BerandaTradisinesia
Jumat, 6 Jul 2023 11:00

Tradisi Mbrandu di Lingkaran Kasus Antraks di Gunungkidul

Kasus antraks di Gunungkidul merebak. (Medcom/Antara/David Muharmansyah)

Penyebab kasus antraks di Gunungkidul diyakini salah satunya adalah karena adanya tradisi Mbrandu yang masih diterapkan masyarakat setempat. Seperti apa sih tradisi ini?

Inibaru.id – Masyarakat Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dikejutkan dengan laporan adanya 80-an warga yang terpapar antraks di Kecamatan Semanu. Bahkan, tiga orang dikabarkan meninggal akibat terjangkit penyakit ini.

Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, warga terjangkit antraks setelah mengonsumsi daging sapi yang mati karena terkena penyakit.

“Ada tiga orang yang meninggal di Semanu. Kalau di Karangmojo nggak ada. Tapi orang-orang yang sakit pas diperiksa positif antraks,” ucap Siti sebagaimana dilansir dari CNN, Selasa (4/7/2023).

Kok bisa sih sampai ada warga mengonsumsi sapi yang mati akibat terkena penyakit? Kalau menurut Kabid Kesehatan Hewan Dinas Peternakan setempat Retno Widyastuti, warga Gunungkidul mengenal tradisi mbrandu alias membeli ternak yang mati milik tetangganya di desa. Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk gotong-royong untuk membantu warga yang sedang kesusahan.

Di desa, ternak diharapkan bisa jadi sumber pemasukan bagi warga. Jika mati, tentu sumber pemasukan untuk kebutuhan sehari-hari hilang. Nah, melalui tradisi mbrandu, warga yang ternaknya mati setidaknya tetap bisa mendapatkan uang untuk menyambung hidup.

“Salah satu yang bikin antraks itu susah hilang ya karena ada hewan yang mati lalu dipotong dan dikonsumsi. Bakteri yang ada di dalam daging hewan berubah menjadi spora. Spora itulah yang bisa bertahan sampai puluhan tahun,” terang Retno.

Kasus antraks di Gunungkidul terkait dengan tradisi mbrandu. (Harianjogja/Triyo Handoko)

Hal ini dibuktikan dengan kasus antraks yang terjadi di Dusun Jati, Desa Candirejo, Semanu. Warga memotong sapi yang sudah mati dan dagingnya kemudian dijual untuk membantu pemilik sapi tersebut. Nggak ada yang menyangka jika sapi tersebut ternyata sakit antraks.

“Pas saya tanya ke warga, memang tujuannya membantu warga yang kesusahan biar nggak terlalu rugi. Per paket daging sapi yang dipotong Rp45 ribu. Uangnya diberi ke warga yang susah itu,” lanjut Retno.

Di sisi lain, Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto mengaku pihaknya sudah mengetahui tentang tradisi mbrandu yang nggak pas tersebut. Sosialisasi juga sudah dilakukan agar warga membantu tetangga dengan cara yang lebih aman. Tapi, hal ini sepertinya belum memberikan hasil yang positif.

“Sosialisasi sudah banyak dilakukan kawan-kawan dari Dinas Peternakan. Dikasih tahu kalau sapi sakit nggak di-mbrandu, nggak dikonsumsi. Tapi ya kembali lagi ke masyarakatnya. Padahal, antraks itu dampaknya cukup mengerikan,” ucap Heri.

Memang, yang namanya tradisi, apalagi yang sudah mengakar di masyarakat akan sulit untuk dihilangkan. Apalagi tujuan tersebut sebenarnya punya maksud mulia.

Namun, karena sudah sampai menyebabkan orang meninggal dan jatuh sakit, sosialisasi memang sebaiknya semakin digalakkan agar masyarakat nggak kembali sembarangan mengonsumsi daging sapi yang sakit atau bahkan sudah mati karena penyakit. Setuju, Millens? (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

KPU Jateng Fasilitasi Debat Cagub-Cawagub Tiga Kali di Semarang

4 Okt 2024

Masih Berdiri, Begini Keindahan Bekas Kantor Onderdistrict Rongkop Peninggalan Zaman Belanda

4 Okt 2024

Gen Z Cantumkan Tagar DESPERATE di LinkedIn, Ekspresikan Keputusasaan

4 Okt 2024

Sekarang, Video Call di WhatsApp Bisa Pakai Filter dan Latar Belakang!

4 Okt 2024

Mengapa Banyak Anak Muda Indonesia Terjerat Pinjol?

4 Okt 2024

Ini Waktu Terbaik untuk Memakai Parfum

4 Okt 2024

Wisata Alam di Pati, Hutan Pinus Gunungsari: Fasilitas dan Rencana Pengembangan

4 Okt 2024

KAI Daop 4 Semarang Pastikan Petugas Operasional Bebas Narkoba Lewat Tes Urine

4 Okt 2024

Indahnya Pemandangan Atas Awan Kabupaten Semarang di Goa Rong View

5 Okt 2024

Gelar HC Raffi Ahmad Terancam Nggak Diakui, Dirjen Dikti: Kampusnya Ilegal

5 Okt 2024

Kisah Pagar Perumahan di London yang Dulunya adalah Tandu Masa Perang Dunia

5 Okt 2024

Penghargaan Gelar Doktor Honoris Causa, Pengakuan atas Kontribusi Luar Biasa

5 Okt 2024

Ekonom Beberkan Tanda-Tanda Kondisi Ekonomi Indonesia Sedang Nggak Baik

5 Okt 2024

Tembakau Kambangan dan Tingwe Gambang Sutra di Kudus

5 Okt 2024

Peparnas XVII Solo Raya Dibuka Besok, Tiket Sudah Habis Diserbu dalam 24 Jam

5 Okt 2024

Pantura Masih Pancaroba, Akhir Oktober Hujan, Masyarakat Diminta Jaga Kesehatan

6 Okt 2024

Pasrah Melihat Masa Depan, Gen Z dan Milenial Lebih Memilih Doom Spending

6 Okt 2024

Menikmati Keseruan Susur Gua Pancur Pati

6 Okt 2024

Menilik Tempat Produksi Blangkon di Gunungkidul

6 Okt 2024

Hanya Menerima 10 Pengunjung Per Hari, Begini Uniknya Warung Tepi Kota Sleman

6 Okt 2024