Inibaru.id - Kabupaten Kudus terkenal dengan julukan Kota Kretek, tapi saya hampir nggak pernah menemukan ladang tembakau yang menjadi bahan utama rokok di sini. Setahu saya, perusahaan rokok (PR) di kota ini memang mengambil tembakau dari luar kota, misalnya Temanggung.
Namun, ternyata saya keliru. Berdasarkan informasi dari seorang teman, ada satu perusahaan rokok yang memproduksi tingwe dan kretek, yang tembakaunya mereka tanam dan proses sendiri. Namanya adalah PR Gambang Sutra.
Perusahaan ini dimiliki Ifa Liku Romansyah, warga Desa Dersalam, Kecamatan Bae. Meski nggak besar, pencinta tingwe di Kudus biasanya mengenal produk olahan tembakau yang mereka bikin. Untuk menanam tembakau, Ifa mengaku punya dua lahan, yakni di Kecamatan Gebog dan Bae.
"Yang pertama, saya memanfaatkan lahan bekas perkebunan tebu di Dukuh Kambangan (Desa Menawan, Kecamatan Gebog). Lahan kedua adalah di Desa Dersalam (Kecamatan Bae)," terang lelaki 39 tahun tersebut.
Tembakau Kambangan
Ifa mengatakan, tembakau yang ditanamnya merupakan varietas yang memang sudah ada sejak lama di Dukuh Kambangan, yang semula dikembangkan oleh kakeknya. Namun, dia baru menanam bibit secara intensif pada 2022.
"Untuk pengelolaan lahan, saya membutuhkan cukup banyak pekerja. Selama masa tanam, saya dibantu 45 orang, sementara untuk panen sekitar 25 orang, " akunya.
Fokus menghasilkan produk tingwe, Ifa memproses tembakau di bilangan Perumahan Salam Residen, Desa Dersalam. Selain proses produksi, di desa tersebut sebagian bibit tembakau juga dikembangkan, yang saat ini sedang dalam masa tanam.
"Puncak panen tembakau dilakukan pada Agustus, bertepatan dengan musim kemarau yang mendukung (penjemuran) dan menguntungkan proses produksi tingwe," jelasnya.
Melibatkan Pekerja Perempuan
Untuk proses produksi pascapanen, Ifa mengaku banyak melibatkan pekerja perempuan yang berasal dari Grobogan. Para buruh tersebut dibagi berdasakan kompetensinya masing-masing, di antaranya untuk proses sortir, rajang, dan penjemuran.
"Sekali panen rata-rata menghasilkan 20 ton tembakau, lalu diolah menjadi beberapa produk, bisa tingwe atau kretek," kata dia.
Menurutnya, tembakau yang dihasilkannya memiliki karakter yang sangat khas; rasanya cenderung kuat dengan aroma yang harum dan gurih.
"Sehari-hari kami menghasilkan 7 ton tembakau basah dan 1,2 kuintal kering," ujarnya.
Untuk Tingwe
Produk tembakau kering, Ifa melanjutkan, nantinya diolah menjadi tingwe. Oya, untuk yang belum tahu, tingwe adalah kependekan dari ngelinting dewe, yang artinya melinting sendiri. Produk yang dijual berupa rajangan tembakau yang telah dikeringkan.
Nah, berbeda dengan rokok pabrikan yang dipasarkan dalam bentuk batangan per bungkus, tingwe biasanya dijual kiloan. Ifa menerangkan, dalam sebulan PR Gambang Sutra bisa memproduksi sekitar 60 ribu bungkus tingwe.
"Sebungkus tingwe ukuran satu kilogram dijual seharga Rp135 ribu. Kami ada beberapa varian rasa, antara lain mild, apel, wiski, teh manis, soju, dan lain-lain," paparnya.
Pemasaran tingwe PR Gambang Sutra, imbuhnya, nggak hanya terbatas di Kudus, tapi juga telah merambah ke seluruh Jawa, bahkan hingga pulau lain seperti Bali, Sumatra, Kalimantan, bahkan sampai Papua.
Wah, cukup luas juga ya pemasarannya? Kamu pernah mencoba tingwe ini juga nggak, Millens? (Sekarwati/E03)