Inibaru.id – Tarling, pernahkah kamu mendengar namanya? Kamu yang tinggal di sekitar pesisir utara Jawa, khususnya sebagian Jateng bagian barat dan Jabar bagian timur, mungkin nggak asing dengannya.
Dulu, sebagian masyarakat wilayah pantura memang biasa “nanggap” kesenian musik legendaris pantura tersebut. Di Jateng, kesenian musik tersebut banyak berkembang di Brebes, sementara di Jabar, musik itu dikenal di Cirebon dan Indramayu, lokasi awal berkembangnya tarling.
Perlu kamu tahu, tarling adalah akronim dari itar (gitar) dan suling (seruling). Kedua instrumen itulah yang mendominasi sajian musik tarling, baik drama musikal tarling maupun genre lain, misal tarling dangdut.
Konon, tarling mulai muncul di Kabupaten Indramayu pada 1931. Namun, ada pula yang mengatakan, musik tersebut juga dikenal masyarakat Cirebon dengan sebutan melodi jiwa. Disebut demikian karena musik dan liriknya menggambarkan kehidupan sehari-hari warga setempat.
Kesenian Tarling nggak lepas dari nama Mang Sakim. Dari penuturan mulut ke mulut, dipercaya tarling diinisiasi sosok yang merupakan ahli gamelan tersebut.
Alkisah, ada seorang komisaris Belanda yang minta tolong Mang Sakim untuk memperbaiki gitar miliknya. Namun, gitar tak juga diambil. Mang Sakim pun mencoba mempelajari nada-nada gitar, lalu membandingkannya dengan nada-nada pentatonis gamelan.
Nah, ketidaksengajaan itu menjadi cikal bakal tarling klasik. Sugro, sang anak, kemudian mulai mengembangkan gamelan yang selaras dengan gitar tersebut dengan penambahan alunan tiupan seruling. Maka, jadilah tarling.
Kendati demikian, penyebutan nama tarling baru resmi dikenal pada 17 Agustus 1962. Sebelumnya, warga Indramayu mengenalnya sebagai “Melodi Kota Ayu”, sedangkan masyarakat Cirebon menyebutnya “Melodi Kota Udang”.
Hm, dengan kian banyaknya hiburan modern, mungkinkah kesenian tradisional semacam tarling bertahan? (IB20/E03)