BerandaAdventurial
Selasa, 11 Nov 2019 19:30

Inna Dibya Puri, Hotel Bersejarah yang Banyak Merekam Kejadian Penting di Kota Semarang

Hotel Inna Dibya Puri yang sempat menjadi tempat parkir setelah mangkrak. (Inibaru.id/ Audrian F)

Sebagai salah satu dari dua hotel tua di Semarang, Inna Dibya Puri menyimpan catatan sejarah panjang Kota Semarang. Hotel ini pernah menjadi tempat berlangsungnya usaha genjatan senjata untuk mengakhiri Pertempuran 5 Hari di Semarang.

Inibaru.id - Apabila kamu melintas di Jalan Pemuda menuju Kota Lama atau Pasar Johar Lama, coba deh tengok di sebelah kiri, tepatnya di seberang toko aksesori Satria. Kamu akan mendapati sebuah bangunan bergaya Eropa klasik.

Yap, siapa nyana bangunan tersebut dulunya adalah sebuah hotel mewah bernama Inna Dibya Puri. Sebelumnya, hotel yang dulu menyandang predikat sebagai yang termewah di Semarang ini dikenal dengan nama “Du Pavillion”. Eits, bangunan ini bukan sembarang hotel. Inna Dibya Puri menjadi saksi Pertempuran Lima Hari di Semarang, lo.

Bangunan yang didirikan pada 1847 awalnya merupakan villa berlantai dua. Kemudian dikembangkan menjadi hotel. Transformasi tempat ini nggak lepas dari pagelaran bertajuk “Koloniale Tentoonstelling”, sebuah pameran terbesar di Asia Tenggara yang pada 1914 digelar di Semarang, Millens. Karena itu, pada 1913 renovasi secara besar-besaran dilakukan demi menyambut para tamu.

Lantai dua hotel saat masih mangkrak. (Inibaru.id/ Audrian F)

Lampu-lampu modern yang terpasang di berbagai sisi seolah menegaskan kelas elit hotel ini.  Jumlah kamar ditambah lengkap dengan fasilitas lain seperti kamar mandi. Paling nggak ada 50 kamar yang disewakan.

Nggak cuma itu. Pelayanan hotel pun kelas wahid. Bayangkan, untuk transportasi saja, hotel ini menyediakan 80 ekor kuda dengan 50 gerbong kereta kuda. Selain itu juga disediakan 12 mobil untuk disewakan kepada tamu kalau pengin bepergian.

Halaman belakang hotel. (Inibaru.id/ Audrian F)

Soal letak, jelas hotel ini sangat strategis karena berada di kawasan Kota Lama yang merupakan pusat kota kala itu, dekat dengan Stasiun Tawang dan Tanjung Mas sebagai "pintu" untuk pergi ke mana pun. Selain itu, keberadaan kantor pos yang nggak jauh dari Du Pavilion menjadi poin penting. Pada era itu, kantor pos merupakan sarana komunikasi yang paling banyak digunakan.

Merekam Peristiwa Bersejarah

Sejarah panjang hotel ini nggak lepas dari Peristiwa Pertempuran 5 Hari di Semarang. Menurut arsip Suara Merdeka edisi Jumat (6/2/1976) yang ditulis oleh Amen Budiman, kala itu para pemuda Semarang menjadikan tempat ini sebagai tempat perlindungan ketika terjadi gesekan dengan Jepang. Beberapa bagian hotel ikut rusak lantaran renteran senjata oleh pasukan Jepang.

O ya, lobi hotel ini pula menjadi tempat perundingan yang dihadiri tokoh penting seperti Gubernur Jawa Tengah Mr. Wongsonegoro dengan pihak-pihak terkait untuk mengakhiri Pertempuran 5 Hari tersebut.

Setelah Indonesia merdeka, hotel ini berganti-ganti nama pemilik. Kini, hotel Dibya Puri menjadi milik PT. Natour, BUMN yang khusus mengurus hotel nasionalisasi tinggalan Belanda.

Mingan (64), penjaga bekas gedung Hotel Dibya Puri yang juga kebetulan pernah bekerja sebagai pegawai hotel menuturkan kalau sejumlah tokoh besar memang pernah bermalam di hotel tersebut. “Banyak tokoh-tokoh besar. Ada juga yang dari luar negeri, cuma saya lupa siapa saja. Yang saya tahu, Pak Karno (Ir. Soekarno) dan Pak Harto (Soeharto), pernah menginap di sini,” tukas Mingan yang mengaku sudah sejak dari tahun 1976 bekerja di hotel tersebut, Selasa, (18/6).

Bangunan yang diteguhkan menjadi cagar budaya ini akhirnya mulai direnovasi pada Oktober 2019 setelah mangkrak 11 tahun lamanya. Wah, tungguin yuk mau dijadiin apa. (Audrian F/E05)

 

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024