ketika saya datang lagi pada Sabtu (22/2), pintu utama Soesmans Kantoor telah ditutup. Pintu besar berwarna biru itu terkunci dengan gembok besar. Aneka bahan bangunan dari pasir dan batu bata tampak mengumpul di beberapa spot.

Di dalam gedung terdapat pula para tukang yang tengah bekerja. Saya berkeliling sampai belakang gedung dan menemui hal yang sama, terlihat gedung memang tengah direnovasi. Di bagian belakang gedung, kata “PERTJETAKAN” masih terpatri jelas di salah satu temboknya.

Saya kemudian bertemu dengan M Amin petugas khusus keamanan Kota Lama yang memakai seragam warna hitam. Dia mengatakan gedung Soesmans Kantoor tengah dipugar dan dikontrak oleh orang dari luar negeri.

“Gedung tengah direnovasi, sudah sekitar 50 persen dan bangunan dikontrak oleh orang luar dari Korea dan mau dijadikan kafe,” katanya yang saat itu tengah bertugas.

Soesmans Kantoor bagian belakang terdapat tulisan "PERTJETAKAN". (Inibaru.id/ Isma Swastiningrum)

Gedung ini memiliki pilar-pilar warna putih dan jendela-jendela kayu warna cokelat yang tinggi. Bangunan yang berada di Jalan Kepodang 15 kawasan Kota Lama ini telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Semarang berdasarkan Keputusan Walikota Nomor 646/50/Tahun 1992 pada 4 Februari 1992 sebagai bangunan cagar budaya.

Pada fasad sebelah utara terdapat tulisan SAMARANG 1866 yang konon menjadi tahun didirikan bangunan. Nama asli dari gedung ini adalah Soesman's Emigratie, Vendu en Commissie Kantoor. Menurut database daring dari Universitas Leiden Belanda terkait colonial business Indonesia, dijelaskan Soesman's Emigratie Vendu Com merupakan perusahaan yang dibentuk pada 1898 berpusat di Semarang dan didirekturi oleh Soesman, CJJ.

Bangunan di sekitar Soesmans Kantoor yang bisa kamu lihat dari balkon di lantai 2. (Inibaru.id/ Isma Swastiningrum)

Melihat dari namanya, selain jadi kantor mengurus emigrasi, digunakan juga untuk tempat lelang (vendu, bahasa Belanda). Fanpage Semarang Tempo Dulu menjelaskan, bangunan tersebut milik Firma Soesman, perusahaan periklanan yang pernah naik daun ketika mendapat kontrak iklan program transmigrasi ke Deli Serdang. Soesman NV disebut punya hak untuk menyalurkan tenaga kerja perkebunan di Jawa dan Sumatera.

Sedangkan beberapa sumber seperti akun Instagram @myheritagetrip, Soesmans Kantoor menjadi pusat kegiatan sebuah perusahaan ekspor-impor kuda milik Belanda, serta menyediakan sebuah jasa yang dibutuhkan pada masa itu yakni pekerja perkebunan karet dan para pekerja tambang.

Hm, semoga bangunan ini dimanfaatkan untuk keperluan yang tepat ya, Millens! Makin terawat dan dimanfaatkan. (Isma Swastiningrum/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024