BerandaTradisinesia
Selasa, 19 Jun 2023 11:25

Sejarah Jimpitan, dari Kebiasaan Gotong Royong Masyarakat Tempo Dulu

Tradisi jimpitan di Indonesia. (Radar Jogja/Guntur Arga Tirtana)

Kamu tinggal di tengah perkampungan? Pasti akrab dong dengan tradisi jimpitan? Pernah terpikir nggak seperti apa sih sejarah dari tradisi ini?

Inibaru.id – Kalau kamu tinggal di tengah perkampungan, baik itu di kota ataupun di desa, pasti akrab dengan tradisi jimpitan. Biasanya, di depan rumah ada semacam wadah khusus yang biasa diisi sejumlah uang atau beras dan nantinya diambil oleh petugas dari RT atau desa. Uang atau beras ini kemudian bisa digunakan untuk sejumlah keperluan.

Nah, kamu pernah terpikir nggak seperti apa sih sebenarnya sejarah dari jimpitan ini? Kalau kita menilik dari namanya, jimpitan berasal dari kata Bahasa Jawa “jimpit” yang bisa diartikan sebagai cara mengambil benda dengan ujung jari. Biasanya, teknik pengambilan ini dilakukan karena wadah yang dipakai sempit seperti gelas.

Nah, jimpitan bisa diartikan sebagai tradisi warga memberikan bahan makanan seperti beras atau uang yang ditempatkan di wadah jimpitan yang sempit tersebut. Uang atau bahan makanan itu kemudian diambil petugas secara berkala.

Tradisi jimpitan ini dikenal di Jawa, khususnya di provinsi yang mayoritas warganya Berbahasa Jawa. Selain itu, di Jawa Barat, warganya juga mengenal tradisi serupa dengan sebutan yang berbeda, yaitu ‘beas perelek’.

Sejumlah sumber menyebutkn, tradisi jimpitan diperkirakan sudah eksis pada zaman penjajahan Belanda, khususnya di kawasan pedesaan. Saat itu, kondisi ekonomi sangat berat dan banyak masyarakat yang kesulitan untuk mendapatkan makanan.

Nggak ingin ada yang sampai kelaparan, masyarakat Nusantara yang dikenal gemar bergotong royong pun memutuskan untuk mencari cara membantu mereka yang kesusahan.

Selain beras, jimpitan juga bisa dilakukan dengan uang. (Infopublik)

Caranya, di depan rumah, warga bisa memberikan sedikit bahan makanan yang mereka punya. Bisa berupa beras atau bahan makanan lainnya. Petugas desa pun tinggal melakukan jimpitan dan mengumpulkan bahan makanan tersebut dan kemudian diberikan kepada yang kesulitan.

Karena dianggap sukses, tradisi ini pun terus dijalankan meski Indonesia sudah merdeka dan kondisi ekonomi semakin membaik. Tujuan dari pengadaan jimpitan pun semakin bertambah.

Terkadang, jimpitan masih diperlukan untuk membantu tetangga yang membutuhkan. Tapi, seringkali jimpitan kini digunakan sebagai pengumpulan dana untuk membangun sejumlah fasilitas desa, menambah dana kas, hingga membayar petugas kebersihan atau keamanan.

Barang yang dimasukkan dalam wadah jimpitan di depan rumah juga berubah. Jika dulu biasanya adalah bahan makanan, kini juga bisa berupa uang. Soal jumlahnya, tergantung pada kebijakan pemerintah RT atau desa setempat. Sebagai contoh, ada yang mewajibkan jimpitan Rp500 setiap hari, ada pula yang membolehkan siapa saja memberikan uang secara sukarela tanpa batas nominal.

“Kami keliling mengambil uang dari rumah warga sembari ronda. Kami tinggal bawa pulpen (untuk menulis data jimpitan di dekat wadah), senter, dan plastik untuk mengumpulkan uang,” cerita seorang petugas jimpitan dari Kelurahan Sekaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Sabtu (17/6/2023).

Wah, nilai-nilai positif khas Bangsa Indonesia di zaman dahulu masih bisa kita rasakan sampai sekarang dari adanya tradisi jimpitan ini ya, Millens? Apakah tradisi ini masih ada di tempat tinggalmu? (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

'The Substance', Gambaran Mengerikan Tentang Manusia yang Menolak Tua

16 Okt 2024

Kalah dari Tiongkok, Bagaimana Peluang Timnas Lolos Piala Dunia 2026?

16 Okt 2024

Hari Pangan Dunia, Pemkab Karanganyar Galakkan Program Kenyang Nggak Harus Nasi

16 Okt 2024

Penetapan Tersangka Kasus Bullying PPDS Undip Ditunda, Dua Pejabat FK Diperiksa

16 Okt 2024

Sejarah Bikini, Ikon Mode yang Penuh Kontroversi

16 Okt 2024

Arkhan Kaka Masuk 60 Talenta Muda Sepak Bola Terbaik Dunia 2024

16 Okt 2024

Grogol si Koki Nyentrik; Bergaya Rocker, Rambut Dicat Warna Pink

16 Okt 2024

Tingkatkan Reputasi Institusi di Era 'Post-Trust', Humas Pemerintah Harus Lebih Responsif

16 Okt 2024

Benarkah Keling adalah Lokasi Kerajaan Kalingga Zaman Dahulu?

17 Okt 2024

Kronologi Liam Payne Meninggal di Buenos Aires, Argentina

17 Okt 2024

Muhammad Nur Rokib Terpilih Aklamasi Jadi Ketua DPD MAPPI Jateng

17 Okt 2024

Muhammad Herindra, Kepala BIN yang Menggantikan Budi Gunawan

17 Okt 2024

Kini Ditutup, Apakah Gua yang Ditemukan di Proyek JJLS Gunungkidul akan Dibuka Lagi?

17 Okt 2024

Siap-Siap, Alat Berat Bakal Kena Pajak!

17 Okt 2024

Jangan Sampai Anak Menjadi Generasi Sandwich; Peran Orangtua Dibutuhkan

17 Okt 2024

Pabrik Rokok 'Delima' dan Masa Jaya HM Ashadi di Kudus

17 Okt 2024

Ajudan yang Lakukan Tindakan Represif ke Wartawan Akhirnya Minta Maaf

18 Okt 2024

Masih Diteliti di Indonesia, Bakal Ada KB Suntik untuk Laki-laki!

18 Okt 2024

Air Kemasan Galon Berpotensi Tercemar BPA jika Didistribusikan dengan Truk Terbuka

18 Okt 2024

Nggak Melulu Mata Duitan, Istilah 'Mata Hijau' Juga Bermakna Iri atau Cemburu

18 Okt 2024