Inibaru.id - Kulit buah atau sisa sayuran yang nggak lagi terpakai seringkali berakhir di tempat sampah. Padahal, dengan penanganan yang tepat, sampah dapur ini bisa memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan. Salah satunya dengan mengubahnya menjadi ekoenzim (ecoenzymes).
Ekoenzim adalah hasil fermentasi limbah organik, gula (molase), dan air selama waktu tertentu hingga menjadi cairan kaya nutrisi untuk tumbuhan. Dengan strategi yang tepat, ekoenzim memiliki peluang bisnis yang menjanjikan.
Hal ini sebagaimana diungkapkan Hendro Wibowo, pegiat ekoenzim asal Desa Karangmalang, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Menurutnya, ekoenzim merupakan cairan serbaguna dari sampah organik yang belakangan mulai banyak peminat.
"Setahun terakhir permintaan (ecoenzim) mulai meningkat, setelah orang-orang tahu manfaatnya," tutur Bowo, sapaan akrabnya, kepada Inibaru.id belum lama ini. "Semula hanya untuk tanaman, tapi beberapa bulan terakhir permintaan malah banyak untuk kesehatan."
Mengurangi Sampah Organik
Bowo menekuni usaha ekoenzim sejak 2020. Semula, tujuan awalnya hanyalah untuk mengurangi jumlah sampah organik yang sebelumnya hanya berakhir di tempat pembuangan akhir; misalnya kulit buah, tangkai sayur yang nggak dipakai lagi, dan lain-lain.
"Pembuatannya sederhana dan bisa dilakukan di rumah. Bahannya cukup sisa makanan yang sudah tidak dikonsumsi; dipotong kecil-kecil agar proses fermentasi lebih efektif," terangnya. "Untuk gula, bisa gula merah, aren, atau molase. Terus, untuk air, yang penting nggak mengandung zat kimia."
Setelah semuanya tersedia, Bowo melanjutkan, bahan-bahan dimasukkan dalam wadah yang nggak mudah bereaksi dengan asam seperti kaca atau plastik tara pangan (food grade). Agar nggak ada udara yang masuk, wadah harus memiliki tutup yang rapat dan kedap.
“Potong-potong limbah organik menjadi bagian kecil. Setelah itu, masukkan limbah organik, gula, dan air ke dalam wadah. Aduk rata hingga gula larut. Terakhir, tutup wadah dengan rapat,” jelas Bowo sembari menujukan wadah ekoenzim berukuran besar di rumah produksinya.
Biarkan Tiga Bulan
Bowo mengungkapkan, wadah yang telah ditutup rapat sebaiknya diletakkan di tempat teduh yang bertemperatur ruangan, lalu biarkan selama minimal tiga bulan. Setelah itu, saring ekoenzim untuk memisahkan antara cairan dengan ampasnya, lalu dikemas dan siap dipasarkan.
"Semakin lama difermentasi, makin baik kualitas ekoenzimnya," tutur Bowo.
Menurut lelaki berambut cepak tersebut, ekoenzim punya potensi bisnis yang nggak kaleng-kaleng. Biaya produksi ekoenzim yang rendah menjanjikan margin keuntungan yang tinggi. terlebih kalau bisa memanfaatkan media sosial sebagai ajang promosi dan pemasaran.
"Lewat medsos, saya bisa kenal produsen ekoenzim dari berbagai daerah, seperti Bali dan Semarang," paparnya. "Menurut saya, medsos penting, khususnya untuk sarana edukasi terkait manfaat dan cara penggunaan ekoenzim."
Manfaat Ekoenzim
Menurut Bowo, ekoenzim kaya akan nutrisi yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen, fosfor, dan kalium. Nutrisi tersebut berfungsi mempercepat pertumbuhan, menambah produksi buah, dan meningkatkan ketahanan terhadap penyakit.
“Untuk lingkungan, ekoenzim bisa membantu memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kemampuan tanah menahan air, dan menyediakan habitat bagi mikroorganisme tanah yang bermanfaat,” ungkapnya.
Lebih dari itu, Bowo mengimbuhi, ekoenzim juga bisa dijadikan sebagai pembersih serbaguna, baik untuk lantai, piring, pakaian, bahkan disinfektan. Jadi, manfaatnya cukup luas, mulai dari tanaman, rumah tangga, lingkungan, hingga kesehatan tubuh.
"Untuk kesehatan, ada juga yang pakai ekoenzim untuk perawatan kulit dan dijadikan sebagai sabun," sambungnya. "Tetangga ada yang kadang datang pas anggota keluarganya sakit kulit dan gatal-gatal. Mereka beli (ekoenzim) ukuran kecil untuk disemprotkan (pada bagian yang gatal)."
Produk yang menarik, bukan? Mengutip perkataan Bowo, baginya ekoenzim adalah solusi sederhana tapi efektif untuk pelbagai masalah lingkungan dan kesehatan kita. Berkah dari limbah ya, Millens? (Imam Khanafi/E03)