BerandaAdventurial
Kamis, 4 Des 2019 19:30

Berkunjung ke Menara Mercusuar Willem III; Melelahkan tapi Puas

Mercusuar Willem III tampak dari Pelabuhan Tanjung Emas. (Inibaru.id/ Audrian F)

Setelah mengantongi izin untuk mengunjungi Mercusuar Willem III, saya langsung meluncur ke sana. Seperti yang saya duga sebelumnya, cagar budaya ini memang istimewa.

Inibaru.id - Sudah lama saya ingin berkunjung ke Menara Mercusuar Willem III yang ada di Tanjung Emas Semarang. Namun nggak pernah kesampaian karena untuk masuk ke lokasinya saja saya ragu karena harus memasuki kantor Navigasi Distrik Kelas II Semarang dan lagipula mercusuar tersebut nggak tampak dibuka untuk umum.

Keraguan saya itupun memang benar adanya. Bahkan dengan maksud melakukan peliputan saja, harus melewati proses birokrasi yang lumayan menyita waktu. Jika dipikir-pikir sebetulnya prosesnya simpel, kamu harus mengajukan surat permohonan dan menunggu jawaban. Cuma untuk sebuah tempat bersejarah dan berpotensi wisata mungkin cukup melelahkan.

Namun kejengahan saya itu dijawab oleh Januri, Koordinator Kelompok Sarana Bantu Navigasi Pelayaran(SPBN) Distrik Navigasi Kelas II Semarang. Dia membeberkan kalau mercusuar yang masih dikelola oleh Distrik Navigasi Kelas II Semarang ini jika dibuka untuk umum masih belum siap.

“Kami masih dalam tahap pembangunan. Di sekitar saja masih berantakan. Belum lagi jika memang abrasi melanda. Ini bangunan cagar budaya jadi kami serba hati-hati dalam menjaganya. Tapi sebetulnya memang ada tujuan dibuka umum buat ke depannya,” jelas Januri. Jadi jelas ya, kamu harus mengajukan surat permohonan dulu sebelum berkunjung ya, Millens.

Meskipun telah melalui proses yang melelahkan tadi, tapi kunjungan saya ke Menara Mercusuar Willem III terbayar impas. Saya ditemani Januri menyusuri tiap ruangan di menara ini.

Lantai 1 Mercusuar Willem III yang sudah terendam abrasi. (Inibaru.id/ Audrian F)

Di depan mercusuar, Januri menjelaskan kalau tiap tahun Distrik Navigasi Kelas II Semarang selalu berupaya merawat mercusuar. Dia yang hampir 30 tahun bekerja di area pelabuhan Tanjung Emas ini juga bercerita kalau perlahan mercusuar Willem III perlahan tenggelam.

“Sudah tenggelam sekitar 3 meter,” ungkapnya.

Januri memberi tahu kalau akan ada 10 lantai. Di lantai paling dasar sudah dipenuhi genangan air laut yang masuk. Sehingga untuk melewatinya pengelola memberi alas berkayu. Di beberapa sisi sudah mulai berkarat, tapi nggak semuanya. Saya membayangkan bagaimana 5 atau 10 tahun kelak. Air laut tentu akan semakin mengikis dan karatan juga nggak bisa dihindari.

“Saya kagum pada bangunannya. Ini nggak mungkin sekadar plat baja tapi ada campuran timahnya. Kalau enggak mungkin sudah berkarat semua,” ungkap Januri.

Terdapat pajangan dokumentasi Tanjung Emas dan mercusuar sejak zaman Belanda. (Inibaru.id/ Audrian F)

Untuk menaiki setiap lantai harus menggunakan tangga putar. Berada di dalam sebuah ruangan yang dikelilingi lempengan baja sudah sepantasnya kalau hawanya terasa panas. Namun hal itu tersingkirkan oleh rasa ingin tahu  yang ingin melihat lantai demi lantai.

Di lantai 2 sampai 4 terpajang berbagai dokumentasi mengenai Tanjung Emas dan mercusuar. Hampir semua foto menampakan aktivitas orang Belanda di Tanjung Emas. Mungkin itu semua memang peninggalan dokumentasi mereka.

Setelah itu lantai demi lantai terlewati. Saya membayangkan bagaimana jika dalam keadaan kondisi darurat. Pasti akan sangat lelah menapaki semua ini. Bayangan soal adanya lift untuk mempercepat langkah jelas sudah lewat dalam benak saya.

Pelabuhan Tanjung Emas tampak dari puncak Mercusuar Willem III. (Inibaru.id/ Audrian F)

Semakin naik luas ruangan semakin mengecil. Terlebih di lantai tertinggi atau di ruang lampu. Januri mengajak saya menuju ke teras. Untuk menuju ke sana harus melewati tangga putar yang sempit. Jujur, kendati bisa, saya cukup kesulitan melewatinya.

Sampai di luar, angin kencang berembus. Tampak pemandangan kapal-kapal yang terparkir di Pelabuhan Tanjung Emas. Semua lelah dan panas saat naik dari lantai ke lantai terbayar di sini.

Seru juga kan, Millens. Ingat ya, kalau mau berkunjung ke sini harus mengajukan surat permohonan dulu, nggak gampang. He he. (Audrian F/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024

Menyusuri Perjuangan Ibu Ruswo yang Diabadikan Menjadi Nama Jalan di Yogyakarta

11 Nov 2024

Aksi Bersih Pantai Kartini dan Bandengan, 717,5 Kg Sampah Terkumpul

12 Nov 2024

Mau Berapa Kecelakaan Lagi Sampai Aturan tentang Muatan Truk di Jalan Tol Dipatuhi?

12 Nov 2024

Mulai Sekarang Masyarakat Bisa Laporkan Segala Keluhan ke Lapor Mas Wapres

12 Nov 2024

Musim Gugur, Banyak Tempat di Korea Diselimuti Rerumputan Berwarna Merah Muda

12 Nov 2024

Indonesia Perkuat Layanan Jantung Nasional, 13 Dokter Spesialis Berguru ke Tiongkok

12 Nov 2024

Saatnya Ayah Ambil Peran Mendidik Anak Tanpa Wariskan Patriarki

12 Nov 2024