BerandaPasar Kreatif
Minggu, 5 Okt 2024 17:00

Tembakau Kambangan dan Tingwe Gambang Sutra di Kudus

Buruh dari PR Gambang Sutra Kudus tengah memilah tembakau hasil panen sebelum dijemur. (Inibaru.id/ Sekarwati)

Nggak seperti perusahaan rokok kebanyakan di Kudus yang membeli bahan baku dari daerah lain, tingwe Gambang Sutra dibuat dari tembakau 'Kambangan' yang ditanam langsung di kota ini.

Inibaru.id - Kabupaten Kudus terkenal dengan julukan Kota Kretek, tapi saya hampir nggak pernah menemukan ladang tembakau yang menjadi bahan utama rokok di sini. Setahu saya, perusahaan rokok (PR) di kota ini memang mengambil tembakau dari luar kota, misalnya Temanggung.

Namun, ternyata saya keliru. Berdasarkan informasi dari seorang teman, ada satu perusahaan rokok yang memproduksi tingwe dan kretek, yang tembakaunya mereka tanam dan proses sendiri. Namanya adalah PR Gambang Sutra.

Perusahaan ini dimiliki Ifa Liku Romansyah, warga Desa Dersalam, Kecamatan Bae. Meski nggak besar, pencinta tingwe di Kudus biasanya mengenal produk olahan tembakau yang mereka bikin. Untuk menanam tembakau, Ifa mengaku punya dua lahan, yakni di Kecamatan Gebog dan Bae.

"Yang pertama, saya memanfaatkan lahan bekas perkebunan tebu di Dukuh Kambangan (Desa Menawan, Kecamatan Gebog). Lahan kedua adalah di Desa Dersalam (Kecamatan Bae)," terang lelaki 39 tahun tersebut.

Tembakau Kambangan

Penjemuran tembakau di pusat produksi tingwe Desa Dersalam, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus. (Inibaru.id/ Sekarwati)

Ifa mengatakan, tembakau yang ditanamnya merupakan varietas yang memang sudah ada sejak lama di Dukuh Kambangan, yang semula dikembangkan oleh kakeknya. Namun, dia baru menanam bibit secara intensif pada 2022.

"Untuk pengelolaan lahan, saya membutuhkan cukup banyak pekerja. Selama masa tanam, saya dibantu 45 orang, sementara untuk panen sekitar 25 orang, " akunya.

Fokus menghasilkan produk tingwe, Ifa memproses tembakau di bilangan Perumahan Salam Residen, Desa Dersalam. Selain proses produksi, di desa tersebut sebagian bibit tembakau juga dikembangkan, yang saat ini sedang dalam masa tanam.

"Puncak panen tembakau dilakukan pada Agustus, bertepatan dengan musim kemarau yang mendukung (penjemuran) dan menguntungkan proses produksi tingwe," jelasnya.

Melibatkan Pekerja Perempuan

Tingwe yang telah dirajang dikeringkan di atas paparan sinar matahari. (Inibaru.id/ Sekarwati)

Untuk proses produksi pascapanen, Ifa mengaku banyak melibatkan pekerja perempuan yang berasal dari Grobogan. Para buruh tersebut dibagi berdasakan kompetensinya masing-masing, di antaranya untuk proses sortir, rajang, dan penjemuran.

"Sekali panen rata-rata menghasilkan 20 ton tembakau, lalu diolah menjadi beberapa produk, bisa tingwe atau kretek," kata dia.

Menurutnya, tembakau yang dihasilkannya memiliki karakter yang sangat khas; rasanya cenderung kuat dengan aroma yang harum dan gurih.

"Sehari-hari kami menghasilkan 7 ton tembakau basah dan 1,2 kuintal kering," ujarnya.

Untuk Tingwe

Tembakau kering siap diproses menjadi tingwe berbagai varian. (Inibaru.id/ Sekarwati)

Produk tembakau kering, Ifa melanjutkan, nantinya diolah menjadi tingwe. Oya, untuk yang belum tahu, tingwe adalah kependekan dari ngelinting dewe, yang artinya melinting sendiri. Produk yang dijual berupa rajangan tembakau yang telah dikeringkan.

Nah, berbeda dengan rokok pabrikan yang dipasarkan dalam bentuk batangan per bungkus, tingwe biasanya dijual kiloan. Ifa menerangkan, dalam sebulan PR Gambang Sutra bisa memproduksi sekitar 60 ribu bungkus tingwe.

"Sebungkus tingwe ukuran satu kilogram dijual seharga Rp135 ribu. Kami ada beberapa varian rasa, antara lain mild, apel, wiski, teh manis, soju, dan lain-lain," paparnya.

Pemasaran tingwe PR Gambang Sutra, imbuhnya, nggak hanya terbatas di Kudus, tapi juga telah merambah ke seluruh Jawa, bahkan hingga pulau lain seperti Bali, Sumatra, Kalimantan, bahkan sampai Papua.

Wah, cukup luas juga ya pemasarannya? Kamu pernah mencoba tingwe ini juga nggak, Millens? (Sekarwati/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Kantongi KTP Palsu, WN Myanmar Ditangkap Petugas Imigrasi

12 Des 2024

Benarkah Nama Kecamatan Jebres di Kota Solo Terinspirasi dari Nama Orang Belanda?

12 Des 2024

Keputusan FIFA tentang Tuan Rumah Piala Dunia dan Kontroversi Arab Saudi

12 Des 2024

Sindrom Ksatria Putih, Ketika Menolong Menjadi Beban Emosional

12 Des 2024

Budaya Makan Orang Korea yang Perlu Kamu Tahu

12 Des 2024

Pasangan Muda Banyak yang Bercerai, Gen Z Makin Ogah Menikah

12 Des 2024

Ruang Baca dan Diskusi Literasi di Kudus, Klub Buku Maossae

12 Des 2024

Gelar ACM, Bandara Ahmad Yani Semarang Bersiap Sambut Libur Nataru 2024/2025

12 Des 2024

Kala 'Slow Living' Mulai Diminati Generasi Muda Indonesia

13 Des 2024

Hadapi Bencana, Wapres Gibran akan Hadir Apel Kesiapsiagaan Bencana di Semarang

13 Des 2024

Enam Cagub dari PDIP Menggugat Hasil Pilkada 2024 ke MK

13 Des 2024

Tarif Layanan Diskon 50 Persen, Penumpang di Bandara Ahmad Yani Bakal Meningkat

13 Des 2024

Dua Pekan Terendam Banjir, Desa Batu di Demak Jadi Mirip Rawa

13 Des 2024

PNS di Tokyo Bakal Kerja 4 Hari Per Minggu Mulai 2025

13 Des 2024

Antisipasi Cuaca Ekstrem di Jawa Tengah, Pemprov Upayakan Modifikasi Cuaca

13 Des 2024

Membangun 'Man Cave' di Rumah, Apakah Perlu?

13 Des 2024

Indonesia Juara FIFAe World Cup 2024; E-Sport Kita Makin Berkembang

14 Des 2024

Legenda Kali Woro; Tentang Kesombongan Manusia terhadap Alam

14 Des 2024

Menguak Rahasia Rasa Manis Ubi Cilembu, Benarkah Karena Diberi Gula atau Madu?

14 Des 2024

Minimarket di Korea Selatan, Lebih dari Tempat Belanja, Kini Jadi Tujuan Wisata

14 Des 2024