BerandaTradisinesia
Jumat, 28 Jul 2022 18:06

Sejarah Magelang dan Pertarungan Pangeran Purbaya di Hutan Kedu

Magelang menjadi kota tertua kedua setelah Kediri. (Wismasejahtera)

Dikenal sebagai salah satu kota tertua di Indonesia, Magelang tentu punya sejarah dan cerita rakyat yang menarik, khususnya tentang asal-usul penamaannya. Seperti apa sih ceritanya?

Inibaru.id – Selain terkenal dengan Candi Borobudur, Magelang juga punya keunikan lainnya, Millens, yakni statusnya sebagai salah satu kota tertua di Indonesia. Kabarnya, usia kota ini sudah lebih dari 1.000 tahun, lo.

Mengingat usianya yang sudah sangat lama, Magelang tentu kaya akan sejarah dan cerita rakyat. Salah satu yang cukup menarik adalah cerita tentang sejarah penamaan kota ini.

Sejarah Magelang nggak bisa dipisahkan dari keberadaan Prasasti Poh dan Mantyasih yang ditulis pada zaman Mataram Hindu. Prasasti Mantyasih ditemukan di Kampung Mateseh, Magelang Utara, sedangkan Prasasti Poh berada di Dukuh Plembon, Desa Randusari, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten.

Lalu, apa hubungan kedua Prasasti ini dengan kota Magelang? Yap, dalam dua prasasti itu disebutkan keberadaan perdikan atau daerah yang dimerdekakan. Wilayah tersebut adalah Desa Mantyasih dan Desa Glanggang.

Nah, Desa Glanggang ini konon jadi cikal bakal Magelang, Millens. O ya, dalam prasasti itu juga dicantumkan angka 829 Saka bulan Saitra tanggal 11 Paro-Gelap Paringkelan Tungel, serta pasaran Umanis hari Senais Scara. Kalau diartikan, maksudnya adalah Sabtu Legi tanggal 11 April 907 Masehi. Tanggal inilah yang ditetapkan sebagai hari jadi Kota Magelang.

Terkait penamaan Magelang, ternyata dipengaruhi oleh kisah Panembahan Senopati saat masih memimpin Kerajaan Mataram. Kala itu, dia punya ambisi untuk memperluas wilayah kekuasaannya.

Prasasti Mantyasih menjadi tanda ditemukan hari jadi kota Magelang. (Instagram/Yuniaryuni)

Setelah meminta pendapat dari Ki Gede Pemanahan, diputuskan bahwa untuk memperluas kerajaannya, Panembahan Senopati harus melakukan babad alas atau membuka hutan. Hutan yang dimaksud adalah Hutan Kedu yang berada di sebelah barat Sungai Progo.

Panembahan Senopati kemudian memberikan tugas membuka hutan ini kepada anaknya, yaitu Pangeran Purbaya. Berdasarkan Babad Tanah Jawi, Pangeran Purbaya merupakan putra Panembahan Senopati dengan anak perempuan Ki Ageng Giring.

Untuk melakukan tugasnya, Panembahan Senopati membekali anaknya sebuah tombak bernama Tombak Kyai Pleret. Tombak ini dibawa sebagai senjata Pangeran Purbaya dalam melawan raja jin sakti yang menjadi penguasa Hutan Kedu.

Sesampainya di sana, Purbaya diadang oleh sosok jin bertubuh besar dengan wajah yang seram. Jin tersebut menanyakan maksud kedatangan Pangeran Purbaya. Sang pangeran dengan sopan memperkenalkan diri dan mengungkap maksud kedatangannya.

Purbaya meninggal dunia bulan Oktober 1676 saat ikut serta menghadapi pemberontakan Trunojoyo. (Tinemu)

Sayangnya, jin bernama Sepanjang ini nggak berkenan hutannya dibabat oleh Pangeran Purbaya. Pertarungan antara pasukan Pangeran Purbaya dan pasukan jin pun nggak terelakkan. Untungnya, kesaktian Tombak Kyai Pleret mampu membuat pasukan Jin Sepanjang terdesak mundur.

Banyak warga yang kemudian mau membangun permukiman di bekas hutan yang sudah dibuka tersebut. Hal ini pun membuat Jin Sepanjang semakin nggak senang. Dia pun kemudian menyamar sebagai orang manusia bernama Sonta.

Kedatangan Sonta membuat banyak warga sakit dan meninggal secara misterius. Setelah tahu bahwa penyakit misterius di desa disebabkan oleh raja jin, Pangeran Purbaya membuat sebuah strategi untuk kembali melawan Jin Sepanjang.

Strategi tersebut dikenal dengan istilah Bahasa Jawa atepung-tumeglang yang artinya mengepung rapat seperti gelang. Ternyata, strategi ini ampuh membuat Jin Sepanjang nggak berdaya. Dia bahkan mampu menusuk sang raja jin dengan Tombak Kyai Pleret hingga tubuhnya menguap ke udara.

Strategi atepung-tumeglang itulah yang kemudian menginspirasi penamaan Magelang.

Menarik juga ya sejarah asal usul nama Magelang, Millens? (Kom, Sol/IB32/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: