BerandaTradisinesia
Rabu, 27 Jun 2023 11:07

'Kemajuan' Hindia Belanda kala Kebijakan Politik Etis Dijalankan

Pendidikan masyarakat pribumi Hindia Belanda saat kebijakan politik etis dijalankan. (Bangunpendidikan)

Kebijakan politik etis dijalankan pada 1901 di Hindia Belanda. Kebijakan ini dianggap sebagai balas budi dari Kerajaan Belanda setelah sebelumnya menerapkan kebijakan Tanam Paksa.

Inibaru.id – Setelah menerapkan kebijakan cultuurstelsel alias tanam paksa sejak 1830, pemerintah Hindia Belanda memberlakukan kebijakan yang lebih "ramah", yaitu Politik Etis. Kebijakan ini disebut sebagai salah satu penyebab munculnya pergerakan nasional yang akhirnya berujung kemerdekaan.

FYI, kebijakan tanam paksa diberlakukan sejak 1830. Pencetusnya adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johannes van den Bosch. Inti dari kebijakan ini adalah masyarakat pribumi hanya diperbolehkan untuk menanam tanaman yang dianggap diperlukan atau bisa menguntungkan Belanda.

Meski kebijakan ini membuat Nusantara memiliki banyak produk pertanian atau perkebunan yang masih bisa digunakan hingga sekarang, nyatanya, kala itu banyak orang yang sengsara. Kebijakan ini pun dianggap nggak manusiawi, baik di kalangan orang Hindia Belanda ataupun warga Belanda. Hal ini membuat kebijakan tersebut akhirnya disetop pada 1863.

Walaupun begitu, banyak aktivis dari Negeri Kincir Angin yang merasa penghentian kebijakan tersebut nggak cukup, karena kerugian yang diterima masyarakat bumiputera kala itu sangatlah besar. Mereka pun menyerukan kebijakan politik etis untuk membalas budi dan memberi dampak positif untuk kemajuan Belanda.

Saluran irigasi dibangun pada masa kebijakan politik etis. (Harapan Rakyat)

Dua tokoh yang getol memperjuangkan politik etis adalah Conrad Theodor van Deventer dan Pieter Brooshooft. Mereka melakukannya pada awal abad ke-20. Van Deventer juga sempat menerbitkan artikel bertajuk "Een Eereschlud" atau "Satu Utang Kehormatan" di majalah De Gids pada 1899

Perjuangan van Deventer dan aktivis lainnya didengar oleh pihak Kerajaan Belanda. Kala Ratu Wilhelmina naik tahta pada 17 September 1901, dia mengungkap kebijakan politik etis akan diterapkan di Hindia Belanda sebagai balas budi. Kebijakan tersebut diimplementasikan dalam tiga bidang, yaitu:

  1. Irigasi. Pemerintah Hindia Belanda membangun sejumlah saluran irigasi termasuk waduk untuk mendukung sektor pertanian dan perkebunan yang selama ini dikelola masyarkat pribumi. Pembangunan infrastruktur lain seperti sarana transportasi yang membantu pengangkutan hasil pertanian juga dilakukan.
  2. Edukasi. Sejumlah sekolah rakyat mulai dibangun demi membuat sumber daya masyarakat (SDM) masyarakat pribumi Hindia Belanda meningkat. Meski awalnya hanya laki-laki yang boleh bersekolah.
  3. Emigrasi. Sejak 1901, masyarakat Jawa dan Madura yang kala itu sudah mencapai 14 juta jiwa mulai dipindahkan ke daerah lain dengan sumber daya alam baik. Program pemerataan penduduk ini dianggap bisa meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat.
Sarana transportasi seperti kereta api juga dibangun di Hindia Belanda. (Kompas/Wikipedia)

Berkat kebijakan ini, Hindia Belanda mengalami sejumlah kemajuan. Sebagai contoh, jalur kereta api di Jawa dibangun dan bisa dipergunakan untuk kebutuhan transportasi manusia ataupun hasil bumi. Keberadaan sekolah-sekolah di berbagai daerah membuat banyak masyarakat pribumi akhirnya melek pendidikan.

Lulusan dari sekolah-sekolah bergengsi seperti School tot Opleiding van Inlandsche artsen (STOVIA) dan sekolah-sekolah lainnya bermunculan dan akhirnya mengawali pergerakan nasional Indonesia.

Kebijakan ini berakhir pada 1942 atau saat Jepang menguasai Indonesia kala Perang Dunia II berkecamuk. Indonesia juga kemudian merdeka tiga tahun setelahnya. Tapi, berbagai warisan dari kebijakan politik etis ini masih bisa kita rasakan hingga sekarang, Millens. (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: